Jendela-Keluarga: Hari-hari
ini kita telah memasuki bulan Muharram tahun 1436 Hijriah. Seakan tidak terasa,
waktu berjalan dengan cepat, hari berganti hari, pekan, bulan, dan tahun
berlalu silih berganti seiring dengan bergantinya siang dan malam. Bagi kita,
barangkali tahun baru ini tidak seberapa berkesan karena negara kita tidak menggunakan
kalender Hijriah, tetapi Masehi. Dan yang akrab dalam keseharian kita adalah
hitungan kalender Masehi. Tanggal lahir, pernikahan, masuk dan libur kantor dan
sebagainya. Akan tetapi sebagai seorang muslim kita perlu untuk sejenak
menghayati beberapa hal yang terkait dengan penanggalan Islam ini. Beberapa hal
yang seyogyanya kita jadikan renungan itu adalah :
1. Syukur atas Usia yang diberikan Allah
Umur adalah nikmat yang diberikan Allah pada kita, dan jarang kita syukuri.
Betapa banyak orang yang kita kenal, baik teman, sahabat , keluarga, guru, atau
siapa pun yang kita kenal, tahun lalu masih hidup bersama kita. Bergurau,
berkomunikasi, mengajar, menasehati atau melakukan aktifitas hidup sehari-hari,
namun tahun ini dia telah tiada. Dia telah wafat, menghadap Allah Suhanahu wa
ta’ala dengan membawa amal shalehnya dan mempertanggungjawabkan kesalahannya.
Sementara kita saat ini masih diberi Allah kesempatan untuk bertaubat,
memperbaiki kesalahan yang kita perbuat, menambah amal shaleh sebagai bekal
menghadap Allah.
Umur yang kita hitung pada diri kita seringkali kita tetapkan berdasarkan
hitungan kalender Masehi. Dan hitungan atau jumlah usia kita tentu akan lebih
sedikit bila dibandingkan dengan hitungan yang mengacu pada kalender hijriyah.
Sementara, lepas dari masalah ajal yang akan datang menjemput sewakatu-waktu,
terkadang kita menganggap usia kita yang dibanding Rasulullah saw. yang wafat
pada usia 63 tahun, kita merasa masih jauh dari angka itu. Padahal bisa jadi
hitungan umur kita telah lebih banyak dari yang kita tetapkan. Karena itu
sangat tidak layak apabila seseorang yang masih diberi kesehatan, kelapangan
rizki dan kesempatan untuk beramal lalai bersyukur pada Allah dengan
mengabaikan perintah-perintahNya serta sering melanggar larangan-laranganNya.
2. Muhasabah (introspeksi diri) dan istighfar.
Ini adalah hal yang penting dilakukan setiap muslim. Karena sebuah
kepastian bahwa waktu yang telah berlalu tidak mungkin akan kembali lagi,
sementara disadari atau tidak kematian akan datang sewaktu-waktu dan yang
bermanfaat saat itu hanyalah amal shaleh. Apa yang sudah dilakukan sebagai
bentuk amal shaleh? Sudahkah tilawah al-Qur’an, sedekah dan dzikir kita
menghapuskan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan? Malam-malam yang kita
lewati, lebih sering kita gunakan untuk sujud kepada Allah, meneteskan air mata
keinsyafan ataukah lebih banyak untuk begadang menikmati tayangan-tayangan
sinetron, film dan sebagainya dari televisi? Langkah-langkah kaki kita, kemana
kita gunakan? Dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan semacam ini selayaknya
menemani hati dan pikiran seorang muslim yang beriman pada Allah dan Hari
Akhir, lebih-lebih dalam suasana pergantian tahun seperti sekarang ini.
Pergantian tahun bukan sekedar pergantian kalender di rumah kita, namun
peringatan bagi kita apa yang sudah kita lakukan tahun lalu, dan apa yang akan
kita perbuat esok.
Allah berfirman :
(( يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد
واتقوا الله إن الله خبير بما تعملون ))
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS. Al Hasyr: 18).
Ayat ini memperingatkan kita untuk mengevaluasi perbuatan yang telah kita
lakukan pada masa lalu agar meningkat di masa datang yang pada akhirnya menjadi
bekal kita pada hari kiamat kelak.
Rasulullah saw bersabda : "Orang yang cerdas adalah orang yang
menghitung-hitung amal baik (dan selalu merasa kurang) dan beramal shaleh
sebagai persiapan menghadapi kematian".
