Selamat Datang di Web Jendela Keluarga Aris Nurkholis - Ratih Kusuma Wardani

Jendela Keluarga: Mewujudkan Keluarga Islami

Keluarga muslim adalah keluarga yang dibangun atas dasar nilai-nilai keislaman, Setiap anggota keluarga komintmen terhadap nilai-nilai keislaman. Sehingga keluarga menjadi tauladan dan lebih dari itu keluarga menjadi pusat dakwah Islam.

Merajut Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah

Keluarga sakinah adalah keluarga yang semua anggota keluarganya merasakan cinta kasih, keamanan, ketentraman, perlindungan, bahagia, keberkahan, terhormat, dihargai, dipercaya dan dirahmati oleh Allah SWT.

Cinta Tanpa Syarat

Ketika suami dan isteri sudah menetapkan “cinta tanpa syarat” dan saling memahami, maka perbedaan dan pertengkaran tidak membesar menjadi konflik yang merusakkan kebahagiaan keluarga.

Cinta Tidak Harus Dengan Kata

Mencintai dengan sederhana, adalah mencintai “dengan kata yang tak sempat diucapkan” dan “dengan isyarat yang tak sempat disampaikan”.

Komunikasi dan Interaksi Penuh Cinta

Hal yang sangat vital perannya dalam menjaga keharmonisan rumah tangga adalah interaksi dan komunikasi yang sehat, komunikasi yang indah dan melegakan serta komunikasi penuh cinta antara seluruh anggotanya.

Showing posts with label artikel. Show all posts
Showing posts with label artikel. Show all posts

Wednesday, April 12, 2017

Melaksanakan Perintah dan mentaati Pemimpin

Ayat-ayat Al Quran tentang Melaksanakan Perintah dan mentaati Pemimpin





يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩)
Qs. 4:59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya)  dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ يَعْصِنِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ يُطِعْ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :  “Barangsiapa yang mentaatiku maka dia telah mentaati Allah, barangsiapa yang membangkang kepadaku maka dia telah membangkang kepada Allah. Dan barang siapa yang mentaati pemimpinku (yakni pemimpin yang Rasul tunjuk) maka dia telah mentaatiku, dan barang siapa yang membangkang kepada pemimpinku maka dia telah membangkang kepadaku.” (HR. Bukhari No. 7137 dan Muslim No.1835)
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (۱٥٨)
Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".   
QS.  Al A’raf : 158


قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ ۱)قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ۲)
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.   
QS. Ali Imron : 31

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan sesungguhnya ini adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah jalan ini, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kalian dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kalian bertakwa.     
QS Al An’am : 153

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا۹)

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.     
QS An-Nisâ': 59

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا (٣٦)
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.   
QS Al-Ahzab: 36




وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (۷)
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.   
QS Al-Hasyr: 7


وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (٤٣) بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (٤٤)
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,  keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka  dan supaya mereka memikirkan,
QS An-Nahl: 43-44


لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (۲۱)
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan ia banyak menyebut Allah.   
QS. Al Ahzab :21


مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا (٨۰)
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka 
QS An-Nisâ': 80

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَوَلَّوْا عَنْهُ وَأَنْتُمْ تَسْمَعُونَ (۲۰)
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian berpaling dari pada-Nya, sedang kalian mendengar (perintah-perintah-Nya), QS Al Anfal : 20

Oleh: M. Azzam Mujadid

Monday, September 7, 2015

Rumus Matematika Kehidupan





Tahukah kamu tentang sifat perkalian plus dan minus dalam matematika? Dalam matematika, jika plus dikalikan dengan plus maka hasilnya adalah plus, jika minus dikalikan minus maka hasilnya adalah plus, dan jika minus dikalikan plus atau sebaliknya plus dikalikan minus maka hasilnya adalah minus. Mengapa PLUS di kali PLUS hasilnya PLUS? Mengapa MINUS di kali PLUS atau sebaliknya PLUS di kali MINUS hasilnya MINUS?
Mengapa MINUS di kali MINUS hasilnya PLUS?

Ternyata selain sekedar rumus, perkalian matematika ini juga menyimpan makna yang filosofis. Rumus yang terlihat singkat dan sederhana ini menyimpan ajaran yang mendalam tentang kebenaran.

Untuk mengungkap makna filosofis yang terkandung dari rumus ini, maka kita akan mengganti lambang plus dengan kata “BENAR” dan lambang minus diganti dengan kata “SALAH”. Jika kemudian kita masukkan ke dalam rumus, maka kita akan mendapatkan pelajaran seperti ini:

1. + x + = + diubah menjadi BENAR dikali BENAR sama dengan BENAR. Makna dari rumus ini adalah mengatakan benar terhadap sesutu yang benar adalah tindakan yang benar.

2. - x + = - diubah menjadi SALAH dikali BENAR sama dengan SALAH. Makna dari rumus ini adalah mengatakan salah terhadap sesuatu yang benar adalah tindakan yang salah.

3. + x - = - diubah menjadi BENAR dikali salah sama dengan SALAH. Makna dari rumus ini adalah mengatakan benar terhadap sesuatu yang salah adalah tindakan yang salah.

4. - x - = + diubah menjadi salah dikali salah sama dengan BENAR. Makna dari rumus ini adalah mengatakan salah terhadap sesuatu yang salah adalah tindakan yang benar.

KESIMPULAN:
Pelajaran matematika ternyata sarat makna, yang bisa kita ambil sebagai pelajaran hidup.

Tuesday, August 25, 2015

Mengambil Hikmah dari Konsep Usaha dalam Fisika



Jendela-Keluarga-; Apa itu usaha? dalam bahasa sehari-hari kita bisa mengatakan usaha sebagai kegiatan  mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan dalam fisika, usaha termasuk besaran skalar yang berarti hanya mempunyai besar dan tidak mempunyai arah. Usaha dapat bernilai positif atau negatif bergantung pada arah gaya dan perpindahan. Jika gaya yang menghasilkan usaha melawan arah gerak atau arah perindahan, maka gaya dikatakan melakukan usaha negatif. Sebaliknya, jika gaya yang melakukan usaha searah dengan arah gerak atau arah perpindahan, maka usaha yang dilakukan adalah usaha positif.

