Selamat Datang di Web Jendela Keluarga Aris Nurkholis - Ratih Kusuma Wardani

Jendela Keluarga: Mewujudkan Keluarga Islami

Keluarga muslim adalah keluarga yang dibangun atas dasar nilai-nilai keislaman, Setiap anggota keluarga komintmen terhadap nilai-nilai keislaman. Sehingga keluarga menjadi tauladan dan lebih dari itu keluarga menjadi pusat dakwah Islam.

Merajut Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah

Keluarga sakinah adalah keluarga yang semua anggota keluarganya merasakan cinta kasih, keamanan, ketentraman, perlindungan, bahagia, keberkahan, terhormat, dihargai, dipercaya dan dirahmati oleh Allah SWT.

Cinta Tanpa Syarat

Ketika suami dan isteri sudah menetapkan “cinta tanpa syarat” dan saling memahami, maka perbedaan dan pertengkaran tidak membesar menjadi konflik yang merusakkan kebahagiaan keluarga.

Cinta Tidak Harus Dengan Kata

Mencintai dengan sederhana, adalah mencintai “dengan kata yang tak sempat diucapkan” dan “dengan isyarat yang tak sempat disampaikan”.

Komunikasi dan Interaksi Penuh Cinta

Hal yang sangat vital perannya dalam menjaga keharmonisan rumah tangga adalah interaksi dan komunikasi yang sehat, komunikasi yang indah dan melegakan serta komunikasi penuh cinta antara seluruh anggotanya.

Monday, June 22, 2015

Tentang Qadha, Fidyah dan Kafarat Dalam Puasa

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

abdullah-haidir

Dalam masalah puasa, ada masalah qadha, fidyah dan kafarat. Bagaimana pemahamannya? Sebelum itu mari kita pahami dahulu apa beda ketiganya.

Qadha adalah mengganti hutang puasa dengan puasa di kemudian hari. Fidyah, mengganti hutang puasa dengan memberi makan untuk orang miskin. Kafarat: Menebus pelanggaran membatalkan puasa dengan sejumlah ketentuan yang ditetapkan syariat.

Beda fidyah dengan kafarat adalah; Fidyah menebus puasa yang ditinggalkan karena uzur syar’i, maksudnya memang boleh berbuka. Sedangkan kafarat adalah menebus puasa yang batal karena pelanggaran. Nanti kita bahas lebih lanjut.

Qadha puasa berlaku bagi mereka yang meninggalkan puasa dan dikemudian hari masih memiliki kekuatan fisik untuk berpuasa. Misal, karena sakit atau safar, haid, nifas.. Atau alasan lain selain sakit dan safar sehingga seseorang tidak dapat berpuasa.

Waktu qadha bersifat luas hingga sebelum Ramadan berikutnya. Namun semakin cepat diqadha, lebih baik. Bahkan sebagian ulama berpendapat qadha puasa dahulu sebelum puasa sunah Syawal. Sebagian lainnya menganggap tidak mengapa sebaliknya.

Jika Ramadan berikutnya dia belum juga mengqadha hutang puasanya tanpa alasan jelas, yang paling utama dia mohn ampun atas kelalaiannya. Berikutnya dia harus tetap mengqadha puasa Ramadan sebelumnya. Sebagian ulama mengharuskannya membayar kafarat atas kelalaiannya. Kafaratnya adalah memberi makanan pokok satu mud kepada fakir miskin, jumlahnya 1 kg kurang sedikit, untuk setiap hari yang ditinggalkan. Kalau mau dimasak dahulu, lalu diundang makan fakir miskin sejumlah puasa yang ditinggalkan itu juga baik. Tapi jika sebabnya bukan kelalaian, karena kondisi dia tidak sempat qadha selama setahun itu, maka tidak dianggap lalai, cukup dia mengqadha.

Bagaimana kalau jumlah harinya tidak diketahui pasti? Dikira-kira saja yang lebih dekat dengan keyakinan.
Bagaimana jika sengaja tidak puasa tanpa alasan syar’i? Yang paling utama adalah bertaubat, karena hal tersebut dosa besar. Dia harus qadha puasanya. Selain itu dia pun harus bayar kafarat jika puasa yang dia tinggalkan belum diqadha setelahh melewati Ramadan berikutnya.

