Jendela Keluarga: Engkau
aktif dalam kegiatan dakwah ? Engkau telah bekerja melakukan berbagai
upaya menebarkan kebaikan di daerah ? Jika ya, maka mungkin engkau
pernah mendengar ucapan-ucapan seperti ini, entah dari siapa.
“Luar
biasa aktivitas anda membesarkan dakwah di daerah. Sayang sekali,
senior anda yang di pusat justru mengkhianati perjuangan anda. Mereka
telah mengejar harta, tahta dan wanita, dan melupakan tujuan perjuangan.
Lalu, untuk apa anda tetap berpayah-payah di daerah?”
“Sia-sia
semua yang kalian kerjakan. Hasilnya dirampas oleh sebagian kecil elit
di antara kalian. Apa kalian masih akan bertahan ?”
“Lihatlah
apa yang terjadi pada kalian. Setiap hari bertabur berita jelek di
media. Itu menandakan aktivitas dakwah kalian sudah jauh menyimpang,
karena kerakusan para pemimpin kalian. Mereka telah gila dunia dan
melupakan akhirat”.
Semua
kata-kata itu keluar begitu saja dari mereka yang tidak mengerti makna
ucapannya sendiri. Seakan-akan semua yang diucapkannya adalah
kebenaran. Seakan-akan yang disampaikan adalah data dan fakta yang
telah teruji kebenarannya, lalu semua yang mendengarkan diharapkan
segera beriman. Seakan-akan semua yang mereka ungkapkan adalah dalil
pembenaran untuk meninggalkan gelanggang perjuangan.
Alkisah,
seorang kader dakwah merasa tengah mengalami titik kejenuhan. Banyak
beban dakwah dan beban kehidupan harus dihadapi sendiri. Ia mulai
merenung, berpikir, dan akhirnya merasa semakin lemah. Aktivitas dakwah
yang semula menumpuk setiap hari, perlahan mulai dikurangi.
Dikumpulkannya “kata orang” tentang pemimpinnya. Dia belanja isu tentang
kehidupan para pimpinan dakwah. Cukup banyak sudah isu dikumpulkan,
semua semakin melemahkan semangat dakwahnya. Ia mulai menghitung ulang
keterlibatannya dalam aktivitas dakwah, dan mempertimbangkan langkah
mundur ke belakang.
Di
hadapanku ia curahkan semua isi hatinya. Sesak, gumpalan beban
menghimpit dada dan hatinya. Lelah, penat, jenuh, kecewa, sedih,
bercampur aduk…. Air matanya tumpah ruah saat bercerita tentang
kepedihan hatinya. Aku merasakan bendungan perasaan itu ambrol, air bah
kekecewaan mengalir sangat deras tidak terbendung. Dahsyat, luar
biasa….
Aku
segera menceritakan makna ikhlas bagi kader yang berada di lapangan.
Aku hanya kader lapangan, waktuku habis di jalan, bukan di kantoran. Aku
tidak bisa menjelaskan dengan rangkaian teori yang “tinggi-tinggi”.
Ilmuku adalah ilmu lapangan, ilmu aplikasi, berisi pengalaman dan
akumulasi rekaman kejadian setiap hari. Teoriku adalah teori kehidupan,
yang aku dapatkan langsung dari medan perjuangan. Merekam detail hikmah
yang muncul dari perjalanan di sepanjang wilayah dakwah.
Saudaraku,
aku ajak engkau melihat benih-benih yang kita semai di ladang-ladang
dakwah di berbagai wilayah. Subhanallah, benih itu tumbuh subur
menghijau, membuat takjub siapapun yang melihat dan merasakan detak
pertumbuhannya. Kita sirami benih itu, dan kita rawat dengan sepenuh
cinta dan kasih sayang. Perasaan lelah dan jenuh menghadapi berbagai
kendala, segera hilang sirna dengan sempurna, saat menyaksikan hasil
semaian di ladang-ladang dakwah kita.
Rasa
jenuh dan lelah bisa hinggap pada hati dan pikiran siapa saja.