Usaha didefinisikan sebagai besarnya gaya yang dikenakan pada suatu benda sehingga benda tersebut mengalami perubahan posisi. Dalam ilmu fisika, usaha pada umumnya dilambangkan dengan huruf W, merupakan singkatan dari bahasa Inggris work yang artinya kerja. Dan gaya dilambangkan dengan huruf F, merupakan singkatan dari Force. Sedangkan perpindahan dilambangkan dengan huruf S, merupakan singkatan dari Shift. Secara sederhana, usaha merupakan hasil kali gaya dengan perpindahan. Jadi rumus usaha bisa ditulis sebagai berikut:

Usaha = Gaya x Perpindahan

W = F x S

atau

S = W/F

Perpindahan yang dilambangkan dengan huruf S adalah perubahan kedudukan suatu benda. Kata kunci dalam perpindahan adalah "perubahan kedudukan". Dan kalau kita melihat dari rumus di atas, jika kita menginginkan sebuah perubahan yang besar maka Usaha harus diperbesar sedangkan gaya diperkecil. 

Lalu makna apakah yang bisa kita ambil dalam rumus tersebut?

Dalam kehidupan manusia selalu menginginkan sebuah perubahan-perubahan dalam kehidupannya. Dan tentunya perubahan yang di inginkan adalah perubahan ke arah yang lebih baik. Namun tidak sedikit pula kita dapati bahwa seseorang mengalami perubahan dalam kehidupannya tidak kearah yang lebih baik namun sebaliknya ke arah yang lebih buruk. 

Perubahan akan didapatkan oleh seseorang jika seseorang tersebut melakukan usaha-usaha yang besar atau terus memperbanyak usaha. Artinya usaha disini adalah kegiatan  mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga InsyaAllah jika seseorang fokus melakukan usaha-usaha yang maksimal dan optimal, kerja keras dengan sekuat tenaga, jiwa dan raga, sungguh-sungguh, maka perubahan dalam kehidupan akan ia dapatkan. Dan tentunya dalam hal ini adalah perubahan ke arah yang lebih baik. Selain memperbanyak atau memperbesar usaha untuk memperoleh perubahan dalam kehidupan seseorang harus menafikan atau mengecilkan 'gaya'. Gaya dalam hal ini adalah perilaku yang dalam bahasa jawa disebut 'sok-sok an'. Mengapa demikian? karena jika seseorang fokus memperbanyak 'gaya', maka ia akan menafikan atau lalai akan usaha yang sesungguhnya untuk memperoleh perubahan dalam hidupnya. Orang tipe seperti ini biasanya lebih sibuk untuk memoles dirinya untuk tampil yang sempurna, untuk tampil sebagaimana trend yang terjadi dalam masyarakat. Dengan kesibukannya tersebut lalu kemudian seseorang tersebut melupakan hakekat usaha yang sebenarnya untuk memperoleh perubahan dalam dirinya. Sehingga sesorang yang seperti ini bukanlah perubahan ke arah yang lebih baik yang ia dapatkan namun kegagalan lah yang akan ia dapatkan.

"Jika hidup ingin ada perubahan, makan perbanyaklah USAHA, namun janganlah perbanyak GAYA"

Monday, June 22, 2015

Tentang Qadha, Fidyah dan Kafarat Dalam Puasa

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

abdullah-haidir

Dalam masalah puasa, ada masalah qadha, fidyah dan kafarat. Bagaimana pemahamannya? Sebelum itu mari kita pahami dahulu apa beda ketiganya.

Qadha adalah mengganti hutang puasa dengan puasa di kemudian hari. Fidyah, mengganti hutang puasa dengan memberi makan untuk orang miskin. Kafarat: Menebus pelanggaran membatalkan puasa dengan sejumlah ketentuan yang ditetapkan syariat.

Beda fidyah dengan kafarat adalah; Fidyah menebus puasa yang ditinggalkan karena uzur syar’i, maksudnya memang boleh berbuka. Sedangkan kafarat adalah menebus puasa yang batal karena pelanggaran. Nanti kita bahas lebih lanjut.

Qadha puasa berlaku bagi mereka yang meninggalkan puasa dan dikemudian hari masih memiliki kekuatan fisik untuk berpuasa. Misal, karena sakit atau safar, haid, nifas.. Atau alasan lain selain sakit dan safar sehingga seseorang tidak dapat berpuasa.

Waktu qadha bersifat luas hingga sebelum Ramadan berikutnya. Namun semakin cepat diqadha, lebih baik. Bahkan sebagian ulama berpendapat qadha puasa dahulu sebelum puasa sunah Syawal. Sebagian lainnya menganggap tidak mengapa sebaliknya.

Jika Ramadan berikutnya dia belum juga mengqadha hutang puasanya tanpa alasan jelas, yang paling utama dia mohn ampun atas kelalaiannya. Berikutnya dia harus tetap mengqadha puasa Ramadan sebelumnya. Sebagian ulama mengharuskannya membayar kafarat atas kelalaiannya. Kafaratnya adalah memberi makanan pokok satu mud kepada fakir miskin, jumlahnya 1 kg kurang sedikit, untuk setiap hari yang ditinggalkan. Kalau mau dimasak dahulu, lalu diundang makan fakir miskin sejumlah puasa yang ditinggalkan itu juga baik. Tapi jika sebabnya bukan kelalaian, karena kondisi dia tidak sempat qadha selama setahun itu, maka tidak dianggap lalai, cukup dia mengqadha.

Bagaimana kalau jumlah harinya tidak diketahui pasti? Dikira-kira saja yang lebih dekat dengan keyakinan.
Bagaimana jika sengaja tidak puasa tanpa alasan syar’i? Yang paling utama adalah bertaubat, karena hal tersebut dosa besar. Dia harus qadha puasanya. Selain itu dia pun harus bayar kafarat jika puasa yang dia tinggalkan belum diqadha setelahh melewati Ramadan berikutnya.

Sekarang kita beralih ke masalah fidyah. Fidyah dalam hal puasa berlaku bagi mrk yang tidak kuat berpuasa dan tidak lagi memiliki kemampuan fisik untuk berpuasa di hari lainnya. Yang umum disebutkan dalam golongan ini adalah orang tua renta yang sudah tak mampu berpuasa, juga orang sakit yang tak ada harapan sembuh. Caranya adalah dengan memberikan makanan pokok sejumlah hari yang dia tinggalkan.

أَيَّامٗا مَّعۡدُودَٰتٖۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدۡيَةٞ طَعَامُ مِسۡكِينٖۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرٗا فَهُوَ خَيۡرٞ لَّهُۥۚ وَأَن تَصُومُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ١٨٤

(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah 184).

Para ulama berbeda pendapt terkait takaran yang harus dikeluarkan sbg fidyah. Ada yang mengatakan satu mud, setengah sha atau satu sha. Perlu diingat 1 sha itu adalah 4 raupan kedua tangan orang dewasa. Nah, 1 raupan kedua tangan itu disebut 1 mud. Jadi 1 sha adalah 4 mud. Maka 1 sha itu kisarannya 3 kg, setengah sha itu 1,5 kg, 1 mud itu 1 kg kurang. Banyak ulama yang memakai pendapat setengah sha dalam masalah ini. Saya memilih pendapat ini. Fidyah juga dapat dilakukan dengan menghidangkan menu lengkap siap dimakan kepada sejumlah orang sesuai jumlah hari yang ditinggalkan.

Yang sering ditanyakan dlm masalah ini adalah apakah wanita hamil dn menyusui yang tidak berpuasa, membayar qadha atau fidyah? Yang perlu diketahui, wanita hamil dan menyusui tidak langsung boleh tidak berpuasa jika dia merasa kuat berpuasa dan tidak khawatir dengan anaknya. Tapi jika wanita hamil/menyusui merasa lemah, atau khawatir berdampak buruk bagi janin/bayinya jika dia berpuasa, mk dia boleh tidak berpuasa.
Nah, jika wanita hamil/menyusui tidak puasa Ramadan, bagaimana menggantinya, apakah qadha atau fidyah? Dalam perkara ini para ulama berbeda pendapat sejak dulu hingga sekarang. Jumhur ulama berpendapat bhw wanita hamil/menyusui yang tidak berpuasa, dia harus qadha di bulan lainnya sejumlah hari yang ditinggalkan. Bahkan ada yang berpendapat, selain qadha juga harus mmbayar fidyah. Namun sebagian ulama berpendapat cukup qadha saja.

Secara umum, jumhur ulama berpendapat bhw wanita hamil/menyusui diserupakan dengan orang sakit yang ada harapan sembuh. Maka, kalau mereka diharuskan qadha, wanita hamil/menyusui juga diharuskan qadha. Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa wanita hamil/menyusui yang tidak berpuasa ckp membayar fidyah saja. Pendapat ini bersumber dari Ibnu Abbas dn Ibnu Umar yang memasukkan wanita hamil/menyusui dlm kelompok orang tua renta yang tak kuat puasa.

Membayar fidyah cukup memiliki landasan kuat, namun mengqadha puasa lebih hati-hati.
Sekarang kita beralih ke masalah kafarat dlm puasa. Seperti telah disampaikan, kafarat adalah untuk puasa yang batal karena pelanggaran. Dalam hal ini berlaku bagi mrk yang berjimak di siang hari Ramadan saat mrk berpuasa.

Disebutkan dalam hadits muttafaq alaih ada seorang shahabat yang berjimak di siang hari Ramadan, maka Nabi suruh dia bayar kafarat. Kafaratnya adalah, merdekakan budak. Jika tidak ada, puasa 2 bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, beri makan 60 orang miskin. Itupun diiringi taubat atas kemaksiatannya juga qadha hari itu yang batal puasanya. Puasa 2 bulan harus berturut-turut. Jika batal sehari, maka tidak berlaku. Tapi jika ada uzur, seperti haidh atau sakit misalnya, maka dapat diteruskan. Jika tak mampu berpuasa, maka beri makan 60 orang miskin. Caranya sama dengan fidyah yang telah dijelaskan.

Bagaimana jika berjimak di siang hari Ramadan saat uzur berpuasa, seperti saat safar? Tidak kena kafarat, tapi harus qadha puasa hari itu. Yang terkena kafarat, suami isteri jika keduanya melakukan suka sama suka. Lain halnya jika isteri dipaksa. Jika bercumbu saja hingga keluar mani atau masturbasi hingga keluar mani, tidak kena kafarat. Tapi puasanya batal dan harus qadha. Qadhanya di luar Ramadan, seperti biasa, sesuai jumlah hari yang dia tinggalkan. Tentu diiringi taubat karena kelalaiannya.

Satu lagi dalam bab qadha, jika seseorang sebelum qadha puasanya keburu meninggal, apa yang dilakukan? Jika seseorang meninggal sebelum sempat mengqadha puasanya, ada dua kemungkinan. Dia belum sempat mengqadha karena uzur syar’i. Misalnya, bulan ramadan haid, setelah ramadan sakit, lalu meninggal. Atau tidak puasa karena sakit yang diperkirakan sembuh. Ternyata sehabis Ramadan terus sakitnya hingga wafat. Orang spt ini tidak ada kewajiban apa2, juga bagi kerabatnya. Karena dia tidak puasa dan tidak qadha karena uzur.

Kondisi kedua, jika seseorang dlm keadaan mampu mengqadha puasanya setelah ramadan, namun dia tunda-tunda hingga keburu wafat. Untuk orang dengan kondisi ini, sebagian ulama berpendapat bayar fidyah, sebagian lainnya berpendapat agar kerabatnya mengqadha puasa untuknya.

Yang cukup kuat adalah mengqadha puasanya oleh para kerabatnya, sejumlah hari yang ditinggalkan. Karena ada hadits dalam masalah ini, yaitu “Siapa yang meninggal tapi punya kewajiban puasa, maka keluarganya puasa untuknya.” muttafaq alaih. Juga ada hadits riwayat Muslim, Rasulullah saw memerintahkan seorang anak untuk mengqadha puasa ibunya.

Jika hari puasanya banyak, caranya dapat dibagi di antara kerabatnya, lalu mereka berpuasa untuk mengqadha puasa orang tersebut.

Wallahua’lam…

(Manhajuna/AFS)
Ustadz Abdullah Haidir, Lc., lahir dan besar di Depok, menyelesaikan pendidikan sarjana di LIPIA jurusan syari’ah. Sehari-hari beliau menjadi da’i di Kantor Jaliyat Sulay, sebuah lembaga yang memberikan penyuluhan tentang Islam kepada pendatang di Riyadh Arab Saudi. Selain itu aktifitas beliau adalah menjadi penulis buku dan kontributor artikel dakwah, mengisi taklim komunitas WNI, serta juga menjadi penerjemah khutbah Jum’at di Masjid Al Rajhi. Setelah 15 tahun berdidikasi di kota Riyadh, beliau memutuskan untuk kembali ke tanah air.

Wednesday, June 10, 2015

Menyiapkan Diri dan Keluarga Menyambut Ramadhan

Photo Keluarga Aris-Dani

Alhamdulillah saat ini kita sudah berada di bulan Sya'ban, itu artinya sebentar lagi kita akan memasuki bulan yang mulia, bulan penuh keberkahan yaitu bulan suci Ramadhan. Bulan ini adalah bulan khusus yang Allah sediakan kepada hambanya sebagai madrasah untuk mencapai derajat tertinggi di hadapan-Nya yaitu ketaqwaan. Sudah selayaknya kita semua menyambutnya dengan penuh suka cita dan bahagia akan datangnya bulan suci ramadhan ini. Namun tidak semua umat muslim memiliki perasaan yang sama dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Setidaknya terdapat dua sikap orang dalam menyambut dan menghadapi bulan penuh keberkahan, rahmat dan maghfirah yaitu bulan Ramadhan. 