Sekarang kita beralih ke masalah fidyah. Fidyah dalam hal puasa berlaku bagi mrk yang tidak kuat berpuasa dan tidak lagi memiliki kemampuan fisik untuk berpuasa di hari lainnya. Yang umum disebutkan dalam golongan ini adalah orang tua renta yang sudah tak mampu berpuasa, juga orang sakit yang tak ada harapan sembuh. Caranya adalah dengan memberikan makanan pokok sejumlah hari yang dia tinggalkan.

أَيَّامٗا مَّعۡدُودَٰتٖۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدۡيَةٞ طَعَامُ مِسۡكِينٖۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرٗا فَهُوَ خَيۡرٞ لَّهُۥۚ وَأَن تَصُومُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ١٨٤

(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah 184).

Para ulama berbeda pendapt terkait takaran yang harus dikeluarkan sbg fidyah. Ada yang mengatakan satu mud, setengah sha atau satu sha. Perlu diingat 1 sha itu adalah 4 raupan kedua tangan orang dewasa. Nah, 1 raupan kedua tangan itu disebut 1 mud. Jadi 1 sha adalah 4 mud. Maka 1 sha itu kisarannya 3 kg, setengah sha itu 1,5 kg, 1 mud itu 1 kg kurang. Banyak ulama yang memakai pendapat setengah sha dalam masalah ini. Saya memilih pendapat ini. Fidyah juga dapat dilakukan dengan menghidangkan menu lengkap siap dimakan kepada sejumlah orang sesuai jumlah hari yang ditinggalkan.

Yang sering ditanyakan dlm masalah ini adalah apakah wanita hamil dn menyusui yang tidak berpuasa, membayar qadha atau fidyah? Yang perlu diketahui, wanita hamil dan menyusui tidak langsung boleh tidak berpuasa jika dia merasa kuat berpuasa dan tidak khawatir dengan anaknya. Tapi jika wanita hamil/menyusui merasa lemah, atau khawatir berdampak buruk bagi janin/bayinya jika dia berpuasa, mk dia boleh tidak berpuasa.
Nah, jika wanita hamil/menyusui tidak puasa Ramadan, bagaimana menggantinya, apakah qadha atau fidyah? Dalam perkara ini para ulama berbeda pendapat sejak dulu hingga sekarang. Jumhur ulama berpendapat bhw wanita hamil/menyusui yang tidak berpuasa, dia harus qadha di bulan lainnya sejumlah hari yang ditinggalkan. Bahkan ada yang berpendapat, selain qadha juga harus mmbayar fidyah. Namun sebagian ulama berpendapat cukup qadha saja.

Secara umum, jumhur ulama berpendapat bhw wanita hamil/menyusui diserupakan dengan orang sakit yang ada harapan sembuh. Maka, kalau mereka diharuskan qadha, wanita hamil/menyusui juga diharuskan qadha. Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa wanita hamil/menyusui yang tidak berpuasa ckp membayar fidyah saja. Pendapat ini bersumber dari Ibnu Abbas dn Ibnu Umar yang memasukkan wanita hamil/menyusui dlm kelompok orang tua renta yang tak kuat puasa.

Membayar fidyah cukup memiliki landasan kuat, namun mengqadha puasa lebih hati-hati.
Sekarang kita beralih ke masalah kafarat dlm puasa. Seperti telah disampaikan, kafarat adalah untuk puasa yang batal karena pelanggaran. Dalam hal ini berlaku bagi mrk yang berjimak di siang hari Ramadan saat mrk berpuasa.

Disebutkan dalam hadits muttafaq alaih ada seorang shahabat yang berjimak di siang hari Ramadan, maka Nabi suruh dia bayar kafarat. Kafaratnya adalah, merdekakan budak. Jika tidak ada, puasa 2 bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, beri makan 60 orang miskin. Itupun diiringi taubat atas kemaksiatannya juga qadha hari itu yang batal puasanya. Puasa 2 bulan harus berturut-turut. Jika batal sehari, maka tidak berlaku. Tapi jika ada uzur, seperti haidh atau sakit misalnya, maka dapat diteruskan. Jika tak mampu berpuasa, maka beri makan 60 orang miskin. Caranya sama dengan fidyah yang telah dijelaskan.

