Selamat Datang di Web Jendela Keluarga Aris Nurkholis - Ratih Kusuma Wardani

Thursday, May 1, 2014

Keluarga Harmoni, Mendidik Generasi Berprestasi

Generasi Berprestasi
Sangat banyak prestasi generasi muda yang sangat membanggakan Indonesia di pentas dunia. Ternyata pelajar dan mahasiswa Indonesia tidak kalah dengan negara-negara maju. Sebagai sedikit contoh, Linus Nara Pradhana (13), menyabet medali emas di International Exhibition for Young Inventors (IEYI) 2012 di Thailand. Ia menciptakan helm berpendingin (gel coated helmet).
Tujuh remaja Indonesia telah meraih 3 medali emas dan 2 perak dalam kejuaraan lomba karya ilmiah remaja dalam ajang International Exhibition of Young Investors (IEYI) di Malaysia 2013. Medali emas diperoleh Wismu dengan karyanya Detektor Telor Busuk. Sementara Nurina Zahra Rahmati bersama Tri Ayu, dan Elizabeth Widya, berhasil mendapat emas dengan melahirkan karya penyaring sampah, dan Hibar Syahrul Gafur, pembuat sepatu anti kekerasan seksual. Dua remaja yang memenangkan medali perak adalah Devija Asmi Pandangi, yang melahirkan karya Bra Penampung Asi. Dan Safira Dwi Tyas Putri, yang menciptakan karya Canting Batik Otomatis.
Bulan Mei 2013, sejumlah remaja peneliti dari Indonesia juga meraih prestasi dalam Asia Pacific Conference of Young Scientists di Palembang, Sumatra Selatan. Mereka merebut delapan medali —tiga medali emas, dua perak, tiga perunggu— dan penghargaan khusus dalam lomba karya ilmiah remaja. Masih sangat banyak deretan prestasi membanggakan generasi muda kita di pentas dunia.
Tentu saja yang kita inginkan bukan hanya unggul dan berprestasi dari segi akademis, namun juga unggul dan berprestasi dalam keimanan, unggul dalam ibadah, unggul dalam akhlak, unggul dalam semangat, unggul dalam karakter, unggul dalam kepribadian. Generasi yang kelak akan mengisi pos kepemimpinan di Indonesia, dan akan mampu menghantarkan Indonesia menuju kegemilangan sejarahnya.
 

Generasi Buram

Selain mencatat berbagai prestasi, kita juga masih menyimpan potret buram yang sangat mengerikan. Sebuah generasi yang menghantui masa depan Indonesia.

Data Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, dalam kurun waktu tiga tahun (2008 - 2010) kasus aborsi terus meningkat. Tahun 2008 ditemukan 2 juta janin korban aborsi, tahun 2009 naik menjadi 2,3 juta janin korban aborsi. Tahun 2010 naik menjadi 2,5 juta jiwa. Sebanyak 62,6 % pelaku aborsi adalah remaja berusia 15 - 24 tahun. Pada saat ini rata-rata aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta kejadian per tahun, atau 208.333 kejadian aborsi per bulan, atau 6.944 kejadian aborsi per hari, atau 290 kejadian aborsi setiap jam.  Tiap menit terjadi 4 sampai 5 kejadian aborsi di Indonesia.

Data dari KPAI tahun 2010 menyatakan, 32 % remaja usia 14 - 18 tahun di Jakarta, Surabaya, dan Bandung pernah berhubungan seks. Hasil survei lain di tahun 2012 menyatakan, 1 dari 4 remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah, 62,7 % remaja kehilangan perawan saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2 % di antaranya pernah melakukan aborsi.

Hasil riset bersama antara Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Universitas Indonesia (UI) menempatkan 3,8 juta penduduk Indonesia atau 2,2 % dari jumlah populasi penduduk menjadi korban penyalahgunaan narkotika. “Jumlah tersebut hampir sama dengan jumlah penduduk di Singapura,” kata Direktur Intelijen BNN, Kombes I Made Astawa.