Pertama adalah mereka yang bergembira dan penuh antusias serta suka cita dalam menyambut datangnya  bulan Ramadhan. Karena baginya, bulan Ramadhan adalah kesempatan besar yang Allah anugerahkan kepada siapa saja yang dikehendaki untuk menambah bekal spiritual dan bertaubat dari semua dosa dan kesalahan. Ramadhan baginya adalah bulan bonus di mana Allah melipatgandakan pahala amal kebaikan. Maka segala sesuatunya dipersiapkan untuk menyambut dan mengisinya. Baik mental, ilmu, fisik, harta, dan spiritual. Bahagia, karena di bulan ini terdapat janji dijauhkannya seseorang dari api neraka.
 
Sedangkan yang kedua adalah mereka yang dalam menyambutnya dengan sikap yang dingin. Tidak ada suka-cita dan bahagia sedikitpun. Bahkan lebih miris lagi ada sebagian orang yang cenderung antipati dan tidak senang akan datangnya bulan ramadhan. Baginya, Ramadhan tidak ada bedanya dengan bulan-bulan lain. Orang seperti ini tidak bisa memanfaatkan Ramadhan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Dosa dan kesalahan tidak membuatnya risau dan gelisah hingga tak ada upaya maksimal untuk menghapusnya dan menjadikan Ramadhan sebagai momen untuk kembali kepada Allah. Padahal para sahabat dan salafus-shalih  senantiasa menyambut bulan Ramadhan dengan bahagia dan suka cita serta selalu melakukan persiapan baik mental, material dan spiritual.  

Oleh karena itu, agar Ramadhan yang tak lama lagi akan kita sambut ini bisa memberikan kemanfaatan yang optimal, lebih bermakna dan membekas dalam diri dan keluarga kita maka diperlukan kesiapan yang memadai dari setiap pribadi, termasuk kesiapan keluarga kita dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan. Pertanyaannya adalah sudahkah saat ini kita mempersiapkan diri dan keluarga kita untuk menyambut Ramadhan? Apa saja yang sudah atau akan kita persiapkan untuk menyambutnya? Alangkah baiknya jika kita sudah bersiap-siap menyambutnya sejak sekarang, bahkan seharusnya jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadhan. sebagaimana yang dicontohkan oleh Rosulullah SAW mempersiapkan bulan suci Ramadhan sejak bulan Rajab bahkan jauh hari sebelumnya.

Pertama-tama tentunya memulai dengan doa seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW yaitu, “Ya Allah, berikanlah kepada kami keberkatan pada bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami kepada Ramadhan”.

Ustad Cahyadi takariawan dalam sebuah tulisanya menyampaikan ada beberapa persiapan yang harus disiapkan. Diantara cara menyiapkan diri dan anggota keluarga kita adalah dengan beberapa aktivitas berikut:

Pertama, buatlah acara bersama seluruh anggota keluarga

Carilah waktu yang tepat beberapa hari sebelum Ramadhan untuk membuat acara bersama seluruh anggota keluarga. Suami, isteri dan anak-anak berkumpul dalam suasana yang santai dan nyaman. Pada saat berkumpul itulah, orang tua menyampaikan pesan-pesan kepada anak-anak agar mereka bersiap menyambut kedatangan Ramadhan yang tinggal beberapa hari lagi tiba. Jika perlu, bisa mengundang teman atau ustadz untuk menyampaikan pesan-pesan menjelang Ramadhan. Pertemuan bisa dilakukan di rumah sambil makan malam bersama, atau mengambil tempat di luar sambil rekreasi keluarga

Kedua, buatlah target dan agenda Ramadhan bersama seluruh anggota keluarga

Salah satu tradisi yang baik dalam rumah tangga muslim adalah membuat target bacaan dan hafalan Al Qur’an selama Ramadhan. Misalnya, suami mentarget berapa kali khatam Al Qur’an selama Ramadhan, isteri berapa kali khatam, dan masing-masing anak khatam berapa kali. Tentu disesuaikan dengan kemampuan, namun masing-masing saling memotivasi untuk bisa lebih banyak khatam.

Dalam hal hafalan juga bisa ditarget, surat apa yang akan dihafal oleh masing-masing anggota keluarga selama Ramadhan. Bisa juga ditambah target membaca buku-buku tertentu yang bermanfaat, sesuai usia dan pendidikan anak-anak. Semua target tersebut bisa ditulis dalam kertas dan ditempel di dinding rumah untuk pengingat dan penyemangat untuk mencapai target. Keluarga saya menyebut ini sebagai “Janji Ramadhan”, dimana masing-masing dari kami berjanji untuk melaksanakan aktivitas sesuai target yang telah disepakati bersama keluarga.

Agenda Ramadhan hendaknya disepakati bersama keluarga, misalnya melaksanakan shalat tarawih dimana, melaksanakan i’tikaf dimana, buka puasa dimana, melaksanakan shalat Iedul Fitri dimana, dan seterusnya. Ini semua dimaksudkan agar Ramadhan menjadi lebih berkesan dan tidak membosankan. Misalnya, untuk melaksanakan shalat tarawih, bisa berganti-ganti masjid, sehingga bisa berganti-ganti suasana.

Ketiga, membersihkan dan memperindah rumah

Menjelang Ramadhan, buatlah suasana yang sedikit berbeda di rumah kita. Bersihkan rumah kita, lebih dari biasanya. Kalau setiap hari kita membersihkan rumah “sekedarnya”, maka menjelang Ramadhan ini kita bersihkan rumah hingga detail, semua bagian dibersihkan. Setelah bersih, bisa dibuat beberapa bagian hiasan di rumah, agar rumah sudah bernuansa Ramadhan saat memasuki bulan suci tersebut.

Keluarga saya paling suka menyiapkan tempat untuk makan sahur dan buka. Rumahnya tetap itu juga, namun suasananya berbeda ketika hari pertama makan sahur di bulan Ramadhan. Kami men-setting tempat sahur dan buka di bagian tertentu di rumah, dengan suasana yang berbeda dari biasanya. Hanya dengan memindah barang-barang tertentu, mengubah tata letak, atau mengecat satu bagian dinding, ini sudah tampak sangat berbeda dan berubah.

Keempat, menyiapkan perlengkapan Ramadhan

Menjelang Ramadhan sebaiknya sudah disiapkan berbagai perlengkapan yang menunjang kekhusukan dan kesuksesan ibadah Ramadhan. Misalnya, agar bersemangat mencapai target Ramadhan kita bisa membeli mushaf Al Qur’an baru, jika memiliki anggaran dana untuk itu. Namun jika tidak memiliki dana, cukuplah menggunakan Al Qur’an yang sudah ada. Termasuk perlengkapan yang diperlukan adalah jadwal imsakiyah, yang dengan mudah bisa di-download dari berbagai situs terpercaya.

Saya termasuk orang yang suka membeli Al Qur’an baru menjelang Ramadhan, karena hal ini bisa memberikan semangat baru. Selain itu, saya memang ingin di rumah saya tersedia banyak Al Qur’an karena setiap Ramadhan selalu digunakan tempat shalat tarawih anak-anak kampung, dan diteruskan dengan tadarus bersama. Kadang anak-anak menjadi lebih semangat melaksanakan shalat tarawih karena memiliki sarung baru atau sajadah baru. Namun itu semua harus disesuaikan dengan kondisi keuangan. Tidak boleh memaksakan diri untuk menghadirkan berbagai perlengkapan teknis tersebut.

Kelima, mengulang pelajaran ibadah Ramadhan

Salah satu sifat manusia adalah lupa. Kendati fikih Ramadhan sudah kita pelajari sejak kecil, namun penting bagi kita untuk mempelajari ulang berbagai ajaran tentang ibadah Ramadhan dan Idul Fithri. Bagus kalau kita mengajak semua anggota keluarga mempelajari lagi berbagai hal tentang fikih Ramadhan, agar pelaksanaan ibadah selama Ramadhan bisa lebih sempurna dan optimal.

Setiap kali saya mengisi kajian Ramadhan, berbagai pertanyaan di seputar ibadah Ramadhan selalu muncul dan berulang. Ini menandakan, kita harus selalu mengulang pelajaran ibadah Ramadhan sebelum memulai bulan Ramadhan, agar ingatan kita tersegarkan kembali.

Demikianlah beberapa aktivitas untuk menyambut bulan Ramadhan bersama seluruh anggota keluarga. Semoga Ramadhan 1436 H ini menjadi lebih sempurna dan memberikan keberkahan bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara kita. Amin.


Referensi bacaan: 
http://www.salimah.or.id/menyiapkan-keluarga-menyambut-ramadhan/
http://www.kompasiana.com/pakcah/menyiapkan-keluarga-untuk-menyambut-ramadhan-1436-h_556c22cc339373f2048b4567
http://ummi-online.com/7-tips-mempersiapkan-keluarga-menyambut-bulan-ramadhan.html


Monday, November 10, 2014

Adab Murid Kepada Guru


Guru adalah orang tua kedua, yaitu orang yang mendidik murid-muridnya untuk menjadi lebih baik sebagaimana yang diridhoi Alloh ‘azza wa jalla. Sebagaimana wajib hukumnya mematuhi kedua orang tua, maka wajib pula mematuhi perintah para guru selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan syari’at agama.
Guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa, namun kita sebagi muridnya tak pernah menghargai. Setidaknya kita belajar dengan baik pun guru akan merasa senang. Perilaku murid yang baik terhadap guru yang mengajarkan ilmu agama mau pun ilmu umum yang betul ajarannya ialah :
  1. Selalu hormat padanya
    arti hormat disini, kita sebagai seorang murid hendaklah mengikuti segala perintahnya selama kita berada di sekolah.
  2.  Mengikuti kegiatan belajar dengan baik
  3. Tidak membangkang perkataannya
  4. Jangan bertanya sebelum guru kita berhenti berbicara
Di antara akhlaq kepada guru adalah memuliakan, tidak menghina atau mencaci-maki guru, sebagaimana sabda Rosululloh saw :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ كَبِيرَنَا وَ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dan tidak menyayangi orang yang lebih muda,” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi).
Hendaklah kita hormat kepada guru kita, karena tiada bergunalah serta bermanfaat semua ilmu kita jika durhaka kepada guru kita. Kita bisa membaca, menulis, berhitung itu karena jasa sang guru. Maka jikalau kita ingin ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat berbaktilah kalian pada guru kalian. [santi/islampos/adabulinsan]

Thursday, November 6, 2014

Larangan untuk Berbisik-bisik Bagi Dua Orang Tanpa Menyertakan Orang Ketiga



بسم الله الرحمن الرحيم
عن عبد الله رضي الله عنه: قال النبي صلى الله عليه وسلم: (إذا كنتم ثلاثة، فلا يتناجى رجلان دون الآخر حتى تختلطوا بالناس، أجل أن يحزنه).
 “Dari Ibni Mas’ud –Rodhiyallohu ‘anhu-, bahwasannya Rosululloh –Sholallohu ‘alaihi wasalam- bersabda : “Apabila kalian bertiga, maka janganlah dua orang berbisik-bisik tanpa  mengikut sertakan yang lain, sampai mereka berkumpul dengan manusia yang lainnya, karena yang demikian itu akan menyusahkan orang yang tidak diajak berbisik”(HR. Bukhori dan Muslim).
Ma’na Al hadits:
Nabi –Sholallohu ‘alaihi wasalam- adalah orang yang sangat bersemangat didalam mengokohkan tali persaudaraan diantara kaum muslimin, dan beliau melarang terhadap segala perkara yang dapat menimbulkan terjadinya permusuhan dan perpecahan diantara kaum muslimin.
Maka di dalam hadits ini Nabi –Sholallohu ‘alaihi wasalam- melarang bagi dua orang untuk berbisik-bisik pada saat orang ke tiga hadir bersama mereka, karena yang demikian itu akan menyakiti dan menyempitkan (dada) orang ke tiga  yang hadir bersama mereka. Karena dia (orang ke tiga) akan menyangka bahwasannya kedua orang tersebut (yang sedang berbisik-bisik) sedang memperbincangkan tentang dirinya dengan sesuatu yang tidak ia sukai. Atau mungkin dia (orang ketiga) akan menyangka, keduanya berniat melakukan perbuatan jahat kepadanya. Atau dia akan menyangka bahwa kehadirannya di tengah-tengah mereka tidak mereka kehendaki, sehingga dia tidak berhak untuk mendengar pembicaraan yang sedang terjadi diantara kedua orang tersebut.
Dan di dalam perbutan ini (yakni berbisik-bisik diantara dua orang tanpa menyertakan orang ketiga), terdapat di dalamnya unsur penghinaan terhadap orang ketiga yang tidak mereka ajak berbisik. Berdasarkan atas hal tersebut, maka berbisik-bisik diantara dua orang tanpa menyertakan orang ketiga akan menjadi akibat timbulnya permusuhan dan kebencian dari pihak orang ketiga kepada keduanya. Dan ini adalah perkara yang dilarang oleh agama Islam.
Akan tetapi, ketika seseorang ingin berbisik-bisik dengan orang lain dan bersama keduanya ada orang ketiga, maka wajib bagi keduanya untuk menunggu sampai  mereka berkumpul dengan manusia yang lainnya, atau sampai orang ketiga itu pergi, agar keduanya dapat bersendirian didalam melakukan pembicaraan yang terjadi diantara mereka, sehingga lenyaplah bahaya sebagaimana yang diisyarotkan oleh hadits.
Faidah-faidah Al Hadits:
1.  Tidak halal bagi dua orang untuk berbisik-bisik tanpa menyertakan orang ketiga, atau tidak halal bagi  tiga orang atau lebih untuk berbisik-bisik tanpa menyertakan salah seorang diantara mereka kecuali orang tersebut mengijinkan hal yang demikian itu.
2.  Larangan untuk berbisik-bisik itu terjadi pada perkara yang mubah, adapaun berbisik-bisik pada perkara  selain perkara mubah maka hukumnya harom, meski tidak ada seorangpun yang bersama orang yang berbisik-bisik tersebut.
3. Apabila mereka berempat, dan dua orang diantara mereka berbisik-bisik, tanpa menyertakan dua orang yang lainnya, atau jumlah mereka lebih banyak dari empat orang, dan segolongan dari mereka berbisik-bisik tanpa menyertakan golongan yang lainnya, maka tidak ada larangan dalam hal ini.
4.  Dan termasuk dalam larangan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits adalah apabila dua orang berbicara dengan bahasa yang tidak difahami oleh orang ketiga, padahal ada bahasa yang bisa difahami oleh semua pihak.
5.  Agama islam mengajarkan kepada pengikutnya untuk berahlaq dengan ahlaq yang mulia serta tingkah laku yang lurus.