Dalam sebuah atsar yang cukup mashur dari Umar bin Khaththab ra beliau berkata
: "Hitunglah amal kalian, sebelum dihitung oleh Allah"
3. Mengenang Hijrah Rasulullah saw
Sebenarnya dalam kitab Tarikh Ibnu Hisyam dinyatakan bahwa keberangkatan
hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah adalah pada akhir bulan Shafar, dan
tiba di Madinah pada awal bulan Rabiul Awal. Jadi bukan pada tanggal 1 Muharram
sebagaimana anggapan sebagian orang. Sedangkan penetapan Bulan Muharram sebagai
awal bulan dalam kalender Hijriyah adalah hasil musyawarah pada zaman Khalifah
Umar bin Khatthab ra tatkala mencanangkan penanggalan Islam. Pada saat itu ada
yang mengusulkan Rabiul Awal sebagai l bulan ada pula yang mengusulkan bulan
Ramadhan. Namun kesepakatan yang muncul saat itu adalah bulan Muharram, dengan
pertimbangan pada bulan ini telah bulat keputusan Rasulullah saw untuk hijrah
pasca peristiwa Bai’atul Aqabah, dimana terjadi bai’at 75 orang Madinah yang
siap membela dan melindungi Rasulullah SAW, apabila beliau datang ke Madinah.
Dengan adanya bai'at ini Rasulullah pun melakukan persiapan untuk hijrah, dan
baru dapat terealisasi pada bulan Shafar, meski ancaman maut dari orang-orang
Qurais senantiasa mengintai beliau.
Peristiwa hijrah ini seyogyanya kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga
dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah, tetapi seorang
muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan didalamnya.
Rasulullah SAW, akan keluar dari rumah sudah ditunggu orang-orang yang ingin
membunuhnya. Begitu selesai melewati mereka, dan harus bersembunyi dahulu di
sebuah goa,masih juga dikejar, namun mereka tidak berhasil dan beliau dapat
meneruskan perjalanan. Namun pengejaran tetap dilakukan, tetapi Allah
menyelamatkan beliau yang ditemani Abu Bakar hingga sampai di Madinah dengan
selamat. Allah menolong hamba yang menolong agamaNya. Perjalanan dari Mekah ke
Madinah yang melewati padang
pasir nan tandus dan gersang beliau lakukan demi sebuah perjuangan yang
menuntut sebuah pengorbanan. Namun dibalik kesulitan ada kemudahan. Begitu tiba
di Madianah, dimulailah babak baru perjuangan Islam. Perjuangan demi perjuangan
beliau lakukan. Menyampaikan wahyu Allah, mendidik manusia agar menjadi
masyarakat yang beradab dan terkadang harus menghadapi musuh yang tidak ingin
hadirnya agama baru. Tak jarang beliau turut serta ke medan perang untuk menyabung nyawa demi
tegaknya agama Allah, hingga Islam tegak sebagai agama yang dianut oleh sebagian
besar penduduk dunia saat itu. Lalu sudahkah kita berbuat untuk agama kita?
4. Kalender Hijriyah adalah Kalender Ibadah kita
Barangkali kita tidak memperhatikan bahwa ibadah yang kita lakukan
seringkali berkait erat dengan penanggalan Hijriyah. Akan tetapi hari yang
istimewa bagi kebanyakan dari kita bukan hari Jum’at, melainkan hari Minggu.
Karena kalender yang kita pakai adalah Kalender Masehi. Dan sekedar
mengingatkan, hari Minggu adalah hari ibadah orang-orang Nasrani. Sementara
Rasulullah saw menyatakan bahwa hari jum’at adalah sayyidul ayyam (hari yang
utama diantara hari yang lain). Demikian pula penetapan hari raya kita, baik
Idul Adha maupun Idul Fitri pun mengacu pada hitungan kalender Hijriyah. Wukuf
di Arafah yang merupakan satu rukun dalam ibadah haji, waktunya pun berpijak
pada kalender hijriah. Begitu pula awal Puasa Ramadhan, puasa ayyamul Bidh (
tanggal 13,14,15 tiap bulan) dan sebagainya mengacu pada Penanggalan Hijriah.
Untuk itu seyogyanya bagi setiap muslim untuk menambah perhatiannya pada
Kalender Islam ini.
5. Beberapa Keutamaan dan Peristiwa di Bulan Muharram
a. Bulan Haram
Muharram, yang merupakan bulan pertama dalam Kalender Hijriyah, termasuk
diantara bulan-bulan yang dimuliakan (al Asy- hurul Hurum). Sebagaimana firman
Allah Ta’ala :
"Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah dua belas bulan, dalam
ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan lanit dan bumi, diantaranya terdapat
empat bulan haram." (Q.S. at Taubah :36).