Tawuran pelajar sekolah juga masih menjadi potret buram dalam dunia pendidikan Indonesia. Pada 2010, setidaknya terjadi 128 kasus tawuran antar pelajar. Angka itu melonjak tajam lebih dari 100% pada 2011, yakni 330 kasus tawuran yang menewaskan 82 pelajar. Pada tahun 2012, terjadi 147 tawuran yang menewaskan 82 pelajar.

Semua data buram ini tentu menjadi keprihatinan kita bersama. Tidak terbayang bagaimana wajah Indonesia di masa depan, jika yang di hadapan kita sekarang menyimpan sejumlah persoalan moral yang sangat kronis.

Kembali Kepada Keluarga

Akan menjadi seperti apa generasi masa depan penerus bangsa, semua kembali kepada kita. Awalnya adalah keluarga kita. “Mengapa keluarga dapat dikatakan sebagai batu pertama untuk membangun negara ?” demikian pertanyaan Husain Muhammad Yusuf dalam bukunya Ahdaf Al Usrah Fil Islam mengawali pembahasan tentang Posisi Keluarga dalam Negara. “Sebab”, tulisnya, “Sejauh mana keluarga dalam suatu negara memiliki kekuatan dan ditegakkan pada landasan nilai, maka sejauh itu pula negara tersebut memiliki kemuliaan dan gambaran moralitas dalam masyarakatnya”.

Untuk itu, hendaklah setiap keluarga memiliki pondasi yang kokoh agar selalu berada dalam keharmonisan, kekompakan, dan kebahagiaan. Keluarga yang kompak mendidik dan menyiapkan generasi berprestasi di berbagai sisi, baik intelektual, moral, spiritual dan amal.

1. Visi Keluarga

Setiap keluarga harus mensepakati visi untuk menjadi panduan dalam mengarungi bahtera kehidupan. Visi merupakan ungkapan yang menyatakan cita-cita atau impian (want to be) yang ingin dicapai di masa depan. Visi menjadi penunjuk arah yang pasti, ke mana langkah keluarga mesti diarahkan. Visi menjadi pemandu perjalanan dalam kehidupan keluarga.

Maka, kita harus memiliki visi yang jelas dalam kehidupan. Dalam kehidupan keluarga, visi harus diinternalisasikan dengan kuat pada masing-masing anggota. Suami, isteri dan anak-anak, menginternalisasikan visi keluarga dalam diri mereka. Dengan demikian seluruh tindakan dan usaha yang mereka lakukan, akan selalu mengarah kepada tujuan akhir yang telah mereka tetapkan.

Jika ditanya, semua akan sepakat bahwa kita menghendaki keluarga yang bahagia di dunia dan bahagia di akhirat nanti. Mendapatkan surga dunia dan ujungnya adalah surga di akhirat. Jika pernyataan ini yang menjadi visi, maka segala aktivitas. interaksi, situasi, suasana  dalam kehidupan keluarga, harus mengarah kepada tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat tersebut.

2. Menguatkan Motivasi

Menikah adalah bagian dari ibadah kepada Allah, untuk itu harus dilandasi niat yang suci. Dalam perjalanan mengarungi kehidupan berumah tangga, menjaga keikhlasan niat adalah sebuah keharusan. Sebab, sangat mungkin terjadi disorientasi dalam rumah tangga, yang semula melaksanakan akad nikah dengan niat ikhlas untuk merealisasikan tuntunan agama, akan tetapi seiring berjalannya waktu, niat tersebut semakin melemah dan bahkan akhirnya pudar.

Keikhlasan niat adalah titik motivasi, namun juga misi kehidupan, sebab Allah telah menegaskan:

Dan tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah” (Adz Dzariyat: 56).

Dengan demikian, motivasi awal dalam pernikahan adalah untuk beribadah kepada Allah, namun untuk seterusnya ia sekaligus menjadi motivasi yang akan diwujudkan dalam kehidupan keluarga.