Maroji’ : silsilah ta’lim al lughoh al ‘arobiyah (al hadits asy syarif mustawa tsani’)
Diterjemahkan oleh Ummu Abdirrohman Najiyah Ibnat Kaswit
Ghoffarollohu ‘anhaa wa waalidaihaa

http://muhibbatul-ilmi.blogspot.com/

Monday, October 27, 2014

Keutamaan Bulan Muharram



Jendela-Keluarga: Hari-hari ini kita telah memasuki bulan Muharram tahun 1436 Hijriah. Seakan tidak terasa, waktu berjalan dengan cepat, hari berganti hari, pekan, bulan, dan tahun berlalu silih berganti seiring dengan bergantinya siang dan malam. Bagi kita, barangkali tahun baru ini tidak seberapa berkesan karena negara kita tidak menggunakan kalender Hijriah, tetapi Masehi. Dan yang akrab dalam keseharian kita adalah hitungan kalender Masehi. Tanggal lahir, pernikahan, masuk dan libur kantor dan sebagainya. Akan tetapi sebagai seorang muslim kita perlu untuk sejenak menghayati beberapa hal yang terkait dengan penanggalan Islam ini. Beberapa hal yang seyogyanya kita jadikan renungan itu adalah :

1. Syukur atas Usia yang diberikan Allah 

Umur adalah nikmat yang diberikan Allah pada kita, dan jarang kita syukuri. Betapa banyak orang yang kita kenal, baik teman, sahabat , keluarga, guru, atau siapa pun yang kita kenal, tahun lalu masih hidup bersama kita. Bergurau, berkomunikasi, mengajar, menasehati atau melakukan aktifitas hidup sehari-hari, namun tahun ini dia telah tiada. Dia telah wafat, menghadap Allah Suhanahu wa ta’ala dengan membawa amal shalehnya dan mempertanggungjawabkan kesalahannya. Sementara kita saat ini masih diberi Allah kesempatan untuk bertaubat, memperbaiki kesalahan yang kita perbuat, menambah amal shaleh sebagai bekal menghadap Allah.
 
Umur yang kita hitung pada diri kita seringkali kita tetapkan berdasarkan hitungan kalender Masehi. Dan hitungan atau jumlah usia kita tentu akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan hitungan yang mengacu pada kalender hijriyah. Sementara, lepas dari masalah ajal yang akan datang menjemput sewakatu-waktu, terkadang kita menganggap usia kita yang dibanding Rasulullah saw. yang wafat pada usia 63 tahun, kita merasa masih jauh dari angka itu. Padahal bisa jadi hitungan umur kita telah lebih banyak dari yang kita tetapkan. Karena itu sangat tidak layak apabila seseorang yang masih diberi kesehatan, kelapangan rizki dan kesempatan untuk beramal lalai bersyukur pada Allah dengan mengabaikan perintah-perintahNya serta sering melanggar larangan-laranganNya.

2. Muhasabah (introspeksi diri) dan istighfar.

Ini adalah hal yang penting dilakukan setiap muslim. Karena sebuah kepastian bahwa waktu yang telah berlalu tidak mungkin akan kembali lagi, sementara disadari atau tidak kematian akan datang sewaktu-waktu dan yang bermanfaat saat itu hanyalah amal shaleh. Apa yang sudah dilakukan sebagai bentuk amal shaleh? Sudahkah tilawah al-Qur’an, sedekah dan dzikir kita menghapuskan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan? Malam-malam yang kita lewati, lebih sering kita gunakan untuk sujud kepada Allah, meneteskan air mata keinsyafan ataukah lebih banyak untuk begadang menikmati tayangan-tayangan sinetron, film dan sebagainya dari televisi? Langkah-langkah kaki kita, kemana kita gunakan? Dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan semacam ini selayaknya menemani hati dan pikiran seorang muslim yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, lebih-lebih dalam suasana pergantian tahun seperti sekarang ini. Pergantian tahun bukan sekedar pergantian kalender di rumah kita, namun peringatan bagi kita apa yang sudah kita lakukan tahun lalu, dan apa yang akan kita perbuat esok.
 
Allah berfirman :  (( يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوا الله إن الله خبير بما تعملون ))
 
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Hasyr: 18).

Ayat ini memperingatkan kita untuk mengevaluasi perbuatan yang telah kita lakukan pada masa lalu agar meningkat di masa datang yang pada akhirnya menjadi bekal kita pada hari kiamat kelak. 

Rasulullah saw bersabda : "Orang yang cerdas adalah orang yang menghitung-hitung amal baik (dan selalu merasa kurang) dan beramal shaleh sebagai persiapan menghadapi kematian".
Dalam sebuah atsar yang cukup mashur dari Umar bin Khaththab ra beliau berkata : "Hitunglah amal kalian, sebelum dihitung oleh Allah" 
 
3. Mengenang Hijrah Rasulullah saw
 
Sebenarnya dalam kitab Tarikh Ibnu Hisyam dinyatakan bahwa keberangkatan hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah adalah pada akhir bulan Shafar, dan tiba di Madinah pada awal bulan Rabiul Awal. Jadi bukan pada tanggal 1 Muharram sebagaimana anggapan sebagian orang. Sedangkan penetapan Bulan Muharram sebagai awal bulan dalam kalender Hijriyah adalah hasil musyawarah pada zaman Khalifah Umar bin Khatthab ra tatkala mencanangkan penanggalan Islam. Pada saat itu ada yang mengusulkan Rabiul Awal sebagai l bulan ada pula yang mengusulkan bulan Ramadhan. Namun kesepakatan yang muncul saat itu adalah bulan Muharram, dengan pertimbangan pada bulan ini telah bulat keputusan Rasulullah saw untuk hijrah pasca peristiwa Bai’atul Aqabah, dimana terjadi bai’at 75 orang Madinah yang siap membela dan melindungi Rasulullah SAW, apabila beliau datang ke Madinah. Dengan adanya bai'at ini Rasulullah pun melakukan persiapan untuk hijrah, dan baru dapat terealisasi pada bulan Shafar, meski ancaman maut dari orang-orang Qurais senantiasa mengintai beliau.
Peristiwa hijrah ini seyogyanya kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah, tetapi seorang muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan didalamnya. 
Rasulullah SAW, akan keluar dari rumah sudah ditunggu orang-orang yang ingin membunuhnya. Begitu selesai melewati mereka, dan harus bersembunyi dahulu di sebuah goa,masih juga dikejar, namun mereka tidak berhasil dan beliau dapat meneruskan perjalanan. Namun pengejaran tetap dilakukan, tetapi Allah menyelamatkan beliau yang ditemani Abu Bakar hingga sampai di Madinah dengan selamat. Allah menolong hamba yang menolong agamaNya. Perjalanan dari Mekah ke Madinah yang melewati padang pasir nan tandus dan gersang beliau lakukan demi sebuah perjuangan yang menuntut sebuah pengorbanan. Namun dibalik kesulitan ada kemudahan. Begitu tiba di Madianah, dimulailah babak baru perjuangan Islam. Perjuangan demi perjuangan beliau lakukan. Menyampaikan wahyu Allah, mendidik manusia agar menjadi masyarakat yang beradab dan terkadang harus menghadapi musuh yang tidak ingin hadirnya agama baru. Tak jarang beliau turut serta ke medan perang untuk menyabung nyawa demi tegaknya agama Allah, hingga Islam tegak sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk dunia saat itu. Lalu sudahkah kita berbuat untuk agama kita?

4. Kalender Hijriyah adalah Kalender Ibadah kita
 
Barangkali kita tidak memperhatikan bahwa ibadah yang kita lakukan seringkali berkait erat dengan penanggalan Hijriyah. Akan tetapi hari yang istimewa bagi kebanyakan dari kita bukan hari Jum’at, melainkan hari Minggu. Karena kalender yang kita pakai adalah Kalender Masehi. Dan sekedar mengingatkan, hari Minggu adalah hari ibadah orang-orang Nasrani. Sementara Rasulullah saw menyatakan bahwa hari jum’at adalah sayyidul ayyam (hari yang utama diantara hari yang lain). Demikian pula penetapan hari raya kita, baik Idul Adha maupun Idul Fitri pun mengacu pada hitungan kalender Hijriyah. Wukuf di Arafah yang merupakan satu rukun dalam ibadah haji, waktunya pun berpijak pada kalender hijriah. Begitu pula awal Puasa Ramadhan, puasa ayyamul Bidh ( tanggal 13,14,15 tiap bulan) dan sebagainya mengacu pada Penanggalan Hijriah. Untuk itu seyogyanya bagi setiap muslim untuk menambah perhatiannya pada Kalender Islam ini.

5. Beberapa Keutamaan dan Peristiwa di Bulan Muharram 

a. Bulan Haram
 
Muharram, yang merupakan bulan pertama dalam Kalender Hijriyah, termasuk diantara bulan-bulan yang dimuliakan (al Asy- hurul Hurum). Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
"Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan lanit dan bumi, diantaranya terdapat empat bulan haram." (Q.S. at Taubah :36).
 
Dalam hadis yang dari shahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaiman bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati : 3 bulan berturut-turut; Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada tsaniah dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
 
Pada keempat bulan ini Allah melarang kaum muslimin untuk berperang. Dalam penafsiran lain adalah larangan untuk berbuat maksiat dan dosa. Namun bukan berarti berbuat maksiat dan dosa boleh dilakukan pada bulan-bulan yang lain.
Sebagaimana ayat Al Qur’an yang memerintahkan kita menjaga Shalat Wustha, yang banyak ahli Tafsir memahami shalat wustha adalah Shalat Ashar. Dalam hal ini, shalat Ashar mendapat perhatian khusus untuk kita jaga.
 
Firman Allah : "Peliharalah segala shalat mu, dan peliharalah shalat wustha" (Q.S. al Baqarah :238) Nama Muharram secara bahasa, berarti diharamkan. Maka kembali pada permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, hal tersebut bermakna pengharaman perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah memiliki tekanan khusus untuk dihindari pada bulan ini.

b. Bulan Allah

Bulan Muharram merupakan suatu bulan yang disebut sebagai “syahrullah” (Bulan Allah) sebagaimana yang disampaikan Rasulullah SAW, dalam sebuah hadis. Hal ini bermakna bulan ini memiliki keutamaan khusus karena disandingkan dengan lafdzul Jalalah (lafadz Allah). Para Ulama menyatakan bahwa penyandingan sesuatu pada yang lafdzul Jalalah memiliki makna tasyrif (pemuliaan), sebagaimana istilah baitullah, Rasulullah, Syaifullah dan sebagainya. 

Rasulullah bersabda : “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bula Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (H.R. Muslim)
 
c. Sunnah Berpuasa
 

Di bulan Muharram ini terdapat sebuah hari yang dikenal dengan istilah Yaumul 'Asyuro, yaitu pada tanggal sepuluh bulan ini. Asyuro berasal dari kata Asyarah yang berarti sepuluh.
 