Bagaimana jika berjimak di siang hari Ramadan saat uzur berpuasa, seperti saat safar? Tidak kena kafarat, tapi harus qadha puasa hari itu. Yang terkena kafarat, suami isteri jika keduanya melakukan suka sama suka. Lain halnya jika isteri dipaksa. Jika bercumbu saja hingga keluar mani atau masturbasi hingga keluar mani, tidak kena kafarat. Tapi puasanya batal dan harus qadha. Qadhanya di luar Ramadan, seperti biasa, sesuai jumlah hari yang dia tinggalkan. Tentu diiringi taubat karena kelalaiannya.

Satu lagi dalam bab qadha, jika seseorang sebelum qadha puasanya keburu meninggal, apa yang dilakukan? Jika seseorang meninggal sebelum sempat mengqadha puasanya, ada dua kemungkinan. Dia belum sempat mengqadha karena uzur syar’i. Misalnya, bulan ramadan haid, setelah ramadan sakit, lalu meninggal. Atau tidak puasa karena sakit yang diperkirakan sembuh. Ternyata sehabis Ramadan terus sakitnya hingga wafat. Orang spt ini tidak ada kewajiban apa2, juga bagi kerabatnya. Karena dia tidak puasa dan tidak qadha karena uzur.

Kondisi kedua, jika seseorang dlm keadaan mampu mengqadha puasanya setelah ramadan, namun dia tunda-tunda hingga keburu wafat. Untuk orang dengan kondisi ini, sebagian ulama berpendapat bayar fidyah, sebagian lainnya berpendapat agar kerabatnya mengqadha puasa untuknya.

Yang cukup kuat adalah mengqadha puasanya oleh para kerabatnya, sejumlah hari yang ditinggalkan. Karena ada hadits dalam masalah ini, yaitu “Siapa yang meninggal tapi punya kewajiban puasa, maka keluarganya puasa untuknya.” muttafaq alaih. Juga ada hadits riwayat Muslim, Rasulullah saw memerintahkan seorang anak untuk mengqadha puasa ibunya.

Jika hari puasanya banyak, caranya dapat dibagi di antara kerabatnya, lalu mereka berpuasa untuk mengqadha puasa orang tersebut.

Wallahua’lam…

(Manhajuna/AFS)
Ustadz Abdullah Haidir, Lc., lahir dan besar di Depok, menyelesaikan pendidikan sarjana di LIPIA jurusan syari’ah. Sehari-hari beliau menjadi da’i di Kantor Jaliyat Sulay, sebuah lembaga yang memberikan penyuluhan tentang Islam kepada pendatang di Riyadh Arab Saudi. Selain itu aktifitas beliau adalah menjadi penulis buku dan kontributor artikel dakwah, mengisi taklim komunitas WNI, serta juga menjadi penerjemah khutbah Jum’at di Masjid Al Rajhi. Setelah 15 tahun berdidikasi di kota Riyadh, beliau memutuskan untuk kembali ke tanah air.

Wednesday, June 10, 2015

Menyiapkan Diri dan Keluarga Menyambut Ramadhan

Photo Keluarga Aris-Dani

Alhamdulillah saat ini kita sudah berada di bulan Sya'ban, itu artinya sebentar lagi kita akan memasuki bulan yang mulia, bulan penuh keberkahan yaitu bulan suci Ramadhan. Bulan ini adalah bulan khusus yang Allah sediakan kepada hambanya sebagai madrasah untuk mencapai derajat tertinggi di hadapan-Nya yaitu ketaqwaan. Sudah selayaknya kita semua menyambutnya dengan penuh suka cita dan bahagia akan datangnya bulan suci ramadhan ini. Namun tidak semua umat muslim memiliki perasaan yang sama dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Setidaknya terdapat dua sikap orang dalam menyambut dan menghadapi bulan penuh keberkahan, rahmat dan maghfirah yaitu bulan Ramadhan. 

Pertama adalah mereka yang bergembira dan penuh antusias serta suka cita dalam menyambut datangnya  bulan Ramadhan. Karena baginya, bulan Ramadhan adalah kesempatan besar yang Allah anugerahkan kepada siapa saja yang dikehendaki untuk menambah bekal spiritual dan bertaubat dari semua dosa dan kesalahan. Ramadhan baginya adalah bulan bonus di mana Allah melipatgandakan pahala amal kebaikan. Maka segala sesuatunya dipersiapkan untuk menyambut dan mengisinya. Baik mental, ilmu, fisik, harta, dan spiritual. Bahagia, karena di bulan ini terdapat janji dijauhkannya seseorang dari api neraka.
 
Sedangkan yang kedua adalah mereka yang dalam menyambutnya dengan sikap yang dingin. Tidak ada suka-cita dan bahagia sedikitpun. Bahkan lebih miris lagi ada sebagian orang yang cenderung antipati dan tidak senang akan datangnya bulan ramadhan. Baginya, Ramadhan tidak ada bedanya dengan bulan-bulan lain. Orang seperti ini tidak bisa memanfaatkan Ramadhan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Dosa dan kesalahan tidak membuatnya risau dan gelisah hingga tak ada upaya maksimal untuk menghapusnya dan menjadikan Ramadhan sebagai momen untuk kembali kepada Allah. Padahal para sahabat dan salafus-shalih  senantiasa menyambut bulan Ramadhan dengan bahagia dan suka cita serta selalu melakukan persiapan baik mental, material dan spiritual.  

Oleh karena itu, agar Ramadhan yang tak lama lagi akan kita sambut ini bisa memberikan kemanfaatan yang optimal, lebih bermakna dan membekas dalam diri dan keluarga kita maka diperlukan kesiapan yang memadai dari setiap pribadi, termasuk kesiapan keluarga kita dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan. Pertanyaannya adalah sudahkah saat ini kita mempersiapkan diri dan keluarga kita untuk menyambut Ramadhan? Apa saja yang sudah atau akan kita persiapkan untuk menyambutnya? Alangkah baiknya jika kita sudah bersiap-siap menyambutnya sejak sekarang, bahkan seharusnya jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadhan. sebagaimana yang dicontohkan oleh Rosulullah SAW mempersiapkan bulan suci Ramadhan sejak bulan Rajab bahkan jauh hari sebelumnya.

Pertama-tama tentunya memulai dengan doa seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW yaitu, “Ya Allah, berikanlah kepada kami keberkatan pada bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami kepada Ramadhan”.

Ustad Cahyadi takariawan dalam sebuah tulisanya menyampaikan ada beberapa persiapan yang harus disiapkan. Diantara cara menyiapkan diri dan anggota keluarga kita adalah dengan beberapa aktivitas berikut:

Pertama, buatlah acara bersama seluruh anggota keluarga

Carilah waktu yang tepat beberapa hari sebelum Ramadhan untuk membuat acara bersama seluruh anggota keluarga. Suami, isteri dan anak-anak berkumpul dalam suasana yang santai dan nyaman. Pada saat berkumpul itulah, orang tua menyampaikan pesan-pesan kepada anak-anak agar mereka bersiap menyambut kedatangan Ramadhan yang tinggal beberapa hari lagi tiba. Jika perlu, bisa mengundang teman atau ustadz untuk menyampaikan pesan-pesan menjelang Ramadhan. Pertemuan bisa dilakukan di rumah sambil makan malam bersama, atau mengambil tempat di luar sambil rekreasi keluarga

Kedua, buatlah target dan agenda Ramadhan bersama seluruh anggota keluarga

Salah satu tradisi yang baik dalam rumah tangga muslim adalah membuat target bacaan dan hafalan Al Qur’an selama Ramadhan. Misalnya, suami mentarget berapa kali khatam Al Qur’an selama Ramadhan, isteri berapa kali khatam, dan masing-masing anak khatam berapa kali. Tentu disesuaikan dengan kemampuan, namun masing-masing saling memotivasi untuk bisa lebih banyak khatam.

Dalam hal hafalan juga bisa ditarget, surat apa yang akan dihafal oleh masing-masing anggota keluarga selama Ramadhan. Bisa juga ditambah target membaca buku-buku tertentu yang bermanfaat, sesuai usia dan pendidikan anak-anak. Semua target tersebut bisa ditulis dalam kertas dan ditempel di dinding rumah untuk pengingat dan penyemangat untuk mencapai target. Keluarga saya menyebut ini sebagai “Janji Ramadhan”, dimana masing-masing dari kami berjanji untuk melaksanakan aktivitas sesuai target yang telah disepakati bersama keluarga.

Agenda Ramadhan hendaknya disepakati bersama keluarga, misalnya melaksanakan shalat tarawih dimana, melaksanakan i’tikaf dimana, buka puasa dimana, melaksanakan shalat Iedul Fitri dimana, dan seterusnya. Ini semua dimaksudkan agar Ramadhan menjadi lebih berkesan dan tidak membosankan. Misalnya, untuk melaksanakan shalat tarawih, bisa berganti-ganti masjid, sehingga bisa berganti-ganti suasana.

Ketiga, membersihkan dan memperindah rumah

Menjelang Ramadhan, buatlah suasana yang sedikit berbeda di rumah kita. Bersihkan rumah kita, lebih dari biasanya. Kalau setiap hari kita membersihkan rumah “sekedarnya”, maka menjelang Ramadhan ini kita bersihkan rumah hingga detail, semua bagian dibersihkan. Setelah bersih, bisa dibuat beberapa bagian hiasan di rumah, agar rumah sudah bernuansa Ramadhan saat memasuki bulan suci tersebut.

Keluarga saya paling suka menyiapkan tempat untuk makan sahur dan buka. Rumahnya tetap itu juga, namun suasananya berbeda ketika hari pertama makan sahur di bulan Ramadhan. Kami men-setting tempat sahur dan buka di bagian tertentu di rumah, dengan suasana yang berbeda dari biasanya. Hanya dengan memindah barang-barang tertentu, mengubah tata letak, atau mengecat satu bagian dinding, ini sudah tampak sangat berbeda dan berubah.

Keempat, menyiapkan perlengkapan Ramadhan

Menjelang Ramadhan sebaiknya sudah disiapkan berbagai perlengkapan yang menunjang kekhusukan dan kesuksesan ibadah Ramadhan. Misalnya, agar bersemangat mencapai target Ramadhan kita bisa membeli mushaf Al Qur’an baru, jika memiliki anggaran dana untuk itu. Namun jika tidak memiliki dana, cukuplah menggunakan Al Qur’an yang sudah ada. Termasuk perlengkapan yang diperlukan adalah jadwal imsakiyah, yang dengan mudah bisa di-download dari berbagai situs terpercaya.

Saya termasuk orang yang suka membeli Al Qur’an baru menjelang Ramadhan, karena hal ini bisa memberikan semangat baru. Selain itu, saya memang ingin di rumah saya tersedia banyak Al Qur’an karena setiap Ramadhan selalu digunakan tempat shalat tarawih anak-anak kampung, dan diteruskan dengan tadarus bersama. Kadang anak-anak menjadi lebih semangat melaksanakan shalat tarawih karena memiliki sarung baru atau sajadah baru. Namun itu semua harus disesuaikan dengan kondisi keuangan. Tidak boleh memaksakan diri untuk menghadirkan berbagai perlengkapan teknis tersebut.

Kelima, mengulang pelajaran ibadah Ramadhan

Salah satu sifat manusia adalah lupa. Kendati fikih Ramadhan sudah kita pelajari sejak kecil, namun penting bagi kita untuk mempelajari ulang berbagai ajaran tentang ibadah Ramadhan dan Idul Fithri. Bagus kalau kita mengajak semua anggota keluarga mempelajari lagi berbagai hal tentang fikih Ramadhan, agar pelaksanaan ibadah selama Ramadhan bisa lebih sempurna dan optimal.

Setiap kali saya mengisi kajian Ramadhan, berbagai pertanyaan di seputar ibadah Ramadhan selalu muncul dan berulang. Ini menandakan, kita harus selalu mengulang pelajaran ibadah Ramadhan sebelum memulai bulan Ramadhan, agar ingatan kita tersegarkan kembali.

Demikianlah beberapa aktivitas untuk menyambut bulan Ramadhan bersama seluruh anggota keluarga. Semoga Ramadhan 1436 H ini menjadi lebih sempurna dan memberikan keberkahan bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara kita. Amin.


Referensi bacaan: 
http://www.salimah.or.id/menyiapkan-keluarga-menyambut-ramadhan/
http://www.kompasiana.com/pakcah/menyiapkan-keluarga-untuk-menyambut-ramadhan-1436-h_556c22cc339373f2048b4567
http://ummi-online.com/7-tips-mempersiapkan-keluarga-menyambut-bulan-ramadhan.html