9 Energi Positip
Mengatasi Kekecewaan di Jalan Dakwah
Jendela Keluarga. Beberapa kisah di bawah ini bukanlah fiktif, namun benar-benar terjadi di
dalam perjalanan da’wah yang mendaki lagi sukar, sebagai sebuah sunnatullah
untuk memisahkan orang-orang munafiq dari barisan orang-orang yang beriman,
sebagai seleksi dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk membedakan antara loyang
dan emas.
Janganlah berpecah belah, kita semua bersaudara.
Janganlah merasa lebih, sesama kita. Mengapa kau
patahkan pedangmu sehingga musuh mampu membobol bentengmu.
Seorang ustadz berkisah tentang dua orang akhwat yang sangat tangguh dan berkualitas di jalan da’wah. Mereka ada dalam ‘satu kandang’ da’wah. Namun sangat disayangkan, hal itu justru menimbulkan persaingan da’wah yang tidak sehat di antara mereka. Futur melanda, situasi ‘panas’ dan akhirnya seorang dari mereka melepas jilbabnya dan yang lainnya, hengkang dari jalan da’wah. Kekecewaan sangat mendalam, hingga berguguranlah mereka dari jalan yang mulia ini.
‘Ana tidak mau ikut-ikut (da’wah -red) lagi, habis adik-adiknya susah diatur!’, ucap seorang kader senior yang mendapat amanah sebagai mas’ul sebuah departemen lembaga da’wah. Ia memutuskan untuk tidak mau terlibat lagi dalam pergerakan da’wah. Ia mengaku kesal, kecewa dan jera dengan sikap adik-adik kampus yang ‘bandel’ alias tidak taat pada perintahnya dan sering protes kepadanya. Kini ia berjalan sendiri di tengah dunia hedon, keluar dari lingkaran da’wah. Ia merasa ‘menang’ dengan tindakannya itu karena ia beranggapan bahwa dengan demikian, lembaga da’wah telah kehilangan satu kadernya.
Di sebuah pengajian rutin, dua orang ikhwan dalam kondisi perang dingin. Bila yang satu datang, yang lain pasti tak mau datang hingga muncul motto, ‘Tidak boleh ada dua singa dalam satu kandang.’
Sebab-Sebab Kekecewaan
Tidak ada asap kalau tidak ada api. Kekecewaan dapat muncul karena ada keinginan yang tidak terpenuhi, tak terpuaskan. Kecewa yang kita bicarakan adalah kecewa di jalan da’wah. Kekecewaan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dan penyebab kekecewaan yang seringkali terjadi adalah:
Pertama, kekecewaan aktivis karena jengah melihat jurang yang dalam antara idealisme dan realitas, antara ilmu dan amal. Sebagai contoh, sang aktivis membaca shirah nabawiyah yang di dalamnya dikisahkan bagaimana indahnya ukhuwah sang nabi dan para sahabat, pun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa, ‘Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.’ Tapi realitanya, ukhuwah itu tidak ia dapatkan di lapangan, justru sebaliknya.
Kedua, kekecewaan akitivis yang lebih dilandasi hawa nafsu dan tipu daya
syetan, karena tidak tercapainya ambisi pribadi. Contoh ambisi pribadi itu
adalah, ingin menjadi pemimpin, ingin kata-katanya selalu didengar, ingin
pendapatnya harus diterima, pun tidak mau menerima nasehat dari yang ia anggap
‘lebih rendah’ dan merasa diri paling berjasa dengan motto, ‘Kalau bukan karena
ane, ngga bakal jalan da’wah ini.’
Ketiga, kekecewaan aktivis karena tidak puas dengan kebijakan-kebijakan
qiyadah (pemimpin), keputusan syuro, kondisi da’wah yang selalu dibebankan
padanya dan manajemen lembaga da’wah.
Feed Back Positif dan Negatif
Tak ada manusia yang tak pernah kecewa karena sesungguhnya kecewa itu
manusiawi. Hanya saja, feed back dari kekecewaan itu berbeda pada diri setiap
orang. Ada orang-orang yang mampu mengatasi dan mengubah kekecewaan itu dengan
energi positif yang konstruktif, namun ada juga orang-orang yang tidak mampu
mengatasinya karena lebih didominasi energi negatif yang desdruktif.
