BAGAI POHON KELAPA DI TEPI PANTAI
Jendela Keluarga - Idealnya, aku berharap hidupku dapat
berlangsung demikian. Laksana pohon kelapa di tepi pantai. Aku berdiri
tegak hadapi angin darat ataupun angin laut, tetap melambai indah dalam
badai maupun besarnya terjangan ombak. Aku ingin tetap menjadi garda
terdepan dalam mencegah abrasi, bersama bakau dan karang, saling
mendukung memecah gelombang yang datang menghadang. Aku ingin hidupku
bak si nyiur melambai, manfaat dari akar hingga daun, dari buah hingga
lidi, dan menghasilkan buah yang tak jauh jatuh dari pokoknya. Aku ingin
hidupku demikian, meski aku diterpa panas tapi aku mampu meneduhkan
orang sekitar. Menghilangkan dahaga juga lapar. Ingin mudaku adalah
tunas terjaga perlambang harapan dan masa depan, lalu bila aku menua,
aku tetap dikenang dan diingat sebagai si pemberi maslahat bukan
maksiat.
Ingin, hijauku membawa nilai keasrian dalam pandangan panas pinggir
pantai. Ingin tetap tumbuh dalam kondisi tanah apapun. Dan saat beberapa
pelintas mencemooh kesendirianku, aku akan tetap tegak, karena yakin,
bila kelak mereka melintas kembali mereka akan berteduh dan meminum
airku. Aku ingin demikian, bersama laut, yang menerima apapun. Laut
mengajariku menerima cibiran, sampah, kotoran, pujian, dan teriakan
dengan respon yang serupa, dan aku ingin bersamanya menjaga yang
demikian, tapi laut jauh derajat di atasku. Dan aku masih harus banyak
bersabar dan belajar untuk dapat menjadi sepertinya. Ingin tetap
menanggapi pujian dan sindiran sebagai getar suara yang di hantar udara,
tidak lebih. Sehingga kuat ku saat di caci, dan rendah hati ku bila di
puji.
Aku ingin hidupku laksana Pohon itu, yang kuning daun pertanda
mudanya adalah berita gembira dan salam kemenangan bila Ied tiba. Yang
tua menua daunnya terjalin dalam rumbia, tetap peneduh dan teduh. Bila
jauh di pandang, orang dapat dengan mudah mengenaliku, bila dekat di
nilai, orang tahu banyak manfaatku. Meski batangku hanya bernilai
menengah dalam adu bahan konstruksi, tapi aku tetap bernilai. Meski
sabutku menjadi sapu, keset atau pengganti spons cuci piring, biarlah,
karena toh aku tetap bernilai membersihkan kesalahan dan noda lain, dan
kembali aku tetap bernilai manfaat. Lalu bila kelak tinggiku telah
mencapai 1000 m dari permukaan laut, biarlah semua memandangku, sebagai
si anggun, bukan si pongah unjuk rasa.
Aku berharap demikianlah perjalanan hidupku, bagaimana denganmu??
[Rara Kawuri_dakwatuna.com]
0 comments:
Post a Comment