Generasi Berprestasi
Sangat banyak prestasi generasi muda yang
sangat membanggakan Indonesia di pentas dunia. Ternyata pelajar dan
mahasiswa Indonesia tidak kalah dengan negara-negara maju. Sebagai
sedikit contoh, Linus Nara Pradhana (13), menyabet medali emas di
International Exhibition for Young Inventors (IEYI) 2012 di Thailand. Ia
menciptakan helm berpendingin (gel coated helmet).
Tujuh remaja Indonesia telah meraih 3 medali
emas dan 2 perak dalam kejuaraan lomba karya ilmiah remaja dalam ajang
International Exhibition of Young Investors (IEYI) di Malaysia 2013.
Medali emas diperoleh Wismu dengan karyanya Detektor Telor Busuk.
Sementara Nurina Zahra Rahmati bersama Tri Ayu, dan Elizabeth Widya,
berhasil mendapat emas dengan melahirkan karya penyaring sampah, dan
Hibar Syahrul Gafur, pembuat sepatu anti kekerasan seksual. Dua remaja
yang memenangkan medali perak adalah Devija Asmi Pandangi, yang
melahirkan karya Bra Penampung Asi. Dan Safira Dwi Tyas Putri, yang
menciptakan karya Canting Batik Otomatis.
Bulan Mei 2013, sejumlah remaja peneliti dari
Indonesia juga meraih prestasi dalam Asia Pacific Conference of Young
Scientists di Palembang, Sumatra Selatan. Mereka merebut delapan medali
—tiga medali emas, dua perak, tiga perunggu— dan penghargaan khusus
dalam lomba karya ilmiah remaja. Masih sangat banyak deretan prestasi
membanggakan generasi muda kita di pentas dunia.
Tentu saja yang kita inginkan bukan hanya
unggul dan berprestasi dari segi akademis, namun juga unggul dan
berprestasi dalam keimanan, unggul dalam ibadah, unggul dalam akhlak,
unggul dalam semangat, unggul dalam karakter, unggul dalam kepribadian.
Generasi yang kelak akan mengisi pos kepemimpinan di Indonesia, dan akan
mampu menghantarkan Indonesia menuju kegemilangan sejarahnya.
Generasi Buram
Selain mencatat berbagai prestasi, kita juga
masih menyimpan potret buram yang sangat mengerikan. Sebuah generasi
yang menghantui masa depan Indonesia.
Data Komnas Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) menyebutkan, dalam kurun waktu tiga tahun (2008 - 2010) kasus
aborsi terus meningkat. Tahun 2008 ditemukan 2 juta janin korban aborsi,
tahun 2009 naik menjadi 2,3 juta janin korban aborsi. Tahun 2010 naik
menjadi 2,5 juta jiwa. Sebanyak 62,6 % pelaku aborsi adalah remaja
berusia 15 - 24 tahun. Pada saat ini rata-rata aborsi di Indonesia
mencapai 2,5 juta kejadian per tahun, atau 208.333 kejadian aborsi per
bulan, atau 6.944 kejadian aborsi per hari, atau 290 kejadian aborsi
setiap jam. Tiap menit terjadi 4 sampai 5 kejadian aborsi di Indonesia.
Data dari KPAI tahun 2010 menyatakan, 32 %
remaja usia 14 - 18 tahun di Jakarta, Surabaya, dan Bandung pernah
berhubungan seks. Hasil survei lain di tahun 2012 menyatakan, 1 dari 4
remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah, 62,7 % remaja
kehilangan perawan saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2 % di
antaranya pernah melakukan aborsi.
Hasil riset bersama antara Badan Narkotika
Nasional (BNN) dan Universitas Indonesia (UI) menempatkan 3,8 juta
penduduk Indonesia atau 2,2 % dari jumlah populasi penduduk menjadi
korban penyalahgunaan narkotika. “Jumlah tersebut hampir sama dengan
jumlah penduduk di Singapura,” kata Direktur Intelijen BNN, Kombes I
Made Astawa.