Pada hari Asyuro ini, terdapat sebuah sunah yang diajarkan Rasulullah saw. kepada umatnya untuk melaksanakan satu bentuk ibadah dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Yaitu ibadah puasa, yang kita kenal dengan puasa Asyuro. Adapun hadis-hadis yang menjadi dasar ibadah puasa tersebut, diantaranya :

1.Diriwayatkan dari Abu Qatadah ra, Rasulullah saw, bersabda :
 

“ Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
 

2. Ibnu Abbas ra berkata :
 

"Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw, berupaya keras untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari as Syura dan bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
 

3. Ibnu Abbas ra berkata :
 

Ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari‚ Asyura, maka Beliau bertanya : "Hari apa ini?. Mereka menjawab :“ini adalah hari istimewa, karena pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, Karena itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini. Rasulullah pun bersabda :
"Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian

Maka beliau nerpuasa dan memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa. (H.R. Bukhari dan Muslim)
 

4.Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas ra berkata :
 

Ketika Rasulullah saw. berpuasa pada hari asyura dan memerintahkan kaum muslimin berpuasa, mereka (para shahabat) berkata : "Ya Rasulullah ini adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nasrani". Maka Rasulullah pun bersabda :"Jika tahun depan kita bertemu dengan bulan Muharram, kita akan berpuasa pada hari kesembilan (tanggal sembilan).“ (H.R. Bukhari dan Muslim)
 

Imam Ahmad dalam musnadnya dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw. bersabda : 
"Puasalah pada hari Asyuro, dan berbedalah dengan Yahudi dalam masalah ini, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.“
Selain hadis-hadis yang menyebutkan tentang puasa di bulan ini, tidak ada ibadah khusus yang dianjurkan Rasulullah   untuk dikerjakan di bulan Muharram ini.

Bagaimana Berpuasa di bulan Asyura ?  

Ibnu Qoyyim dalam kitab Zaadul Ma’aad –berdasarkan riwayat-riwayat yang ada- menjelaskan :
-  Urutan pertama, dan ini yang paling sempurna adalah puasa tiga hari, yaitu    

   puasa tanggal sepuluh ditambah sehari sebelum dan sesudahnya (9,10,11)
-  Urutan kedua, puasa tanggal 9 dan 10. Inilah yang disebutkan dalam banyak  

   hadits
-  Urutan ketiga, puasa tanggal 10 saja.
 

Puasa sebanyak tiga hari (9,10,dan 11) dikuatkan para para ulama dengan dua alasan sebagai berikut :
 

1. Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan penetapan awal bulannya tidak tepat,maka puasa tanggal sebelasnya akan dapat memastikan bahwa seseorang mendapatkan puasa Tasu’a (tanggal 9) dan Asyuro (tanggal 10)
 

2. Dimasukkan dalam puasa tiga hari pertengahan bulan (Ayyamul bidh).
Adapun puasa tanggal 9 dan 10, dinyatakan jelas dalam hadis  pada akhir hidup beliau sudah merencanakan
ryang shahih, dimana Rasulullah  untuk puasa pada tanggal 9. hanya saja beliau meninggal sebelum melaksanakannya. Beliau juga memerintahkan para shahabat untuk berpuasa pada tanggal 9 dan tanggal 10 agar berbeda dengan ibadah orang-orang Yahudi.
 

Sedangkan puasa pada tanggal sepuluh saja, sebagian ulama memakruhkannya, meskipun pendapat ini tidak dikuatkan sebagian ulama yang lain.
Secara umum, hadits-hadis yang terkait dengan puasa Muharram menunjukkan anjuran Rasulullah saw untuk melakukan puasa,sekalipun itu hukumnya tidak wajib tetapi sunnah muakkadah, dan tetunya kita berusaha untuk menghidupkan sunnah yang telah banyak dilalaikan oleh kaum muslimin.

d. Diantara Peristiwa di Bulan Muharram
 

Pada tanggal 10 Muharram 61H, terjadilah peristiwa yang memilukan dalam  di sebuah tempatr cucu Rasulullah tsejarah Islam, yaitu terbunuhnya Husein  yang bernama Karbala. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan “Peristiwa Karbala”. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh pendukung Khalifah yang sedang berkuasa pada saat itu yaitu Yazid bin Mu’awiyah, meskipun sebenarnya Khalifah sendiri saat itu tidak menghendaki pembunuhan tersebut.
 

Peristiwa tersebut memang sangat tragis dan memilukan bagi siapa saja yang mengenang atau membaca kisahnya, , dan kita tentu mencintai danrapalagi terhadap orang yang dicintai Rasulullah  memuliakannya. Namun musibah apapun yang terjadi dan betapapun kita sangat , hal itu jangan sampai membawa kita larut dalamrmencintai keluarga Rasulullah  kesedihan dan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai bentuk duka dengan  yangrmemukul-mukul diri, menangis apalagi sampai mencela shahabat Rasulullah  tidak termasuk Ahli Bait (keluarga dan keturunan beliau). Yang mana hal ini biasa dilakukan suatu kelompok syi'ah yang mengaku memiliki kecintaan yang sangat tinggi terhadap Ahli Bait (Keluarga Rasulullah), pdahal kenyataanya tidak demikian.

e. Adat Istiadat di Tanah Air
 

Pada awal Muharram, yang sering dikenal dengan istilah 1 Suro, di tanah air sering diadakan acara ritual dan adat yang beraneka macam bahkan tidak jarang mengarah pada kesyirikan, seperti meminta berkah pada benda-benda yang dianggap keramat dan sakti, membuang sesajian ke laut agar Sang Dewi penjaga laut tidak marah dan lain sebagainya. Hal-hal semacam ini harus dihindari oleh setiap muslim dimanapun mereka berada.
 
Rasulullah telah mengajarkan pada kita agar  memiliki jati diri sebagai seorang Muslim dalam kehidupan. Jangan sampai seorang muslim mudah terbawa oleh budaya atau ritual agama lain dalam menjalankan ibadah pada Allah. Ajaran yang dibawa Rasulullah telah jelas dan sempurna tidak layak bagi kita untuk menambah atau menguranginya.
 

Karena sebaik-baik pedoman adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau, yang tidak ada keselamatan kecuali dengan berpegang kepada keduanya dengan mengikuti pemahaman para sahabat, tabi'in dan penerus mereka yang setia berpegang kepada sunnahnya dan meniti jalannya, adapun hal-hal baru dalam masalah agama adalah sesat sedangkan kesesatan itu akan menghantarkan ke neraka, wal'iyadzubillah. 

Semoga kita selalu diberi taufiq dan dibimbing oleh Allah swt. Kejalan-Nya yang lurus serta mendapatkan keridhaan dan ampunany-Nya, amin ya rabbal 'alamin.

Oleh: Islamhouse team Indonesia