Pekerjaan rutin sehari-hari membuat kita mudah mengalami kejenuhan,
apalagi jika yang dihadapi hanya koran, berita televisi, internet dan
kata orang. Dunia disempitkan oleh media, bukan diluaskannya. Lalu apa
yang menyemangati kita ? Mari berjalan menikmati hijaunya lahan-lahan
semaian dakwah yang telah kita rawat lebih dari dua puluh tahun lamanya.
Berjalan, bertemu kader-kader dakwah di setiap daerah, menyapa dan
membersamai aktivitas mereka. Subhanallah, lihat wajah-wajah cerah yang
tampak di setiap pertemuan.
Di
sebuah mushalla kecil di kecamatan Piyungan, Bantul, Yogyakarta, aku
merasakan optimisme dan membuncahnya harapan. Di sebuah ruang sederhana
di Gendeng, Baciro, Kota Jogja, aku menjadi saksi kesetiaan tanpa jeda.
Di sebuah gedung pertemuan di Masamba, Luwu Utara, Sulawesi Selatan,
aku merasakan detak jantung penuh cinta. Di sebuah ruangan di Baubau,
Sulawesi Tenggara, aku merasakan getar kesadaran akan kemenangan. Di
sepanjang bumi Sumatera aku melihat dan merasakan pancaran semangat yang
membara. Di berbagai belahan Kalimantan aku mendapatkan suasana
gelegak kehangatan tak terkalahkan. Di Nusa Tenggara Barat, yang muncul
hanyalah optimisme menghadapi medan perjuangan. Di Maluku, kepal
tangan yang terangkat kuat menandakan tak akan menyerah menghadapi
kendala dakwah. Di Papua, minoritas bukanlah alasan untuk merasa lemah
dan kalah.
Lalu
apa yang melemahkanmu, saudaraku ? Berjalanlah, dan semua wilayah ini
adalah bumi dakwah, tempat kita menyemai cinta. Bergeraklah, dan semua
daerah ini adalah bumi perjuangan, tempat kita menanamkan harapan.
Dimanapun engkau berjalan, dimanapun engkau bergerak, akan merasakan
kesegaran udara yang sangat jernih. Tak ada polusi di sana, polusi itu
justru ada di sini, di tulisan ini. Tulisan yang tak mampu menggambarkan
betapa besar sesungguhnya ukuran cinta dan harapan yang ada pada dada
para kader di sepanjang wilayah dakwah. Tulisan yang saya khawatirkan
justru menyempitkan makna kesetiaan dan keikhlasan setiap titik
perjuangan kader di seluruh bumi Allah.
Maka
bergeraklah, berjalanlah, beraktivitaslah bersama kafilah dakwah.
Rasakan sendiri, lihat sendiri, dengarkan sendiri kata-kata mutiara yang
muncul dari lapangan. Diam telah membuatmu merasakan kejenuhan. Tidak
bergerak menyebabkan pikiranmu dipenuhi pesimisme dan kegalauan. Tidak
berkegiatan membuat hatimu selalu dalam kebimbangan dan keputusasaan.
Bergeraklah di lapangan dakwah, engkau akan menemukan sangat banyak
harapan dan untaian mutiara kesabaran.
Jadi,
apa yang melemahkanmu, saudaraku ? Lihat sendiri, dengan mata kepalamu
sendiri, bagaimana wajah-wajah penuh kecintaan akan selalu engkau
dapatkan. Kemanapun engkau pergi, yang engkau temui adalah benih-benih
tersemai dengan pupuk keimanan dan keutamaan. Kemanapun engkau
melangkah, yang engkau dapatkan adalah buah-buah yang terawat oleh cinta
dan kasih sayang para pembina. Para pembina telah mencurahkan cinta,
telah menorehkan kasih, telah memahatkan sayang di hati sanubari semua
benih dakwah di sepanjang daerah.
Bisakah
engkau menanamkan bibit-bibit kebencian, kemarahan, dendam dan
kesumat, lalu menyuburkannya hanya dengan pupuk isu serta gosip
sepanjang masa? Bisakah engkau menciptakan lahan-lahan yang akan
tersuburkan dengan fitnah, caci maki dan sumpah serapah ? Siapa yang
akan bisa memberikan cinta, jika yang engkau keluarkan untuk mereka
adalah dendam membara ? Siapa yang akan memberikan kesetiaan, jika yang
engkau tanam adalah benih-benih permusuhan ? Siapa yang akan
memberikan ketulusan, jika yang engkau taburkan adalah kebencian ?