Tawuran pelajar sekolah juga masih menjadi
potret buram dalam dunia pendidikan Indonesia. Pada 2010, setidaknya
terjadi 128 kasus tawuran antar pelajar. Angka itu melonjak tajam lebih
dari 100% pada 2011, yakni 330 kasus tawuran yang menewaskan 82 pelajar.
Pada tahun 2012, terjadi 147 tawuran yang menewaskan 82 pelajar.
Semua data buram ini tentu menjadi
keprihatinan kita bersama. Tidak terbayang bagaimana wajah Indonesia di
masa depan, jika yang di hadapan kita sekarang menyimpan sejumlah
persoalan moral yang sangat kronis.
Kembali Kepada Keluarga
Akan menjadi seperti apa generasi masa depan penerus bangsa, semua kembali kepada kita. Awalnya adalah keluarga kita. “Mengapa
keluarga dapat dikatakan sebagai batu pertama untuk membangun negara ?”
demikian pertanyaan Husain Muhammad Yusuf dalam bukunya Ahdaf Al Usrah Fil Islam
mengawali pembahasan tentang Posisi Keluarga dalam Negara. “Sebab”,
tulisnya, “Sejauh mana keluarga dalam suatu negara memiliki kekuatan dan
ditegakkan pada landasan nilai, maka sejauh itu pula negara tersebut
memiliki kemuliaan dan gambaran moralitas dalam masyarakatnya”.
Untuk itu, hendaklah setiap keluarga memiliki
pondasi yang kokoh agar selalu berada dalam keharmonisan, kekompakan,
dan kebahagiaan. Keluarga yang kompak mendidik dan menyiapkan generasi
berprestasi di berbagai sisi, baik intelektual, moral, spiritual dan
amal.
1. Visi Keluarga
Setiap keluarga harus mensepakati visi untuk menjadi panduan dalam mengarungi bahtera kehidupan. Visi merupakan ungkapan yang menyatakan cita-cita atau impian (want to be)
yang ingin dicapai di masa depan. Visi menjadi penunjuk arah yang
pasti, ke mana langkah keluarga mesti diarahkan. Visi menjadi pemandu
perjalanan dalam kehidupan keluarga.
Maka, kita harus memiliki visi yang jelas
dalam kehidupan. Dalam kehidupan keluarga, visi harus diinternalisasikan
dengan kuat pada masing-masing anggota. Suami, isteri dan anak-anak,
menginternalisasikan visi keluarga dalam diri mereka. Dengan demikian
seluruh tindakan dan usaha yang mereka lakukan, akan selalu mengarah
kepada tujuan akhir yang telah mereka tetapkan.
Jika ditanya, semua akan sepakat bahwa kita
menghendaki keluarga yang bahagia di dunia dan bahagia di akhirat nanti.
Mendapatkan surga dunia dan ujungnya adalah surga di akhirat. Jika
pernyataan ini yang menjadi visi, maka segala aktivitas. interaksi,
situasi, suasana dalam kehidupan keluarga, harus mengarah kepada
tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat tersebut.
2. Menguatkan Motivasi
Menikah adalah bagian dari ibadah kepada
Allah, untuk itu harus dilandasi niat yang suci. Dalam perjalanan
mengarungi kehidupan berumah tangga, menjaga keikhlasan niat adalah
sebuah keharusan. Sebab, sangat mungkin terjadi disorientasi dalam rumah
tangga, yang semula melaksanakan akad nikah dengan niat ikhlas untuk
merealisasikan tuntunan agama, akan tetapi seiring berjalannya waktu,
niat tersebut semakin melemah dan bahkan akhirnya pudar.
Keikhlasan niat adalah titik motivasi, namun juga misi kehidupan, sebab Allah telah menegaskan:
“Dan tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah” (Adz Dzariyat: 56).
Dengan demikian, motivasi awal dalam
pernikahan adalah untuk beribadah kepada Allah, namun untuk seterusnya
ia sekaligus menjadi motivasi yang akan diwujudkan dalam kehidupan
keluarga.