3. Menjaga Cinta dan Kasih Sayang

Agar suasana cinta senantiasa melingkupi rumah tangga, suami dan isteri harus saling bisa mencintai, juga mencintai seluruh anggota keluarganya. Ungkapan cinta suami dan isteri dalam rumah tangga tidak cukup hanya dengan kata-kata dan hadiah bunga, akan tetapi harus maujud dalam setiap tindakan dan keputusannya.

Allah Ta’ala menciptakan manusia, pada saat yang sama memberikan perasaan, kecenderungan, dan ketertarikan terhadap keindahan. Rasa kecenderungan dan ketertarikan ini adalah sesuatu yang bersifat fitrah dan alamiah. Allah Ta’ala menggambarkan:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan di antaramu rasa kasih dan sayang” (Ar Rum : 21).

4. Interaksi dan Komunikasi yang Melegakan

Di antara hal yang sangat vital perannya dalam menjaga keharmonisan kehidupan rumah tangga adalah interaksi dan komunikasi yang sehat antara seluruh anggotanya. Suami dan isteri harus mampu membangun komunikasi yang indah dan melegakan, demikian pula orang tua dengan anak, serta sesama anak dalam rumah tangga.

Banyak permasalahan kerumahtanggaan muncul akibat tidak adanya komunikasi yang aktif dan intensif antara suami dengan isteri. Banyak hal yang didiamkan tidak dibicarakan, sehingga menggumpal menjadi permasalahan yang semakin membesar dan sulit diselesaikan. Padahal Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada para suami agar berkomunikasi dan berinteraksi secara bijak kepada isterinya:
Dan bergaullah dengan mereka secara makruf” (An Nisa’: 19).

Muhammad Abduh menjelaskan, “Artinya wajib bagi kalian wahai orang-orang mukmin untuk mempergauli isteri-isteri kalian dengan bijak, yaitu menemani dan mempergauli mereka dengan cara yang makruf yang mereka kenal dan disukai hati mereka, serta tidak dianggap mungkar oleh  syara’, tradisi dan kesopanan. Maka mempersempit nafkah dan menyakitinya dengan perkataan atau perbuatan, banyak cemberut dan bermuka masam ketika bertemu mereka, semua itu menafikan pergaulan secara makruf. Diriwayatkan dari salah seorang salaf bahwa dia memasukkan ke dalam hal ini perihal laki-laki berhias untuk isteri dengan sesuatu yang layak baginya, sebagaimana isteri berhias untuknya”.

Termasuk dalam kategori ini adalah ketrampilan berbicara, mendengarkan, bergurau atau bercanda, tertawa, respon dan empati, juga ketrampilan berlaku romantis. Demikian pula ketrampilan mengungkapkan perasaan, menyatakan kecintaan dan kasih sayang, memahami perasaan pasangan. Tidak pula boleh diremehkan, ketrampilan praktis untuk memuaskan pasangan dalam kebutuhan biologis.

Dalam tafsir Al Manar disebutkan, “Di dalam pergaulan itu terkandung makna ’saling’ dan persamaan, yakni hendaklah kamu (suami) mempergauli mereka (isteri) secara makruf, dan hendaklah mereka (isteri) mempergauli kamu secara makruf pula. Diriwayatkan dari salah seorang salaf bahwa dia memasukkan ke dalam hal ini perihal laki-laki berhias untuk isteri dengan sesuaytu yang layak baginya, sebagaimana isteri berhias untuknya. Tujuannya ialah agar masing-masing menjadi motivator kebahagiaan bagi yang lain dan menjadi sebab ketenangan dan kesenangan dalam hidupnya”.

Demikianlah beberapa pondasi penting untuk menumbuhsuburkan kekompakan dan keharmonisan keluarga, sehingga darinya akan lahir generasi unggul dan berprestasi.

Oleh: Ustd. Cahyadi Takariawan

0 comments:

Post a Comment