Jadi,
apa yang menggelisahkanmu saudaraku ? Seorang kader dakwah di Paniai,
Papua, menitipkan pesan penting saat aku kesana. “Yang sangat kami
perlukan adalah kehadiran para Pembina. Kami sangat optimis dengan medan
dakwah di sini”. Subhanallah, seperti terbawa mimpi. Paniai bahkan
tidak engkau kenal wilayahnya ada dimana. Engkau tidak mengetahui bahwa
di tempat yang sangat jauh dari keramaian kota itu ada banyak harapan
untuk kebaikan. Benar kan, di sana tidak ada polusi? Karena polusi itu
ada di sini, di tulisan ini. Tulisan yang tak mampu merangkum kuatnya
kecintaan dan tulusnya harapan dari kader-kader di daerah.
Di
sebuah ruang sederhana, di Wamena, Papua, aku mendapatkan dan
merasakan gelora semangat yang sedemikian membahana. Demikian pula di
Merauke. Sekelompok kader telah bekerja melakukan apa yang mereka bisa,
dan ternyata lahan-lahan kering itu sedemikian suburnya. Tak dinyana,
semula kita membayangkan akan kesulitan menanam benih di lahan yang
teramat kering kehitaman. Namun taburan benih tak ada yang sia-sia.
Semangat demikian tinggi mengharap kehadiran kita untuk menyaksikan
pertumbuhan, karena benih telah dirawat dan dipelihara dengan sepenuh
jiwa.
Di
sebuah pojok ruang di Manokwari, Irian Jaya Barat, tak kalah semangat
menjalani aktivitas perjuangan. Beberapa gelintir generasi dakwah,
telah menanamkan benih-benih di berbagai wilayah. Siapa menyangka
ternyata kecintaan dan kesetiaan yang tulus dimiliki oleh mereka yang
tinggal jauh di ujung Indonesia. Genggaman tangan sangat kuat dan
hangat masih aku rasakan, seakan tak mau melepaskan. Bahkan mereka
menghantarkan aku hingga di depan tangga pesawat terbang. Kisah-kisah
heroik aku dapatkan selama menemani mereka menyemai benih di bumi Irian
Jaya Barat. Insyaallah pahala berlipat telah Allah limpahkan untuk
mereka.
Jadi,
hal apa lagi yang meresahkanmu, saudaraku ? Pernahkah engkau mendengar
Polewali, Majene, Mamuju dan Mamasa ? Mungkin engkau belum pernah
mencarinya di dalam peta. Itu nama-nama kabupaten yang ada di Sulawesi
Barat, propinsi yang terbentuk setelah dimekarkan dari Sulawesi Selatan.
Aku telah melawat berhari-hari lamanya, menemukan bongkahan semangat
yang sangat potensial. Sangat banyak luapan energi yang siap untuk
mencerahkan wilayahnya. Mereka menjemput kesetiaan dengan melakukan
sangat banyak kegiatan, di tengah berbagai keterbatasan yang mereka
hadapi.
Aku
juga mengunjungi dan menyapa kader-kader di Mataram, Lombok, Sumbawa,
Dompu dan Bima. Luar biasa semangat kader-kader dakwah di sana. Di
sudut-sudut ruangan, aku menemukan kenyataan cinta itu hidup segar,
bersemi indah dan terawat dengan cermat. Tangan-tangan halus para
pembina telah membentuk karakter yang kuat pada para aktivis dakwah,
sehingga mereka terus menerus bekerja tanpa mengenal lelah, padahal
tidak ada yang memberi upah. Hanya Allah yang menjadi tumpuan harapan
kerja mereka. Luar biasa.