3. Menjaga Cinta dan Kasih Sayang
Agar suasana cinta senantiasa melingkupi
rumah tangga, suami dan isteri harus saling bisa mencintai, juga
mencintai seluruh anggota keluarganya. Ungkapan cinta suami dan isteri
dalam rumah tangga tidak cukup hanya dengan kata-kata dan hadiah bunga,
akan tetapi harus maujud dalam setiap tindakan dan keputusannya.
Allah Ta’ala menciptakan manusia, pada saat
yang sama memberikan perasaan, kecenderungan, dan ketertarikan terhadap
keindahan. Rasa kecenderungan dan ketertarikan ini adalah sesuatu yang
bersifat fitrah dan alamiah. Allah Ta’ala menggambarkan:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya
ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan di antaramu
rasa kasih dan sayang” (Ar Rum : 21).
4. Interaksi dan Komunikasi yang Melegakan
Di antara hal yang sangat vital perannya
dalam menjaga keharmonisan kehidupan rumah tangga adalah interaksi dan
komunikasi yang sehat antara seluruh anggotanya. Suami dan isteri harus
mampu membangun komunikasi yang indah dan melegakan, demikian pula orang
tua dengan anak, serta sesama anak dalam rumah tangga.
Banyak permasalahan kerumahtanggaan muncul
akibat tidak adanya komunikasi yang aktif dan intensif antara suami
dengan isteri. Banyak hal yang didiamkan tidak dibicarakan, sehingga
menggumpal menjadi permasalahan yang semakin membesar dan sulit
diselesaikan. Padahal Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada para suami
agar berkomunikasi dan berinteraksi secara bijak kepada isterinya:
“Dan bergaullah dengan mereka secara makruf” (An Nisa’: 19).
Muhammad Abduh menjelaskan, “Artinya wajib
bagi kalian wahai orang-orang mukmin untuk mempergauli isteri-isteri
kalian dengan bijak, yaitu menemani dan mempergauli mereka dengan cara
yang makruf yang mereka kenal dan disukai hati mereka, serta tidak
dianggap mungkar oleh syara’, tradisi dan kesopanan. Maka mempersempit
nafkah dan menyakitinya dengan perkataan atau perbuatan, banyak cemberut
dan bermuka masam ketika bertemu mereka, semua itu menafikan pergaulan
secara makruf. Diriwayatkan dari salah seorang salaf bahwa dia
memasukkan ke dalam hal ini perihal laki-laki berhias untuk isteri
dengan sesuatu yang layak baginya, sebagaimana isteri berhias untuknya”.
Termasuk dalam kategori ini adalah
ketrampilan berbicara, mendengarkan, bergurau atau bercanda, tertawa,
respon dan empati, juga ketrampilan berlaku romantis. Demikian pula
ketrampilan mengungkapkan perasaan, menyatakan kecintaan dan kasih
sayang, memahami perasaan pasangan. Tidak pula boleh diremehkan,
ketrampilan praktis untuk memuaskan pasangan dalam kebutuhan biologis.
Dalam tafsir Al Manar disebutkan, “Di dalam
pergaulan itu terkandung makna ’saling’ dan persamaan, yakni hendaklah
kamu (suami) mempergauli mereka (isteri) secara makruf, dan hendaklah
mereka (isteri) mempergauli kamu secara makruf pula. Diriwayatkan dari
salah seorang salaf bahwa dia memasukkan ke dalam hal ini perihal
laki-laki berhias untuk isteri dengan sesuaytu yang layak baginya,
sebagaimana isteri berhias untuknya. Tujuannya ialah agar masing-masing
menjadi motivator kebahagiaan bagi yang lain dan menjadi sebab
ketenangan dan kesenangan dalam hidupnya”.
Demikianlah beberapa pondasi penting untuk
menumbuhsuburkan kekompakan dan keharmonisan keluarga, sehingga darinya
akan lahir generasi unggul dan berprestasi.
Oleh: Ustd. Cahyadi Takariawan