Kekecewaan tak lagi syar’i bila didasari hawa nafsu, dan bukan atas dasar
kebenaran (al haq). Tak lagi rasional bila kemudian berubah menjadi kedengkian
dan kebencian yang menghancurkan diri sendiri dan memporak-porandakan
teman-teman di sekelilingnya, menjadi duri dalam daging. Maka motto yang
sebaiknya ada dalam diri kita adalah, ‘Jangan terlalu banyak menuntut, jadikan
diri kita bermanfaat bagi orang lain.’
9 Energi Positif
9 Energi Positif
Ada sembilan energi postif yang dapat menjadi bahan bakar di dalam jiwa
untuk mengatasi kekecewaan yang melanda, yaitu:
1. Tentara terdepanmu adalah keikhlasan
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan..” (QS.
An Nisaa: 125)
Meminjam istilah dari sebuah artikel yang pernah penulis baca, Tentara Terdepanmu adalah Keikhlasan. Istilah ini sangat tepat karena memang keikhlasan adalah garda terdepan kita untuk menghadapi segala rintangan di jalan da’wah. Keikhlasan membuat kita tak kenal lelah dan tak kenal henti dalam menyampaikan Al Haq karena tujuan kita hanya satu, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika tujuan kita menyimpang kepada yang sifatnya duniawi, maka saat tujuan itu tak tercapai, kita akan mudah kecewa dan berbalik ke belakang. Bila berda’wah lantaran mengharapkan apa-apa yang ada pada manusia, berupa penghormatan, penghargaan, pengakuan eksistensi diri, popularitas, jabatan, pengikut dan pujian, maka hakekatnya kita telah berubah menjadi hamba manusia, bukan lagi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kisah yang sangat menarik ketika Khalid bin Walid selaku panglima perang
yang notabene sangat berjasa bagi kaum muslimin, tiba-tiba diturunkan
jabatannya menjadi prajurit biasa, oleh Khalifah Umar bin Khattab. Namun Umar
melakukan itu karena melihat banyaknya kaum muslimin yang mengelu-elukan
kepahlawanan dan cenderung mengkultuskan Khalid, sehingga Umar khawatir hal itu
akan membuat Khalid menjadi ujub (bangga diri), yang dapat berakibat hilangnya
pahala amal-amal Khalid di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan
subhanallah’., Khalid tidak marah ataupun kecewa karena jabatannya diturunkan,
bahkan ia tetap turut berperang di bawah komando pimpinan yang baru. Ketika
ditanya tentang hal itu, Khalid menjawab dengan tenang, ‘Aku berperang karena
Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan karena Umar.
2. Harus Tahan Beramal Jama’i
2. Harus Tahan Beramal Jama’i
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada Tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” (QS. Ali Imran: 103)
Beramal jama’i itu jalannya tak selalu datar, ada kalanya mendaki, karena dalam beramal jama’i, kita akan menemui berbagai macam sifat manusia, berbagai pemikiran, fitnah dari luar, pun dari dalam. Namun bagaimanapun buruknya kondisi jamaah, tetap saja amal jama’i itu lebih baik dan lebih utama daripada sendirian. Ali bin Abi Thalib berkata, “Keruhnya amal jama’i, lebih aku sukai daripada jernih sendirian.”
Kekuatan utama kita adalah persatuan kaum muslimin. Sesungguhnya kekalahan kita saat ini bukanlah karena kehebatan bersatunya kaum kuffar, tetapi karena tidak bersatunya kaum muslimin. “Kejahatan yang terorganisir akan mampu mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir.”
Orang-orang yang memisahkan diri dan lari dari barisan da’wah, sesungguhnya tidak akan membuat barisan da’wah itu melemah atau kehilangan kader, justru barisan itu akan semakin solid dan kokoh karena mengindikasikan yang tergabung di dalamnya, tinggallah orang-orang yang teruji memiliki jiwa-jiwa pemersatu. Inilah sebuah sunnatullah yang senantiasa berlaku untuk membedakan antara loyang dan emas. Jadi, kita harus tahan beramal jama’i !
3. Bermanfaat bagi orang lain
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia
adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Qudhy dari Jabir).
Bila kita melihat ukhuwah dalam barisan da’wah ternyata belum seindah seperti shirah yang kita baca, atau ternyata hijab di lembaga da’wah amat cair, maka adalah sangat wajar bila kita kecewa. Tetapi kekecewaan itu janganlah dipelihara, jangan justru membuat kita bersungut-sungut, menuntut lebih, berkeluh kesah, apatah lagi sampai memisahkan diri dari barisan. