Selamat Datang di Web Jendela Keluarga Aris Nurkholis - Ratih Kusuma Wardani

Jendela Keluarga: Mewujudkan Keluarga Islami

Keluarga muslim adalah keluarga yang dibangun atas dasar nilai-nilai keislaman, Setiap anggota keluarga komintmen terhadap nilai-nilai keislaman. Sehingga keluarga menjadi tauladan dan lebih dari itu keluarga menjadi pusat dakwah Islam.

Merajut Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah

Keluarga sakinah adalah keluarga yang semua anggota keluarganya merasakan cinta kasih, keamanan, ketentraman, perlindungan, bahagia, keberkahan, terhormat, dihargai, dipercaya dan dirahmati oleh Allah SWT.

Cinta Tanpa Syarat

Ketika suami dan isteri sudah menetapkan “cinta tanpa syarat” dan saling memahami, maka perbedaan dan pertengkaran tidak membesar menjadi konflik yang merusakkan kebahagiaan keluarga.

Cinta Tidak Harus Dengan Kata

Mencintai dengan sederhana, adalah mencintai “dengan kata yang tak sempat diucapkan” dan “dengan isyarat yang tak sempat disampaikan”.

Komunikasi dan Interaksi Penuh Cinta

Hal yang sangat vital perannya dalam menjaga keharmonisan rumah tangga adalah interaksi dan komunikasi yang sehat, komunikasi yang indah dan melegakan serta komunikasi penuh cinta antara seluruh anggotanya.

Showing posts with label dakwah. Show all posts
Showing posts with label dakwah. Show all posts

Saturday, May 3, 2014

Ketika Allah Menyapa Kita, Para Hamba-Nya

 


Jendela Keluarga: PERNAHKAH … Saat kau duduk santai dan menikmati harimu, tiba-tiba kamu terpikirkan ingin berbuat sesuatu kebaikan untuk seseorang?

Itu adalah Allah …
Yang sedang berbicara denganmu dan mengetuk hatimu …
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar …” (QS. 4 :114).

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS 2 :195).

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. 
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS 28 :77).

Pernahkah …
Saat kau sedang sedih … kecewa … tetapi tidak ada orang di sekitarmu yang dapat kau jadikan tempat curahan hati?

Itulah saatnya di mana Allah … ingin agar kamu berbicara padaNYA …

“Ya’qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya.” (QS. 12 :86).
Pernahkah …
Kamu tanpa sengaja memikirkan seseorang yang sudah lama tidak bertemu dan tiba-tiba orang tersebut muncul atau kamu bertemu dengannya atau menerima telepon darinya?
Itu adalah Kuasa Allah yang sedang menghiburmu. Tidak ada namanya kebetulan …

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. 3:190-191).
Pernahkah …
Kau berada dalam situasi yang buntu semua, terasa begitu sulit, begitu tidak menyenangkan … hambar … kosong … bahkan menakutkan …?

Itu adalah saat di mana Allah Swt. mengijinkan kamu diuji, supaya kamu menyadari KeberadaanNYA. Karena Dia tahu kamu sudah mulai melupakanNYA dalam kesenangan …

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (QS. 47 :31).

“Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. 32 :21).

Sering Allah Swt menunjukkan KASIH-SAYANG dan KUASANYA di dalam area, di mana saat manusia merasa dirinya tak mampu.
Apakah kau pikir tulisan ini hanya iseng terkirim padamu …?
TIDAK! Sekali lagi TIDAK ada yang kebetulan …
Beberapa menit ini tenangkanlah dirimu …
Rasakan kehadiran-Nya …
Dengarkan suara-Nya yang berkata: “Jangan Khawatir, AKU ada disini bersamamu ..!”
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. 2 :214).

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS 2 :186).

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS 50 :16).

Tersenyumlah …
ALLAH KNOWS what is the BEST for you ..
Because ALLAH loves you more than you love yourself …

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. 2 :216).

“Katakanlah: “Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi.” Katakanlah: “Kepunyaan Allah.” Dia telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. Orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman.” (QS. 6 :12).

Wallohu A’lam Bishshowwaabb.
sumber: islampos.com

Thursday, May 1, 2014

Keluarga Harmoni, Mendidik Generasi Berprestasi

Generasi Berprestasi
Sangat banyak prestasi generasi muda yang sangat membanggakan Indonesia di pentas dunia. Ternyata pelajar dan mahasiswa Indonesia tidak kalah dengan negara-negara maju. Sebagai sedikit contoh, Linus Nara Pradhana (13), menyabet medali emas di International Exhibition for Young Inventors (IEYI) 2012 di Thailand. Ia menciptakan helm berpendingin (gel coated helmet).
Tujuh remaja Indonesia telah meraih 3 medali emas dan 2 perak dalam kejuaraan lomba karya ilmiah remaja dalam ajang International Exhibition of Young Investors (IEYI) di Malaysia 2013. Medali emas diperoleh Wismu dengan karyanya Detektor Telor Busuk. Sementara Nurina Zahra Rahmati bersama Tri Ayu, dan Elizabeth Widya, berhasil mendapat emas dengan melahirkan karya penyaring sampah, dan Hibar Syahrul Gafur, pembuat sepatu anti kekerasan seksual. Dua remaja yang memenangkan medali perak adalah Devija Asmi Pandangi, yang melahirkan karya Bra Penampung Asi. Dan Safira Dwi Tyas Putri, yang menciptakan karya Canting Batik Otomatis.
Bulan Mei 2013, sejumlah remaja peneliti dari Indonesia juga meraih prestasi dalam Asia Pacific Conference of Young Scientists di Palembang, Sumatra Selatan. Mereka merebut delapan medali —tiga medali emas, dua perak, tiga perunggu— dan penghargaan khusus dalam lomba karya ilmiah remaja. Masih sangat banyak deretan prestasi membanggakan generasi muda kita di pentas dunia.
Tentu saja yang kita inginkan bukan hanya unggul dan berprestasi dari segi akademis, namun juga unggul dan berprestasi dalam keimanan, unggul dalam ibadah, unggul dalam akhlak, unggul dalam semangat, unggul dalam karakter, unggul dalam kepribadian. Generasi yang kelak akan mengisi pos kepemimpinan di Indonesia, dan akan mampu menghantarkan Indonesia menuju kegemilangan sejarahnya.
 

Generasi Buram

Selain mencatat berbagai prestasi, kita juga masih menyimpan potret buram yang sangat mengerikan. Sebuah generasi yang menghantui masa depan Indonesia.

Data Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, dalam kurun waktu tiga tahun (2008 - 2010) kasus aborsi terus meningkat. Tahun 2008 ditemukan 2 juta janin korban aborsi, tahun 2009 naik menjadi 2,3 juta janin korban aborsi. Tahun 2010 naik menjadi 2,5 juta jiwa. Sebanyak 62,6 % pelaku aborsi adalah remaja berusia 15 - 24 tahun. Pada saat ini rata-rata aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta kejadian per tahun, atau 208.333 kejadian aborsi per bulan, atau 6.944 kejadian aborsi per hari, atau 290 kejadian aborsi setiap jam.  Tiap menit terjadi 4 sampai 5 kejadian aborsi di Indonesia.

Data dari KPAI tahun 2010 menyatakan, 32 % remaja usia 14 - 18 tahun di Jakarta, Surabaya, dan Bandung pernah berhubungan seks. Hasil survei lain di tahun 2012 menyatakan, 1 dari 4 remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah, 62,7 % remaja kehilangan perawan saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2 % di antaranya pernah melakukan aborsi.

Hasil riset bersama antara Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Universitas Indonesia (UI) menempatkan 3,8 juta penduduk Indonesia atau 2,2 % dari jumlah populasi penduduk menjadi korban penyalahgunaan narkotika. “Jumlah tersebut hampir sama dengan jumlah penduduk di Singapura,” kata Direktur Intelijen BNN, Kombes I Made Astawa.

Tawuran pelajar sekolah juga masih menjadi potret buram dalam dunia pendidikan Indonesia. Pada 2010, setidaknya terjadi 128 kasus tawuran antar pelajar. Angka itu melonjak tajam lebih dari 100% pada 2011, yakni 330 kasus tawuran yang menewaskan 82 pelajar. Pada tahun 2012, terjadi 147 tawuran yang menewaskan 82 pelajar.

Semua data buram ini tentu menjadi keprihatinan kita bersama. Tidak terbayang bagaimana wajah Indonesia di masa depan, jika yang di hadapan kita sekarang menyimpan sejumlah persoalan moral yang sangat kronis.

Kembali Kepada Keluarga

Akan menjadi seperti apa generasi masa depan penerus bangsa, semua kembali kepada kita. Awalnya adalah keluarga kita. “Mengapa keluarga dapat dikatakan sebagai batu pertama untuk membangun negara ?” demikian pertanyaan Husain Muhammad Yusuf dalam bukunya Ahdaf Al Usrah Fil Islam mengawali pembahasan tentang Posisi Keluarga dalam Negara. “Sebab”, tulisnya, “Sejauh mana keluarga dalam suatu negara memiliki kekuatan dan ditegakkan pada landasan nilai, maka sejauh itu pula negara tersebut memiliki kemuliaan dan gambaran moralitas dalam masyarakatnya”.

Untuk itu, hendaklah setiap keluarga memiliki pondasi yang kokoh agar selalu berada dalam keharmonisan, kekompakan, dan kebahagiaan. Keluarga yang kompak mendidik dan menyiapkan generasi berprestasi di berbagai sisi, baik intelektual, moral, spiritual dan amal.

1. Visi Keluarga

Setiap keluarga harus mensepakati visi untuk menjadi panduan dalam mengarungi bahtera kehidupan. Visi merupakan ungkapan yang menyatakan cita-cita atau impian (want to be) yang ingin dicapai di masa depan. Visi menjadi penunjuk arah yang pasti, ke mana langkah keluarga mesti diarahkan. Visi menjadi pemandu perjalanan dalam kehidupan keluarga.

Maka, kita harus memiliki visi yang jelas dalam kehidupan. Dalam kehidupan keluarga, visi harus diinternalisasikan dengan kuat pada masing-masing anggota. Suami, isteri dan anak-anak, menginternalisasikan visi keluarga dalam diri mereka. Dengan demikian seluruh tindakan dan usaha yang mereka lakukan, akan selalu mengarah kepada tujuan akhir yang telah mereka tetapkan.

Jika ditanya, semua akan sepakat bahwa kita menghendaki keluarga yang bahagia di dunia dan bahagia di akhirat nanti. Mendapatkan surga dunia dan ujungnya adalah surga di akhirat. Jika pernyataan ini yang menjadi visi, maka segala aktivitas. interaksi, situasi, suasana  dalam kehidupan keluarga, harus mengarah kepada tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat tersebut.

2. Menguatkan Motivasi

Menikah adalah bagian dari ibadah kepada Allah, untuk itu harus dilandasi niat yang suci. Dalam perjalanan mengarungi kehidupan berumah tangga, menjaga keikhlasan niat adalah sebuah keharusan. Sebab, sangat mungkin terjadi disorientasi dalam rumah tangga, yang semula melaksanakan akad nikah dengan niat ikhlas untuk merealisasikan tuntunan agama, akan tetapi seiring berjalannya waktu, niat tersebut semakin melemah dan bahkan akhirnya pudar.

Keikhlasan niat adalah titik motivasi, namun juga misi kehidupan, sebab Allah telah menegaskan:

Dan tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah” (Adz Dzariyat: 56).

Dengan demikian, motivasi awal dalam pernikahan adalah untuk beribadah kepada Allah, namun untuk seterusnya ia sekaligus menjadi motivasi yang akan diwujudkan dalam kehidupan keluarga.

3. Menjaga Cinta dan Kasih Sayang

Agar suasana cinta senantiasa melingkupi rumah tangga, suami dan isteri harus saling bisa mencintai, juga mencintai seluruh anggota keluarganya. Ungkapan cinta suami dan isteri dalam rumah tangga tidak cukup hanya dengan kata-kata dan hadiah bunga, akan tetapi harus maujud dalam setiap tindakan dan keputusannya.

Allah Ta’ala menciptakan manusia, pada saat yang sama memberikan perasaan, kecenderungan, dan ketertarikan terhadap keindahan. Rasa kecenderungan dan ketertarikan ini adalah sesuatu yang bersifat fitrah dan alamiah. Allah Ta’ala menggambarkan:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan di antaramu rasa kasih dan sayang” (Ar Rum : 21).

4. Interaksi dan Komunikasi yang Melegakan

Di antara hal yang sangat vital perannya dalam menjaga keharmonisan kehidupan rumah tangga adalah interaksi dan komunikasi yang sehat antara seluruh anggotanya. Suami dan isteri harus mampu membangun komunikasi yang indah dan melegakan, demikian pula orang tua dengan anak, serta sesama anak dalam rumah tangga.

Banyak permasalahan kerumahtanggaan muncul akibat tidak adanya komunikasi yang aktif dan intensif antara suami dengan isteri. Banyak hal yang didiamkan tidak dibicarakan, sehingga menggumpal menjadi permasalahan yang semakin membesar dan sulit diselesaikan. Padahal Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada para suami agar berkomunikasi dan berinteraksi secara bijak kepada isterinya:
Dan bergaullah dengan mereka secara makruf” (An Nisa’: 19).

Muhammad Abduh menjelaskan, “Artinya wajib bagi kalian wahai orang-orang mukmin untuk mempergauli isteri-isteri kalian dengan bijak, yaitu menemani dan mempergauli mereka dengan cara yang makruf yang mereka kenal dan disukai hati mereka, serta tidak dianggap mungkar oleh  syara’, tradisi dan kesopanan. Maka mempersempit nafkah dan menyakitinya dengan perkataan atau perbuatan, banyak cemberut dan bermuka masam ketika bertemu mereka, semua itu menafikan pergaulan secara makruf. Diriwayatkan dari salah seorang salaf bahwa dia memasukkan ke dalam hal ini perihal laki-laki berhias untuk isteri dengan sesuatu yang layak baginya, sebagaimana isteri berhias untuknya”.

Termasuk dalam kategori ini adalah ketrampilan berbicara, mendengarkan, bergurau atau bercanda, tertawa, respon dan empati, juga ketrampilan berlaku romantis. Demikian pula ketrampilan mengungkapkan perasaan, menyatakan kecintaan dan kasih sayang, memahami perasaan pasangan. Tidak pula boleh diremehkan, ketrampilan praktis untuk memuaskan pasangan dalam kebutuhan biologis.

Dalam tafsir Al Manar disebutkan, “Di dalam pergaulan itu terkandung makna ’saling’ dan persamaan, yakni hendaklah kamu (suami) mempergauli mereka (isteri) secara makruf, dan hendaklah mereka (isteri) mempergauli kamu secara makruf pula. Diriwayatkan dari salah seorang salaf bahwa dia memasukkan ke dalam hal ini perihal laki-laki berhias untuk isteri dengan sesuaytu yang layak baginya, sebagaimana isteri berhias untuknya. Tujuannya ialah agar masing-masing menjadi motivator kebahagiaan bagi yang lain dan menjadi sebab ketenangan dan kesenangan dalam hidupnya”.

Demikianlah beberapa pondasi penting untuk menumbuhsuburkan kekompakan dan keharmonisan keluarga, sehingga darinya akan lahir generasi unggul dan berprestasi.

Oleh: Ustd. Cahyadi Takariawan

Wednesday, April 30, 2014

Menjemput Kesetiaan

 
 
Jendela Keluarga: Engkau aktif dalam kegiatan dakwah ? Engkau telah bekerja melakukan berbagai upaya menebarkan kebaikan di daerah ? Jika ya, maka mungkin engkau pernah mendengar ucapan-ucapan seperti ini, entah dari siapa.
 
“Luar biasa aktivitas anda membesarkan dakwah di daerah. Sayang sekali, senior anda yang di pusat justru mengkhianati perjuangan anda. Mereka telah mengejar harta, tahta dan wanita, dan melupakan tujuan perjuangan. Lalu, untuk apa anda tetap berpayah-payah di daerah?”
“Sia-sia semua yang kalian kerjakan. Hasilnya dirampas oleh sebagian kecil elit di antara kalian. Apa kalian masih akan bertahan ?”
“Lihatlah apa yang terjadi pada kalian. Setiap hari bertabur berita jelek di media. Itu menandakan aktivitas dakwah kalian sudah jauh menyimpang, karena kerakusan para pemimpin kalian. Mereka telah gila dunia dan melupakan akhirat”.
Semua kata-kata itu keluar begitu saja dari mereka yang tidak mengerti makna ucapannya sendiri. Seakan-akan semua yang diucapkannya adalah kebenaran. Seakan-akan yang disampaikan adalah data dan fakta yang telah teruji kebenarannya, lalu semua yang mendengarkan diharapkan segera beriman. Seakan-akan semua yang mereka ungkapkan adalah dalil pembenaran untuk meninggalkan gelanggang perjuangan.
Alkisah, seorang kader dakwah merasa tengah mengalami titik kejenuhan. Banyak beban dakwah dan beban kehidupan harus dihadapi sendiri. Ia mulai merenung, berpikir, dan akhirnya merasa semakin lemah. Aktivitas dakwah yang semula menumpuk setiap hari, perlahan mulai dikurangi. Dikumpulkannya “kata orang” tentang pemimpinnya. Dia belanja isu tentang kehidupan para pimpinan dakwah. Cukup banyak sudah isu dikumpulkan, semua semakin melemahkan semangat dakwahnya. Ia mulai menghitung ulang keterlibatannya dalam aktivitas dakwah, dan mempertimbangkan langkah mundur ke belakang.
Di hadapanku ia curahkan semua isi hatinya. Sesak, gumpalan beban menghimpit dada dan hatinya. Lelah, penat, jenuh, kecewa, sedih, bercampur aduk…. Air matanya tumpah ruah saat bercerita tentang kepedihan hatinya. Aku merasakan bendungan perasaan itu ambrol, air bah kekecewaan mengalir sangat deras tidak terbendung. Dahsyat, luar biasa….
Aku segera menceritakan makna ikhlas bagi kader yang berada di lapangan. Aku hanya kader lapangan, waktuku habis di jalan, bukan di kantoran. Aku tidak bisa menjelaskan dengan rangkaian teori yang “tinggi-tinggi”. Ilmuku adalah ilmu lapangan, ilmu aplikasi, berisi pengalaman dan akumulasi rekaman kejadian setiap hari. Teoriku adalah teori kehidupan, yang aku dapatkan langsung dari medan perjuangan. Merekam detail hikmah yang muncul dari perjalanan di sepanjang wilayah dakwah.
Saudaraku, aku ajak engkau melihat benih-benih yang kita semai di ladang-ladang dakwah di berbagai wilayah. Subhanallah, benih itu tumbuh subur menghijau, membuat takjub siapapun yang melihat dan merasakan detak pertumbuhannya. Kita sirami benih itu, dan kita rawat dengan sepenuh cinta dan kasih sayang. Perasaan lelah dan jenuh menghadapi berbagai kendala, segera hilang sirna dengan sempurna, saat menyaksikan hasil semaian di ladang-ladang dakwah kita.
Rasa jenuh dan lelah bisa hinggap pada hati dan pikiran siapa saja. Pekerjaan rutin sehari-hari membuat kita mudah mengalami kejenuhan, apalagi jika yang dihadapi hanya koran, berita televisi, internet dan kata orang. Dunia disempitkan oleh media, bukan diluaskannya. Lalu apa yang menyemangati kita ? Mari berjalan menikmati hijaunya lahan-lahan semaian dakwah yang telah kita rawat lebih dari dua puluh tahun lamanya. Berjalan, bertemu kader-kader dakwah di setiap daerah, menyapa dan membersamai aktivitas mereka. Subhanallah, lihat wajah-wajah cerah yang tampak di setiap pertemuan.
Di sebuah mushalla kecil di kecamatan Piyungan, Bantul, Yogyakarta, aku merasakan optimisme dan membuncahnya harapan. Di sebuah ruang sederhana di Gendeng, Baciro, Kota Jogja, aku menjadi saksi kesetiaan tanpa jeda. Di sebuah gedung pertemuan di Masamba, Luwu Utara, Sulawesi Selatan, aku merasakan detak jantung penuh cinta. Di sebuah ruangan di Baubau, Sulawesi Tenggara, aku merasakan getar kesadaran akan kemenangan. Di sepanjang bumi Sumatera aku melihat dan merasakan pancaran semangat yang membara. Di berbagai belahan Kalimantan aku mendapatkan suasana gelegak kehangatan tak terkalahkan. Di Nusa Tenggara Barat, yang muncul hanyalah optimisme menghadapi medan perjuangan. Di Maluku, kepal tangan yang terangkat kuat menandakan tak akan menyerah menghadapi kendala dakwah. Di Papua, minoritas bukanlah alasan untuk merasa lemah dan kalah.
Lalu apa yang melemahkanmu, saudaraku ? Berjalanlah, dan semua wilayah ini adalah bumi dakwah, tempat kita menyemai cinta. Bergeraklah, dan semua daerah ini adalah bumi perjuangan, tempat kita menanamkan harapan. Dimanapun engkau berjalan, dimanapun engkau bergerak, akan merasakan kesegaran udara yang sangat jernih. Tak ada polusi di sana, polusi itu justru ada di sini, di tulisan ini. Tulisan yang tak mampu menggambarkan betapa besar sesungguhnya ukuran cinta dan harapan yang ada pada dada para kader di sepanjang wilayah dakwah. Tulisan yang saya khawatirkan justru menyempitkan makna kesetiaan dan keikhlasan setiap titik perjuangan kader di seluruh bumi Allah.
Maka bergeraklah, berjalanlah, beraktivitaslah bersama kafilah dakwah. Rasakan sendiri, lihat sendiri, dengarkan sendiri kata-kata mutiara yang muncul dari lapangan. Diam telah membuatmu merasakan kejenuhan. Tidak bergerak menyebabkan pikiranmu dipenuhi pesimisme dan kegalauan. Tidak berkegiatan membuat hatimu selalu dalam kebimbangan dan keputusasaan. Bergeraklah di lapangan dakwah, engkau akan menemukan sangat banyak harapan dan untaian mutiara kesabaran.
Jadi, apa yang melemahkanmu, saudaraku ? Lihat sendiri, dengan mata kepalamu sendiri, bagaimana wajah-wajah penuh kecintaan akan selalu engkau dapatkan. Kemanapun engkau pergi, yang engkau temui adalah benih-benih tersemai dengan pupuk keimanan dan keutamaan. Kemanapun engkau melangkah, yang engkau dapatkan adalah buah-buah yang terawat oleh cinta dan kasih sayang para pembina. Para pembina telah mencurahkan cinta, telah menorehkan kasih, telah memahatkan sayang di hati sanubari semua benih dakwah di sepanjang daerah.
Bisakah engkau menanamkan bibit-bibit kebencian, kemarahan, dendam dan kesumat, lalu menyuburkannya hanya dengan pupuk isu serta gosip sepanjang masa? Bisakah engkau menciptakan lahan-lahan yang akan tersuburkan dengan fitnah, caci maki dan sumpah serapah ? Siapa yang akan bisa memberikan cinta, jika yang engkau keluarkan untuk mereka adalah dendam membara ? Siapa yang akan memberikan kesetiaan, jika yang engkau tanam adalah benih-benih permusuhan ? Siapa yang akan memberikan ketulusan, jika yang engkau taburkan adalah kebencian ?
Jadi, apa yang menggelisahkanmu saudaraku ? Seorang kader dakwah di Paniai, Papua, menitipkan pesan penting saat aku kesana. “Yang sangat kami perlukan adalah kehadiran para Pembina. Kami sangat optimis dengan medan dakwah di sini”. Subhanallah, seperti terbawa mimpi. Paniai bahkan tidak engkau kenal wilayahnya ada dimana. Engkau tidak mengetahui bahwa di tempat yang sangat jauh dari keramaian kota itu ada banyak harapan untuk kebaikan. Benar kan, di sana tidak ada polusi? Karena polusi itu ada di sini, di tulisan ini. Tulisan yang tak mampu merangkum kuatnya kecintaan dan tulusnya harapan dari kader-kader di daerah.
Di sebuah ruang sederhana, di Wamena, Papua, aku mendapatkan dan merasakan gelora semangat yang sedemikian membahana. Demikian pula di Merauke. Sekelompok kader telah bekerja melakukan apa yang mereka bisa, dan ternyata lahan-lahan kering itu sedemikian suburnya. Tak dinyana, semula kita membayangkan akan kesulitan menanam benih di lahan yang teramat kering kehitaman. Namun taburan benih tak ada yang sia-sia. Semangat demikian tinggi mengharap kehadiran kita untuk menyaksikan pertumbuhan, karena benih telah dirawat dan dipelihara dengan sepenuh jiwa.
Di sebuah pojok ruang di Manokwari, Irian Jaya Barat, tak kalah semangat menjalani aktivitas perjuangan. Beberapa gelintir generasi dakwah, telah menanamkan benih-benih di berbagai wilayah. Siapa menyangka ternyata kecintaan dan kesetiaan yang tulus dimiliki oleh mereka yang tinggal jauh di ujung Indonesia. Genggaman tangan sangat kuat dan hangat masih aku rasakan, seakan tak mau melepaskan. Bahkan mereka menghantarkan aku hingga di depan tangga pesawat terbang. Kisah-kisah heroik aku dapatkan selama menemani mereka menyemai benih di bumi Irian Jaya Barat. Insyaallah pahala berlipat telah Allah limpahkan untuk mereka.
Jadi, hal apa lagi yang meresahkanmu, saudaraku ? Pernahkah engkau mendengar Polewali, Majene, Mamuju dan Mamasa ? Mungkin engkau belum pernah mencarinya di dalam peta. Itu nama-nama kabupaten yang ada di Sulawesi Barat, propinsi yang terbentuk setelah dimekarkan dari Sulawesi Selatan. Aku telah melawat berhari-hari lamanya, menemukan bongkahan semangat yang sangat potensial. Sangat banyak luapan energi yang siap untuk mencerahkan wilayahnya. Mereka menjemput kesetiaan dengan melakukan sangat banyak kegiatan, di tengah berbagai keterbatasan yang mereka hadapi.
Aku juga mengunjungi dan menyapa kader-kader di Mataram, Lombok, Sumbawa, Dompu dan Bima. Luar biasa semangat kader-kader dakwah di sana. Di sudut-sudut ruangan, aku menemukan kenyataan cinta itu hidup segar, bersemi indah dan terawat dengan cermat. Tangan-tangan halus para pembina telah membentuk karakter yang kuat pada para aktivis dakwah, sehingga mereka terus menerus bekerja tanpa mengenal lelah, padahal tidak ada yang memberi upah. Hanya Allah yang menjadi tumpuan harapan kerja mereka. Luar biasa.
Di sepanjang ruas jalan yang aku lalui di Balikpapan, Samarinda, Kutai Timur, Kutai Kertanegara, Penajam, Berau, yang terhirup adalah udara jernih, bukti kemurnian tujuan perjuangan. Demikian pula saat aku menapaki Banda Aceh, Pidie, Lhokseumawe, Langsa, Meulaboh, yang terasakan hanyalah semangat berkontribusi tanpa henti. Para kader telah bertahan di medan perjuangan dengan segenap kecintaan dan harapan. Tak ada polusi di sana, karena polusi itu adanya di sini. Di tulisan ini. Tulisan yang tak mampu mengkabarkan dengan tepat betapa keutuhan dan ketulusan langkah perjuangan kader-kader dakwah di sepanjang wilayah. Sepanjang mata memandang, yang tampak adalah dinamika berkegiatan, berlomba melakukan hal terbaik yang bisa mereka lakukan, berlomba mencetak prestasi dan karya besar bagi bangsa dan negara.
Maka, apa yang meragukanmu, saudaraku ? Suara-suara itu, tuduhan-tuduhan itu, kata-kata itu ? Aku bukan seseorang yang berwenang menjelaskan. Maka aku tak mau mendengarkannya, karena sama sekali tidak ada artinya bagiku. Aku hanyalah seorang kader lapangan. Waktuku habis di jalan, bukan di kantoran. Aku merasakan gairah pertumbuhan, aku mendengarkan degup jantung penuh kecintaan, aku mencium harum aroma kemenangan, aku melihat gurat keteguhan, aku menikmati cita rasa kesetiaan. Aku menjadi saksi betapa suburnya cinta dan kesetiaan kader di sepanjang jalan dakwah, di sepanjang bumi Allah.
Waktu, tenaga, pikiran, harta benda bahkan jiwa telah mereka sumbangkan dengan sepenuh kesadaran. Tidak ada yang terbayang dalam benak mereka, kecuali upaya memberikan yang terbaik bagi perjuangan. Berbagai kekurangan dan kelemahan mereka miliki, namun tidak menyurutkan semangat dan memadamkan gairah yang menggelora di dada. Mereka yakin akan janji-janji Ketuhanan, bahwa kemenangan itu dekat waktunya. Mereka menjemput kesetiaan dengan selalu bergerak, berbuat, beraktivitas di lapangan. Bukan duduk diam menunggu sesuatu, atau melamunkan sesuatu.
Suara-suara itu, tuduhan-tuduhan itu, caci maki itu, apakah masih ada artinya jika engkau telah menghirup nafas dari udara yang sangat jernih di wilayah dakwah ? Apakah masih membuatmu gelisah jika tubuhmu telah basah oleh keringat dari perjalanan panjang yang sangat menyenangkan di berbagai daerah ? Apakah masih membuatmu ragu jika matamu telah memandang kehijauan lahan-lahan yang kita semai di sepanjang bumi Allah ? Apakah masih membuatmu gundah jika hatimu telah bertaut dengan aktivitas kader-kader dakwah yang menjemput kesetiaan dengan berjaga dan bertahan di berbagai medan perjuangan ?
Sungguh, aku menjadi saksi kesetiaan mereka di sepanjang jalan dakwah. Aku menjadi saksi hasrat dan kecintaan mereka yang sedemikian besar kepada perjuangan dakwah. Aku juga berharap, kader-kader di daerah mengerti betapa besar cinta kami kepada lahan-lahan yang tumbuh bersemi. Aku selalu memohon perlindungan dan kekuatan kepada Allah, semoga Allah selalu melindungi dan menjaga dakwah dan para qiyadah. Aku selalu memohon kepada Allah, agar semangat dan gairah dakwah tidak pernah melemah. Ya Allah, beritahukan kepada kader-kader yang setia berjaga di garis kesadaran dan harapan, betapa besar cinta kami kepada mereka. Ya Allah sampaikan kepada para kader yang telah bekerja sepenuh jiwa, betapa hati kami selalu tertambat kepada mereka.
Beritahukan ya Allah, cinta kami sangat tulus untuk mereka. Selamanya.
Selamanya !

sumber: Blog Cahyadi Takariawan

Monday, April 28, 2014

Menikmati Rasa Sakit

 

Rasa sakit adalah sebuah nikmat. Karena seringkali ketulusan muncul ketika sakit mendera. Sebuah harapan yang tulus terucap. Karena sakit membuat kita sadar nikmat kesehatan. Karena detik itu pula,sakit telah membuka hijab pengingat jika hidup di dunia hanya sementara.

Terkadang rasa lelah, marah, putus asa itu muncul. Tapi bagi orang yang beriman maka ia tak akan pernah berhenti percaya, tidak akan menghentikan harapannya.

 “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku,”(QS. Asy-Syu’araa: 80)

Allah telah memasukkan malam ke dalam siang. Allah telah menciptakan langit dan bumi.
Begitu pula dengan rasa sakit. Tidak akan Allah menurunkan penyakit melainkan ada obatnya. Saudaraku yang mungkin sekarang sedang merintih kesakitan, percayalah air mata kesabaranmu akan menjadi saksi kekuatanmu.

Bukankah setiap insan akan melalui cobaan keimanan? Cobaan yang menyapamu dengan cobaan yang menghampirinya mungkin berbeda. Cobaan keluarga, finansial, kesehatan, dll. Dan Allah sekarang menyapamu dengan sakit yang datang. Mungkin ini cara Allah mengampuni tumpukan dosa. Mungkin, ini cara Allah untuk mengungkapkan “kerinduan” pada tangisan tobat kita.

Ketika sehat, mungkin kita lebih banyak tertawa dan sedikit sekali mengingat kematian. Pada saat kita masih bisa berlari, mungkin kita lebih disibukkan mengejar dunia. Pada saat kita masih bisa merasakan pahit, asam, manis, asin dengan sempurna, mungkin kita tidak pernah memperhatikan apa yang masuk ke dalam lambung kita. Jangankan yang syubhat, haram pun mungkin tak sempat diperhatikan. Pada saat masih mampu mengucapkan kalimat dengan fasihnya, kita mungkin lebih banyak menggunjing daripada mengingat ayat-ayat-Nya.

Dan kini, ketika kita berbaring menahan perih, satu per satu noda itu mulai terasa.
Kita menikmati detik paling indah, karena kita benar-benar menghadirkan Allah. Meski sejatinya, Dia tak pernah pergi, sedetikpun.

Sunday, April 27, 2014

Menghindari Kematian Hati



Jendela Keluarga: Pekerjaan rutin dakwah bisa menyeret kita ke dalam sebuah kubangan “kemegahan” yang kita bangun bersama cita-cita dan harapan. Bergerak, membuat kita selalu berada dalam kesadaran, namun juga bisa memasuki zona nyaman yang membahayakan. Ketika pergerakan itu sendiri sudah menjadi rutinitas yang mematikan hati, karena terlampau sibuk mengurus “bagaimana agar selalu bergerak”, dan melupakan hakikat serta falsafah dasar perjuangan.

Berada dalam lingkungan orang-orang salih memang menyejukkan, namun kadang memberikan perasaan nyaman berlebihan. Merasa selalu terjaga, padahal keterjagaan adalah buah dari kesadaran aktif yang harus selalu dibangun dan diusahakan setiap saat. Namun pada titik aktivis dakwah mulai berinteraksi dengan segala jenis kalangan manusia, yang diperlukan adalah usaha yang lebih untuk terus memiliki kesadaran aktif akan tujuan besar yang hendak diraih bersama dakwah. Bukan tujuan praktis dan pragmatis, bukan kepentingan pribadi, bukan soal gengsi dan harga diri orang per orang.

Luar biasa membaca perjalanan tigapuluh tahun pergerakan dakwah, ketika beberapa gelintir orang penuh semangat dan dedikasi membangun mimpi, memulai tahapan yang paling asasi, membenahi diri. Tidak genap sepuluh orang pada awalnya, namun tigapuluh tahun telah memberikan banyak arti. Perlipatan jumlah, perluasan wilayah, pertambahan mihwar dakwah, mobilitas para aktivis, baik vertikal maupun horisontal, telah tampak terlihat. Apakah hanya itu tujuan dakwah ? Tentu tidak.

Banyaknya jumlah aktivis bisa melenakan. Lengkapnya fasilitas bisa melalaikan. Perbenturan aktivis dakwah dengan realitas medan yang sangat keras bahkan sanggup mematikan potensi hati. Bukan ahli maksiat yang perlu merasa khawatir akan kematian hati, karena para ahli maksiat memang telah mati potensi hatinya. Justru para aktivis dakwah yang harus sangat berhati-hati menjaga diri, agar terhindar dari fenomena kematian hati. Terlebih saat dakwah telah berada dalam wilayah kekuasaan politik yang sangat keras benturannya.

Izinkan saya mengingatkan kita semua, dengan nasihat dan tausiyah ustadz Rahmat Abdullah, Allahyarham, tentang kematian hati. Tausiyah beliau ini sangat relevan untuk selalu kita ingat dan kita renungkan dalam perjalanan dakwah kita pada hari-hari ini. Rehat sejenak saja, membaca ulang tausiyah yang menyejukkan, untuk menguatkan langkah dan menambah kehati-hatian bergerak bersama mesin dakwah.

Berikut tausiyah ustadz Rahmat Abdullah.

Kematian Hati

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya. Banyak orang cepat datang ke shaf shalat laiknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi. Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya.

Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri. Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang Allah berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan Allah atasmu.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiyam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.
Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri. Asshiddiq Abu Bakar Ra selalu gemetar saat dipuji orang. “Ya Allah, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka”, ucapnya lirih.

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidak-sesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang.

Mereka telah menukar kerja dengan kata. Dimana kau letakkan dirimu?

Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut. Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.

Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat maksiat menggodamu dan engkau menikmatinya? Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada Allah, dimana kau kubur dia?

Oleh : Cahyadi Takariawan

Monday, April 21, 2014

Mengapa Tidak Boleh Tidur Terlalu Malam?

ilustrasi kanker hati
Diantara kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah, beliau tidak suka begadang. Jika tidak ada urusan penting –baik tentang dakwah ataupun jihad- maka beliau menyegerakan tidur setelah shalat Isya’ kemudian bangun di pertengahan malam atau sepertiga malam untuk shalat tahajjud atau qiyamullail.

Selain memudahkan tahajjud, ternyata kebiasaan tidak tidur terlalu malam juga memiliki banyak manfaat medis yang baru diketahui di zaman modern ini. Sebaliknya, orang yang tidur terlalu malam terancam bahaya kesehatan sebagai berikut:

1. Sistem Imun Melemah
Tidur terlalu malam ternyata berpengaruh rusaknya sel-sel darah putih. Akibatnya kekebalan tubuh menjadi melemah dan rentan terhadap serangan berbagai penyakit.

2. Diabetes
Tidur terlalu malam juga merusak hormon di tubuh. Akibatnya tubuh tidak toleran terhadap glukosa karena jumlah insulin menurun. Orang yang tidur terlalu malam menjadi lebih rentan terhadap penyakit Diabetes.

3. Sakit Kepala Hingga Kerusakan Otak
Tidur terlalu malam membuat tubuh tidak bisa beristirahat dengan baik. Meskipun waktu tidurnya sama, katakanlah lima jam, orang yang tidur sebelum tengah malam dan bangun sepertiga malam terakhir akan merasakan kondisi fisik yang lebih fit. Sebaliknya, tidur larut malam membuat istirahat tidak efektif. Ketika bangun kepala terasa berat, itulah tanda gegar otak kecil sedang menyerang. Jika dibiasakan, terus menerus dalam waktu berkepanjangan, kerusakan otak bisa mengancam.

4. Kanker Hati
Dintara penyakit berbahaya akibat tidur terlalu malam adalah kanker hati. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam situs resmi UGM Fakultas Kedokteran Bagian Radiologi. Bahwa penelitian para dokter di National Taiwan Hospital menemukan bahwa tidur terlalu malam dan bangun terlalu siang merupakan penyebab utama kerusakan hati.

Subhanallah... demikianlah hikmah medis dari salah satu kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Aisyah radhiyallahu ‘anha menjelaskan kebiasaan beliau ini:

Ù…َا Ù†َامَ رَسُولُ اللَّÙ‡ِ صَÙ„َّÙ‰ اللَّÙ‡ُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ Ù‚َبْÙ„َ الْعِØ´َاءِ ÙˆَÙ„َا سَÙ‡ِرَ بَعْدَÙ‡َا
Rasulullah shallaallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah tidur sebelum waktu isya' dan tidak pernah begadang setelahnya. (HR. Ahmad; shahih)

Ibnu Qayyim Al Jauziyah menjelaskan dalam Zadul Ma'ad: "Termasuk kebiasaan beliau adalah tidur di awal malam dan bangun di bagian akhirnya. Terkadang beliau begadang di awal malam untuk mengurusi berbagai kepentingan orang-orang miskin."

Semoga kita dimudahkan untuk meneladani beliau, dan mendapatkan banyak manfaat dan hikmah berkat meneladani beliau. [IK/bersamadakwah]

Tuesday, April 15, 2014

Suspended Coffees...




Jendela Keluarga: SAYA memasuki sebuah kedai kopi kecil bersama seorang teman dan memesan kopi. Ketika kami sedang menuju ke meja ada dua orang yang datang kemudian mereka pergi ke counter: ‘kami pesan lima kopi, dua untuk kami dan tiganya “ditangguhkan (suspended)”. Mereka membayar pesanan mereka, mengambil hanya dua gelas saja kemudian pergi.

Saya bertanya kepada teman saya: “Apa itu ‘ kopi ditangguhkan (suspended coffees)’?”
Teman saya berkata: “Tunggu dan kamu akan lihat.”

Beberapa orang lagi masuk. Dua gadis memesan masing-masing satu kopi, membayar dan pergi. Pesanan berikutnya adalah tujuh kopi yang dipesan oleh tiga orang pengacara – tiga untuk mereka dan empat ‘ditangguhkan’.

Terus terang saya masih bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan transaksi -kopi ditangguhkan- tadi. Sementara saya menikmati cuaca cerah dan pemandangan yang indah ke arah alun-alun di depan kafe, tiba-tiba seorang pria berpakaian lusuh yang tampak seperti seorang pengemis masuk melalui pintu dan bertanya dengan sopan kepada pelayan “apakah Anda memiliki ‘kopi ditangguhkan’? “.

Ini sederhana – seseorang membayar di muka pesanan kopinya kemudian diniatkan untuk membantu orang yang tidak mampu membeli minuman hangat. Tradisi kopi ditangguhkan ini dimulai di Naples, dan sekarang telah menyebar ke seluruh dunia bahkan di beberapa tempat Anda dapat memesan tidak hanya kopi ditangguhkan, tetapi juga sandwich atau makanan.

Alangkah indahnya, bila pemilik kedai kopi atau toko di setiap kota melakukan hal ini sehingga mereka yang kurang beruntung dapat menemukan harapan dan dukungan. Jika Anda adalah pemilik bisnis coba tawarkan hal ini kepada konsumen Anda. Kami yakin banyak diantara mereka yang mendukung dan menyukainya.
Rasulullah SAW bersabda : “Berilah makan yang lapar, kunjungi yang sakit dan bebaskanlah budak” (HR. Bukhori).

[Sumber: Waqaf Quran]

Thursday, April 10, 2014

Penuhi Memori dengan Kebaikan Pasangan

 
Jendela Keluarga: Sangat banyak perbuatan baik yang dilakukan pasangan kepada kita, namun karena dilakukan setiap hari maka cenderung dianggap sebagai sesuatu yang biasa saja. Cobalah buat daftar kebaikan pasangan, satu per satu ditulis dan diingat-ingat. Ingat, jangan ada yang terlewat. Buatlah daftar kebaikan pasangan, agar kita dengan mudah menghadirkannya dalam ingatan dan selalu menjadi kenangan.

Jika kita menyimpan sebanyak mungkin memori tentang kebaikan pasangan, maka tidak ada sisa tempat lagi bagi memori tentang keburukannya. Jika hati dan pikiran kita selalu mengingat dan menyimpan berbagai hal yang indah bersama pasangan, tidak ada tempat lagi untuk berbagai kisah sedih dan memilukan yang pernah terjadi bersama pasangan.

Mengingat Kebaikan Istri

Isteri memasak setiap hari untuk keperluan keluarga, dianggap hal biasa. Setiap hari istri belanja untuk keperluan keluarga, menyiapkan bahan masakan, memilih menu dan bumbu, kemudian mengolah menjadi masakan siap santap. Aktivitas ini bisa menghabiskan banyak waktu di dapur. Namun sebagian suami menganggap itu semua  sebagai kewajiban istri, bukan kebaikan. Maka tidak ada apresiasi positif dan ucapan terimakasih untuk rutinitas memasak yang dilakukan istri.

Istri bersedia hamil sembilan bulan, melahirkan, menyusui dan mengurus anak sejak masih janin, dianggap sudah menjadi kewajibannya sebagai perempuan. Maka tidak ada apresiasi positif dan ucapan terimakasih untuk kesediaan istri mengandung, melahirkan dan mengurus anak tersebut. Padahal jelas itu semua merupakan kebaikan yang luar biasa besarnya.

Jika istri tidak melaksanakan aktivitas praktis kerumahtanggaan karena berbagi dengan pihak lain, misalnya karena di rumah ada pembantu rumah tangga, tentu saja ada banyak kebaikan lain yang dilakukan istri. Tentu saja kebaikan itu tidak hanya memasak, mencuci, membersihkan rumah, dan lain sebagainya. Ada sangat banyak lahan-lahan kebaikan yang telah dilakukan istri selama ini.

Mengingat Kebaikan Suami

Suami yang setiap hari bekerja keras mencari nafkah adalah kebaikan. Namun karena itu sudah menjadi kegiatannya setiap hari, maka dianggap sebagai hal yang lumrah dan wajar saja. Karena mencari nafkah adalah kewajiban suami, banyak istri yang tidak melihatnya sebagai kebaikan. Maka tidak ada apresiasi positif dan ucapan terimakasih untuk rutinitas mencari nafkah yang dilakukan suami.

Suami berpikir keras untuk mencukupi semua keperluan hidup keluarga, untuk pendidikan anak, untuk jaminan kesehatan, dan berbagai keperluan rekreatif keluarga. Suami melindungi dan menjaga keluarga dari berbagai ancaman serta bahaya. Suami membantu melakukan berbagai kegiatan praktis kerumahtanggaan. Jelas semua itu merupakan kebaikan yang sangat besar.

Jika ada berbagai kelemahan suami dalam hal mencari nafkah, misalnya belum mampu mencukupi semua keperluan hidup berumah tangga, bukan berarti tidak ada kebaikan lainnya pada suami. Sangat banyak lahan dan jenis kebaikan yang telah dilakukan suami selama ini, jangan sampai hilang tertutupi oleh beberapa kekurangan dan kelemahannya.

Melaksanakan Kewajiban dan Peran adalah Kebaikan

Ada banyak orang yang melalaikan dan mengingkari kewajibannya, ada banyak orang yang melarikan diri dari tanggung jawab. Maka tatkala suami atau istri melakukan kewajiban dengan baik, hal itu adalah suatu kebaikan yang sangat besar dan layak diapresiasi secara positif. Padahal, dalam kehidupan berumah tangga, kita tidak selalu memandang segala sesuatu dengan perspektif hak dan kewajiban. Perspektif ini bercorak sangat kaku dan terkesan hitam putih.

Ada perspektif peran, dimana suami dan istri memiliki peran khas dalam posisinya di dalam keluarga. Ketika kita melihat dari perspektif peran sekalipun, kita akan menemukan kesimpulan bahwa orang yang bersedia melakukan perannya adalah orang yang baik. Peran sebagai suami, sebagai ayah, sebagai pemimpin, sebagai pemberi teladan, sebagai pendidik, jika dilakukan dengan penuh kesadaran, tentu merupakan suatu kebaikan yang tak ternilai harganya. Peran sebagai istri, sebagai pelahir generasi, sebagai pengelola rumah tangga, sebagai pendidik anak, jika dilakukan dengan penuh kesadaran, tentu merupakan suatu kebaikan yang tak ternilai harganya.

Sangat Banyak Kebaikan Pasangan

Ada sangat banyak kebaikan pasangan yang telah dilakukan untuk kita selama ini. Sebagiannya kita mengetahui, sebagaian lain lagi bahkan kita tidak mengetahuinya. Suami menjaga rahasia istri, tidak pernah menceritakan kejelekan dan kekurangan istri kepada orang lain, adalah suatu kebaikan suami. Demikian pula ketika istri menjaga rahasia suami, tidak pernah menceritakan kejelekan dan kekurangan suami kepada orang lain, adalah suatu kebaikan istri. Hal seperti ini sering kita abaikan.

Suami tidak menuntut kesempurnaan istri, tidak membebani istri diluar kesanggupannya, jelas merupakan kebaikan suami. Demikian pula ketika istri tidak menuntut kesempurnaan suami, tidak menuntut sesuatu diluar kesanggupan suami, jelas merupakan kebaikan istri. Hal seperti ini juga sering kita abaikan.

Suami bersabar atas kekurangan pelayanan istri, bisa menahan emosi, dan tetap melaksanakan kewajiban dan peran sebagai suami kendati ada kekurangan pelayanan dari istri, jelas merupakan kebaikan suami. Demikian pula jika istri bersabar atas kekurangan perhatian suami, bisa menahan emosi, dan tetap melaksanakan kewajiban dan peran sebagai istri  kendati ada kekurangan perhatian dari suami, jelas merupakan kebaikan istri.

Sungguh, sangat banyak kebaikan pasangan kita. Ayo terus mengingat dan menjadikannya sebagai memori terindah dalam hidup bersama pasangan.

Oleh: Ustd. Cahyadi Takariawan

Monday, March 24, 2014

Masih Adakah Cinta di Hati Anda?


Masih adakah cinta di hati anda untuk pasangan? Coba cari tiga komponen cinta dalam diri anda.

Menurut Robert J. Sternberg, ada tiga komponen penting dalam cinta, yaitu intimacy, passion, dan commitment.

Keintiman atau intimacy, yaitu suasana batin yang akrab dan dekat antara suami dan isteri. Hal ini berkaitan dengan bagaimana menciptakan suasana hubungan menjadi hangat dan nyaman. Pasangan suami istri yang selalu dekat secara emosi, menandakan mereka memiliki unsur pertama dari cinta.

Gelora atau passion, yaitu adanya motivasi dan gairah untuk selalu membahagiakan pasangan, untuk selalu memberikan yang terbaik bagi pasangan, untuk mau berkorban demi pasangan. Suami istri yang memiliki gairah untuk membahagiakan pasangannya, menandakan memiliki unsur kedua dari cinta.

Komitmen atau commitment, adalah sikap kesetiaan kepada pasangan. Suami dan istri memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Mereka memiliki disiplin dan dedikasi untuk menjaga dan merawat keutuhan keluarga. Ini menandakan memiliki unsur ketiga dari cinta.

Apakah ketiga unsur itu masih ada dalam diri anda? Jika iya, artinya anda cinta kepada pasangan. Jika tidak? Jika tidak, ya diadakanlah ketiganya dalam jiwa anda.

Selamat pagi sahabat semua....


Oleh: Ustd. Cahyadi Takariawan

Thursday, March 20, 2014

Sajadah Yang Merindu Dua Raka’atmu




Jendela Keluarga: DI SUDUT tempat sujud itu, terdengar sayup isak tangis. Ku dekati suara itu yang tak lain adalah isak tangis sajadahku.

Ku tanya padanya, “Ada apa denganmu?!”

Dalam temaram ruangan, dia menjawab pelan sambil menyeka airmatanya. Jawabnya,

Dulu sebelum kau mengisi kajian, kau sempatkan DUA RAKA’AT dengan harapan mendapat kelancaran. Tapi kini, kau lebih sibuk memikirkan presentasi, menghafal syair atau merangkai lelucon ringan sebagi persiapan.

Dulu sebelum kau menulis novel atau kitab, kau sempatkan DUA RAKA’AT dengan harapan mengalirnya inspirasi yang dahsyat. Tapi kini, kau lebih sibuk merangkai retorika atau kata puitis melankolis, mengejar deadline atau hanya sekedar untuk mendapat keartisan sesaat.

Dulu di saat Dhuha, kau sempatkan DUA RAKA’AT dengan harapan lancarnya segala urusan di hari itu. Tapi kini, kau belajar dan bekerja tak kenal waktu, seolah lupa DIA lah yang selama ini memberimu rizqi dan ilmu.

Dulu di 1/3 malam, minimal, kau sempatkan DUA RAKA’AT dengan harapan bisa bermuhasabah dan memohon padaNya. Tapi kini, dengan alasan sudah penat dan kelelahan, kau panjangkan tidur tak sempat berduaan dengan-Nya.

Dulu sebelum syuro’, kau sempatkan DUA RAKA’AT dengan harapan lancar dan tuntasnya agenda da’wah. Tapi kini, kau lebih memilih datang telat atau bahkan izin dengan alasan mengejar Ma’isyah atau mungkin Aisyah. (Astaghfirullah wa na’udzubillah)

Apa kini kau lupa atau terlena?

Kembalilah seperti dulu, pribadi yang islami yang tersibghoh (tercelup) warna Illahi. Berazzam membina generasi Rabbani, melestarikan budaya Qur’ani yang tak pernah membiarkan cahaya Da’wah ini mati terhempas urusan duniawi.

Aku Rindu Masa Itu. Aku Rindu Airmata Sujudmu. Aku Rindu Dua Raka’atmu!!!

Wednesday, March 12, 2014

Kemenangan dan Kekalahan

 
Ustd. Abdullah Haidir


Kemenangan itu buka saat kau melihat lawanmu kalah, tapi saat staminamu membela kebenaran tidak lemah...

Kekalahan itu bukan saat kau melihat lawanmu menang, tapi saat kau tunduk di hadapan kezaliman dan menggadaikan jalan juang...

Kemenangan itu bukan saat kau dipujapuji, tapi saat kau teguh menunaikan janji.....

Kekalahan itu bukan saat kau di bully dan dicaci maki, tapi saat kau lupa diri dan ingkar janji.....

Kemenangan itu, bukan ketika engkau berhasik men-KO lawanmu, tapi ketika engkau berhasil meng-KO ego dan kesombonganmu

Kekalahan itu, bukan ketika lawanmu berhasil menjatuhkanmu, tapi ketika engkau berhasil dijatuhkan, namun tidak ingin bangkit lagi......

Kemenangan itu bukan saat engkau mengalahkan argumen lawanmu, tapi saat engkau tetap menjaga persaudaraan dengannya walau beda pendapat...

Kekalahan itu bukan saat argumenmu dibantah lawanmu, tapi saat kau tetapkan bahwa orang yg tdk setuju denganmu adalah musuhmu....


Tuesday, March 11, 2014

Ancaman untuk Penyebar Gosip





"Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."
(QS An-Nuur [24]: 19)

Salah satu cara musuh Islam melemahkan dan menghancurkan Islam adalah dengan menyebarkan isu tentang sosok manusia terpandang di kalangan orang beriman.
Di era globalisasi yang ditandai kemajuan teknologi informasi, orang yang berhati busuk dan ingin menyebar gosip atau isu mampu menyebarluaskannya dengan hanya menekan satu tombol.
Ajaran Islam, yang selalu relevan untuk semua tempat dan zaman, sesungguhnya telah mengantisipasi hal ini, di antaranya melalui ayat di atas.

Tuduhan Bohong terhadap Siti Aisyah ra
Ayat di atas masih terkait dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya yang menyinggung tentang Qishshatu'l Ifki (berita bohong). Dalam berita ini, Ummul Mukminin Siti Aisyah ra dituduh selingkuh dengan sahabat Nabi saw, Shafwan Ibnu Mu'aththal ra, pasca-perang Bani Mushthaliq, Sya'ban 5 H. Biang keladinya adalah kaum munafik sehingga menimbulkan instabilitas di kaum Muslimin (selengkapnya baca QS An-Nuur [24]: 11-26 dan riwayat tentang masalah ini di Tafsir Ibnu Katsir, IV/32-35).

Balasan bagi Penyebar Isu di Dunia dan Akhirat
Dalam kajian Ibnu Katsir, ayat tersebut mengajarkan etika dan adab ketika mendengar informasi yang tidak baik. Yakni, mengelolanya dengan baik, tidak banyak memperbincangkannya dan tidak menyebar/mempublikasikannya (lihat Tafsir Ibnu Katsir IV/38). Sebab, Allah swt mengancam orang yang sengaja dan terencana menyebarkan isu/gosip terkait pribadi orang yang beriman dengan siksa yang sangat pedih di dunia dan akhirat.
Siksa di dunia dalam bentuk hukuman Haddul Qadzaf (hukuman penuduh zina), yaitu dicambuk 80 kali sebagaimana firman Allah, "Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (yaitu wanita-wanita yang suci, akil balig dan muslimah] (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) 80 kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka Itulah orang-orang yang fasik" (QS An-Nuur [24]: 4).
Hukuman tersebut telah dipraktikkan Nabi saw terhadap para penyebar berita bohong terhadap istri beliau, Siti Aisyah. Mengenai nama-nama pelakunya, terjadi perselisihan pendapat di kalangan ulama. Sebuah riwayat menyebutkan, Nabi saw mencambuk dua orang laki-laki dan seorang perempuan, yaitu Misthah bin Utsaatsah, Hassan bin Tsabit dan Hamnah binti Jahsy. Menurut Al Qusyairi, mengutip pendapat Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw mencambuk Abdullah bin Ubay, dedengkot kaum munafik, 80 kali cambukan, dan baginya siksa api neraka di akhirat.
Namun, Imam Al Qurthubi mencoba menyimpulkan dengan mengatakan, yang populer dari semua riwayat dan yang sudah diketahui oleh para ulama bahwa yang dihukum cambuk adalah Hassan, Misthah dan Hamnah. Sementara Abdullah bin Ubay, tidak pernah terdengar ia dihukum cambuk.
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata, “Ketika turun (ayat) pembebasanku (dari tuduhan zina), Nabi saw berdiri dan menyampaikan hal ini (kepada kaum Muslimin) dan membaca Al-Qur'an. Lalu begitu beliau saw turun dari mimbar, beliau perintahkan untuk dihadirkan dua orang laki-laki dan seorang perempuan, maka beliau menghukum mereka dengan hukuman cambuk (80 kali). Mereka adalah; Hassan bin Tsabit, Misthah bin Utsatsah dan Hamnah binti Jahsy.”
Para ulama kami berkomentar, bahwa Abdullah bin Ubay tidak dihukum cambuk, sebab Allah Ta'ala benar-benar telah menyiapkan baginya azab yang sangat pedih di akhirat. Kalau dihukum cambuk di dunia tentu hal ini akan mengurangi siksanya di akhirat padahal Allah telah bersumpah tentang terbebasnya Aisyah ra dari segala tuduhan dan dustanya semua orang yang menuduh dan menyebar gosip tersebut. Dengan demikian, faedah hukuman hudud dapat dirasakan sebab tujuannya adalah memperlihatkan kebohongan penuduh dan terbebasnya tertuduh sebagaimana firman Allah swt, "Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang- orang yang dusta" (QS An Nuur [24]: 13).
Sedangkan ketiga orang Islam tersebut dihukum untuk menebus dan mengampuni dosa sehingga tidak sampai terbawa sampai ke akhirat sebagaimana sabda Nabi saw tentang hudud yang diriwayatkan oleh Ubadah bin Shamit ra, "Sesungguhnya ia (hukuman hudud itu) Kaffaratun (penebus dosa) bagi orang yang ditegakkan hukuman tersebut atasnya" (lihat Al Jaami' Li Ahkaami'l Qur'an. Qurthubi, XII/133-134, Dar Al Kutub Al Ilmiyah, Beirut, Cet. I, 1408 H/1988 M).
Penggunaan redaksi "Sesungguhnya orang-orang yang senang/ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman…" menunjukkan bahwa sekadar menyukai tersebar luasnya perbuatan keji atau gosip dan menikmatinya, maka seseorang berdosa dan akan mendapat siksa. Sementara penyebar gosipnya, tentu dosa dan siksaannya pun lebih dahsyat.
Hal ini timbul karena kedengkian dan kebencian serta hasud terhadap masyarakat yang telah hidup rukun, damai dan penuh kasih sayang. Maka, pendengki dan penghasud pun tidak tinggal diam, ia bekerja keras untuk mengoyak-ngoyak pilar-pilar positif masyarakat. Dan yang paling efektif adalah dengan jalan menyentuh kehormatan keluarga tokoh sentralnya. Maka ditiuplah 'terompet' isu dan gosip. Begitulah yang dimainkan Abdullah bin Ubay untuk menggoyang stabilitas barisan kaum Muslimin (lihat Tafsir Al Munir, Az Zuhaili, XVIII/182-183).
Sebuah strategi untuk menjatuhkan harga diri da'i dan rumah tangganya yang boleh jadi akan terulang di mana dan kapan saja.

Orang Beriman itu Suci, Bersih dan Mulia
Ayat 19 Surah An-Nuur memberi kita pemahaman bahwa sejatinya orang beriman itu suci, bersih dan mulia sehingga jauh dari perbuatan keji. Sebab, keimanan itu identik dengan kesucian, kebersihan dan kemuliaan. Seorang Mukmin harus selalu berhati-hati untuk tidak menjadi obyek tuduhan keji, maka semaksimal mungkin ia menghindarkan diri masuk ke wilayah atau persoalan yang berpotensi mendapat tuduhan keji. Bila setelah berusaha maksimal tetap ada tuduhan, maka ini adalah ujian keimanan.
Ayat tersebut juga menunjukkan betapa bernilai dan berharganya seorang Mukmin di sisi Allah swt, karenanya tidak dibenarkan mencari-cari kesalahan, mematai-matai atau menyebar gosip tentang pribadi orang beriman.
Rasulullah saw bersabda, "Janganlah kalian menyakiti hamba-hamba Allah. Jangan mencela mereka dan jangan mencari-cari aurat/aib mereka. Sebab, barangsiapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim, maka Allah akan mencari aibnya sehingga Ia membuka aib tersebut di rumahnya."  (HR Ahmad)