Di
sepanjang ruas jalan yang aku lalui di Balikpapan, Samarinda, Kutai
Timur, Kutai Kertanegara, Penajam, Berau, yang terhirup adalah udara
jernih, bukti kemurnian tujuan perjuangan. Demikian pula saat aku
menapaki Banda Aceh, Pidie, Lhokseumawe, Langsa, Meulaboh, yang
terasakan hanyalah semangat berkontribusi tanpa henti. Para kader telah
bertahan di medan perjuangan dengan segenap kecintaan dan harapan. Tak
ada polusi di sana, karena polusi itu adanya di sini. Di tulisan ini.
Tulisan yang tak mampu mengkabarkan dengan tepat betapa keutuhan dan
ketulusan langkah perjuangan kader-kader dakwah di sepanjang wilayah.
Sepanjang mata memandang, yang tampak adalah dinamika berkegiatan,
berlomba melakukan hal terbaik yang bisa mereka lakukan, berlomba
mencetak prestasi dan karya besar bagi bangsa dan negara.
Maka,
apa yang meragukanmu, saudaraku ? Suara-suara itu, tuduhan-tuduhan
itu, kata-kata itu ? Aku bukan seseorang yang berwenang menjelaskan.
Maka aku tak mau mendengarkannya, karena sama sekali tidak ada artinya
bagiku. Aku hanyalah seorang kader lapangan. Waktuku habis di jalan,
bukan di kantoran. Aku merasakan gairah pertumbuhan, aku mendengarkan
degup jantung penuh kecintaan, aku mencium harum aroma kemenangan, aku
melihat gurat keteguhan, aku menikmati cita rasa kesetiaan. Aku menjadi
saksi betapa suburnya cinta dan kesetiaan kader di sepanjang jalan
dakwah, di sepanjang bumi Allah.
Waktu,
tenaga, pikiran, harta benda bahkan jiwa telah mereka sumbangkan
dengan sepenuh kesadaran. Tidak ada yang terbayang dalam benak mereka,
kecuali upaya memberikan yang terbaik bagi perjuangan. Berbagai
kekurangan dan kelemahan mereka miliki, namun tidak menyurutkan
semangat dan memadamkan gairah yang menggelora di dada. Mereka yakin
akan janji-janji Ketuhanan, bahwa kemenangan itu dekat waktunya. Mereka
menjemput kesetiaan dengan selalu bergerak, berbuat, beraktivitas di
lapangan. Bukan duduk diam menunggu sesuatu, atau melamunkan sesuatu.
Suara-suara
itu, tuduhan-tuduhan itu, caci maki itu, apakah masih ada artinya jika
engkau telah menghirup nafas dari udara yang sangat jernih di wilayah
dakwah ? Apakah masih membuatmu gelisah jika tubuhmu telah basah oleh
keringat dari perjalanan panjang yang sangat menyenangkan di berbagai
daerah ? Apakah masih membuatmu ragu jika matamu telah memandang
kehijauan lahan-lahan yang kita semai di sepanjang bumi Allah ? Apakah
masih membuatmu gundah jika hatimu telah bertaut dengan aktivitas
kader-kader dakwah yang menjemput kesetiaan dengan berjaga dan bertahan
di berbagai medan perjuangan ?
Sungguh,
aku menjadi saksi kesetiaan mereka di sepanjang jalan dakwah. Aku
menjadi saksi hasrat dan kecintaan mereka yang sedemikian besar kepada
perjuangan dakwah. Aku juga berharap, kader-kader di daerah mengerti
betapa besar cinta kami kepada lahan-lahan yang tumbuh bersemi. Aku
selalu memohon perlindungan dan kekuatan kepada Allah, semoga Allah
selalu melindungi dan menjaga dakwah dan para qiyadah. Aku selalu
memohon kepada Allah, agar semangat dan gairah dakwah tidak pernah
melemah. Ya Allah, beritahukan kepada kader-kader yang setia berjaga di
garis kesadaran dan harapan, betapa besar cinta kami kepada mereka. Ya
Allah sampaikan kepada para kader yang telah bekerja sepenuh jiwa,
betapa hati kami selalu tertambat kepada mereka.
Beritahukan ya Allah, cinta kami sangat tulus untuk mereka. Selamanya.
sumber: Blog Cahyadi Takariawan
0 comments:
Post a Comment