Dalam hadis yang dari shahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaiman bentuknya semula di waktu Allah
menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya
terdapat empat bulan yang dihormati : 3 bulan berturut-turut; Dzul Qo’dah, Dzul
Hijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada tsaniah
dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pada keempat bulan ini Allah melarang kaum muslimin untuk berperang. Dalam
penafsiran lain adalah larangan untuk berbuat maksiat dan dosa. Namun bukan
berarti berbuat maksiat dan dosa boleh dilakukan pada bulan-bulan yang lain.
Sebagaimana ayat Al Qur’an yang memerintahkan kita menjaga Shalat Wustha, yang
banyak ahli Tafsir memahami shalat wustha adalah Shalat Ashar. Dalam hal ini,
shalat Ashar mendapat perhatian khusus untuk kita jaga.
Firman Allah : "Peliharalah segala shalat mu, dan peliharalah shalat
wustha" (Q.S. al Baqarah :238) Nama Muharram secara bahasa, berarti
diharamkan. Maka kembali pada permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, hal
tersebut bermakna pengharaman perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah memiliki
tekanan khusus untuk dihindari pada bulan ini.
b. Bulan Allah
Bulan Muharram merupakan suatu bulan yang disebut sebagai “syahrullah”
(Bulan Allah) sebagaimana yang disampaikan Rasulullah SAW, dalam sebuah hadis.
Hal ini bermakna bulan ini memiliki keutamaan khusus karena disandingkan dengan
lafdzul Jalalah (lafadz Allah). Para Ulama menyatakan bahwa penyandingan
sesuatu pada yang lafdzul Jalalah memiliki makna tasyrif (pemuliaan),
sebagaimana istilah baitullah, Rasulullah, Syaifullah dan sebagainya.
Rasulullah bersabda : “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa
di bula Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah
shalat fardhu adalah shalat malam”. (H.R. Muslim)
c. Sunnah Berpuasa
Di bulan Muharram ini terdapat sebuah hari yang dikenal dengan istilah
Yaumul 'Asyuro, yaitu pada tanggal sepuluh bulan ini. Asyuro berasal dari kata
Asyarah yang berarti sepuluh.
Pada hari Asyuro ini, terdapat sebuah sunah yang diajarkan Rasulullah saw.
kepada umatnya untuk melaksanakan satu bentuk ibadah dan ketundukan kepada
Allah Ta’ala. Yaitu ibadah puasa, yang kita kenal dengan puasa Asyuro. Adapun
hadis-hadis yang menjadi dasar ibadah puasa tersebut, diantaranya :
1.Diriwayatkan dari Abu Qatadah ra, Rasulullah saw, bersabda :
“ Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa
selama setahun sebelumnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
2. Ibnu Abbas ra berkata :
"Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw, berupaya keras untuk puasa
pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari as
Syura dan bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
3. Ibnu Abbas ra berkata :
Ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi
berpuasa pada hari‚ Asyura, maka Beliau bertanya : "Hari apa ini?. Mereka
menjawab :“ini adalah hari istimewa, karena pada hari ini Allah menyelamatkan
Bani Israil dari musuhnya, Karena itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini. Rasulullah
pun bersabda :
"Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian“
Maka beliau nerpuasa dan memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa. (H.R.
Bukhari dan Muslim)
4.Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas ra berkata :
Ketika Rasulullah saw. berpuasa pada hari asyura dan memerintahkan kaum
muslimin berpuasa, mereka (para shahabat) berkata : "Ya Rasulullah ini
adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nasrani". Maka Rasulullah pun
bersabda :"Jika tahun depan kita bertemu dengan bulan Muharram, kita
akan berpuasa pada hari kesembilan (tanggal sembilan).“ (H.R. Bukhari dan
Muslim)
Imam Ahmad dalam musnadnya dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya meriwayatkan
sebuah hadis dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw. bersabda :
"Puasalah
pada hari Asyuro, dan berbedalah dengan Yahudi dalam masalah ini, berpuasalah
sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.“
Selain hadis-hadis yang menyebutkan tentang puasa di bulan ini, tidak ada
ibadah khusus yang dianjurkan Rasulullah untuk dikerjakan di bulan
Muharram ini.
Bagaimana Berpuasa di bulan Asyura ?
Ibnu
Qoyyim dalam kitab Zaadul Ma’aad –berdasarkan riwayat-riwayat yang ada-
menjelaskan :
- Urutan pertama, dan ini yang paling sempurna adalah puasa tiga hari, yaitu
puasa tanggal sepuluh ditambah sehari sebelum dan sesudahnya (9,10,11)
- Urutan kedua, puasa tanggal 9 dan 10. Inilah yang disebutkan dalam banyak
hadits
- Urutan ketiga, puasa tanggal 10 saja.
Puasa sebanyak tiga hari (9,10,dan 11) dikuatkan para para ulama dengan dua
alasan sebagai berikut :
1. Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan penetapan awal bulannya tidak
tepat,maka puasa tanggal sebelasnya akan dapat memastikan bahwa seseorang
mendapatkan puasa Tasu’a (tanggal 9) dan Asyuro (tanggal 10)
2. Dimasukkan dalam puasa tiga hari pertengahan bulan (Ayyamul bidh).
Adapun puasa tanggal 9 dan 10, dinyatakan jelas dalam hadis pada akhir hidup beliau sudah merencanakanryang shahih, dimana
Rasulullah untuk puasa pada tanggal 9.
hanya saja beliau meninggal sebelum melaksanakannya. Beliau juga memerintahkan
para shahabat untuk berpuasa pada tanggal 9 dan tanggal 10 agar berbeda dengan
ibadah orang-orang Yahudi.
Sedangkan puasa pada tanggal sepuluh saja, sebagian ulama memakruhkannya,
meskipun pendapat ini tidak dikuatkan sebagian ulama yang lain.
Secara umum, hadits-hadis yang terkait dengan puasa Muharram menunjukkan
anjuran Rasulullah saw untuk melakukan puasa,sekalipun itu hukumnya tidak wajib
tetapi sunnah muakkadah, dan tetunya kita berusaha untuk menghidupkan sunnah
yang telah banyak dilalaikan oleh kaum muslimin.
d. Diantara Peristiwa di Bulan Muharram
Pada tanggal 10 Muharram 61H, terjadilah peristiwa yang memilukan
dalam di sebuah tempatr cucu Rasulullah tsejarah Islam, yaitu
terbunuhnya Husein yang bernama Karbala.
Peristiwa ini kemudian dikenal dengan “Peristiwa Karbala”. Pembunuhan tersebut
dilakukan oleh pendukung Khalifah yang sedang berkuasa pada saat itu yaitu
Yazid bin Mu’awiyah, meskipun sebenarnya Khalifah sendiri saat itu tidak
menghendaki pembunuhan tersebut.
Peristiwa tersebut memang sangat tragis dan memilukan bagi siapa saja yang
mengenang atau membaca kisahnya, , dan kita tentu mencintai danrapalagi terhadap
orang yang dicintai Rasulullah
memuliakannya. Namun musibah apapun yang terjadi dan betapapun kita
sangat , hal itu jangan sampai membawa kita larut dalamrmencintai keluarga
Rasulullah kesedihan dan melakukan
kegiatan-kegiatan sebagai bentuk duka dengan
yangrmemukul-mukul diri, menangis apalagi sampai mencela shahabat
Rasulullah tidak termasuk Ahli Bait
(keluarga dan keturunan beliau). Yang mana hal ini biasa dilakukan suatu
kelompok syi'ah yang mengaku memiliki kecintaan yang sangat tinggi terhadap
Ahli Bait (Keluarga Rasulullah), pdahal kenyataanya tidak demikian.
e. Adat Istiadat di Tanah Air
Pada awal Muharram, yang sering dikenal dengan istilah 1 Suro, di tanah air
sering diadakan acara ritual dan adat yang beraneka macam bahkan tidak jarang
mengarah pada kesyirikan, seperti meminta berkah pada benda-benda yang dianggap
keramat dan sakti, membuang sesajian ke laut agar Sang Dewi penjaga laut tidak
marah dan lain sebagainya. Hal-hal semacam ini harus dihindari oleh setiap
muslim dimanapun mereka berada.
Rasulullah telah mengajarkan pada kita agar memiliki jati diri sebagai seorang Muslim
dalam kehidupan. Jangan sampai seorang muslim mudah terbawa oleh budaya atau
ritual agama lain dalam menjalankan ibadah pada Allah. Ajaran yang dibawa
Rasulullah telah jelas dan sempurna tidak layak bagi kita untuk menambah atau
menguranginya.
Karena sebaik-baik pedoman adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk beliau, yang tidak ada keselamatan kecuali dengan berpegang kepada
keduanya dengan mengikuti pemahaman para sahabat, tabi'in dan penerus mereka
yang setia berpegang kepada sunnahnya dan meniti jalannya, adapun hal-hal baru
dalam masalah agama adalah sesat sedangkan kesesatan itu akan menghantarkan ke
neraka, wal'iyadzubillah.
Semoga kita selalu diberi
taufiq dan dibimbing oleh Allah swt. Kejalan-Nya yang lurus serta mendapatkan
keridhaan dan ampunany-Nya, amin ya rabbal 'alamin.
Oleh: Islamhouse team Indonesia