Jendela-Keluarga.com - Lazimnya dalam sebuah perkumpulan,
hidup berada dalam satu atap organisasi atau jamaah, tak akan ada yang
100 % mulus tanpa hambatan. Terlebih kita adalah manusia, dengan segala
keunikan karakter, latar belakang, dan tentunya style masing-masing
orang berbeda.
Wajar bila dalam perjalanan hidup berjamaah,
sesekali seorang anggota-kader-simpatisan, merasakan badmood (al-majaz
as-salbi). Efeknya bisa beragam: 1. Pasif, tetap bergabung tapi minim
kontribusi; 2. Berhenti sejenak, untuk menetralisir suasana; 3. Kritis,
dengan tetap mengedepankan etika dan adab berjamaah; 4. Merusak, menebar
aib lalu menyerang.
Uniknya, penyikapan terhadap suasana badmood
selalu reaktif dan bukan persuasif antisipatif. Katakanlah seorang
qiyadah atau pimpinan bukan muhasabah (melihat ke dalam) namu acap
menunjuk hidung, mencari kambing hitam, tanpa pernah menyentuh substansi
permasalahan. Akhirnya borok kecil yang terus dirojok pun menganga,
mengakibatkan infeksi, pendarahan, dan ujung-ujungnya amputasi.
Ada
baiknya sebagai kader-kader dakwah, yang tiada lain harapan Indonesia
masa depan. Ada baiknya kita menerapkan tarbiyyah dzatiyah untuk diri
kita di semua level dan tingkatan pembinaan. Tarbiyah dzatiyah tersebut
adalah:
- Tidak memelihara negative thingking.
Istilah
kata, mengedepankan salamatush shadr (kelapangan dada). Sebab
memelihara pemikiran negatif, sama saja dengan merawat penyakit. Ini
rahasianya, mengapa larangan al-ghill dan zhann itu justru bagi
orang-orang beriman kepada sesama orang beriman.
- Tentukan pilihan: Bahagia berjamaah dan Bahagiakan jamaah!
Tak
ada kebahagiaan saat hidup menyendiri. Namun bila berjamaah malah
menambah resah, maka ada dipastikan ada yang salah! Karena pada
dasarnya, berjamaah itu mendatangkan bahagia. Maka tugas kita pun
membahagiakan jamaah. Abu Dzar Al-Ghiffari pernah menasihati dalam
konteks seni berhubungan antar manusia, “Tipe manusia itu jika dikritik,
pasti akan mengkritik balik. Jika kau tinggalkan (tak perhatikan), maka
ia pun akan meninggalkan (tak perhatikan) kamu. Manusia itu tawanan
kebaikan.”
Prinsip berjamah adalah merangkai amal-amal kebaikan.
Tidak fokus pada kritik, pun tidak antikritik. Menawan sebanyak mungkin
orang dengan kebaikan-kebaikan. Itulah kebahagiaan!
- Fokus pada hal positif, apapun itu!
Tak
ada yang sempurna di dunia ini. Kesempurnaan hanya milik Allah. Ketika
kita cenderung mencari kesempurnaan dari jamaah, siap-siaplah kecewa.
Saat kita mencari pribadi sempurna, siap-siap terhina! Berjamaah itu
batu-bata menuju keridhaan Allah, bukan menuju kesempurnaan. Maka
tarbiyah mengajarkan, kita semua adalah juru-juru kebaikan bukan
juru-juru penghakiman.
- Menutup celah pada waswasil khannas minal jinnati wannaas.
Bisikkan,
provokasi, bahkan iming-iming adalah bagian dari upaya melanggengkan
penyakit hati. Jangan salah mencari teman curhat/curcol. Bisikan jin dan
manusia itu tak kenal marhalah/level/jenjang tarbiyah seseorang.
Siapapun bisa dihinggapi, tanpa sadar. Cemburu. Iri dengki. Tidak puas.
Malah perasaan senioritas, justru menjadi penyakit akut yang belum
tuntas hingga detik ini.
- Istafti qalbaka, dengarkan suara hati.
Bila
badmood hinggap, segera tanyakan pada hati: untuk apa sebenarnya kita
hidup berjamaah? Menjadi anggota dewan? Menjadi pejabat? Mendapat proyek
Gubernur/bupati/walikota? Atau meraih ridha Allah Ta’ala? Tentu hati
nan selalu basah dengan dzikrullah, ma’tsurat, dan dzikir Qurani. Adapun
hati yang sudah bersemayam ghill, suu zhann, tak patut diminta
pendapat.
- Tulis besar-besar 3 hal positif yang kita rasakan saat berjamaah!
Jangan
buang-buang waktu. Usia kita makin tua. Jalan juang masih terlalu
panjang. Jika kita hanya mengurusi sakit hati, tersinggung, atau
perasaan terpinggirkan, itu sama halnya kita menyerahkan masa depan umat
ini kepada srigala-srigala Yahudi-Salibis-Syiah.
Ada baiknya kita
tulis, 3 hal positif! Lakukan dengan benar! Tulis dengan stabilo tebal!
Hujamkan dalam hati, bahwa badmood itu hanyalah wabah!
Inilah
pola tarbiyah dzatiyah yang dilakukan baginda Nabi saw., pola tarbiyah
dzatiyah berkesinambungan. Mulai dari Al-Arqam bin Abil Arqam, hingga
tarbiyah maidaniyah di medan perjuangan. Tarbiyah yang beliau lakukan,
memunculkan mutiara terpendam dari potensi kader-kader dakwah Islam.
Tarbiyah itulah yang memoles style dan memperhalus karakter. Semoga!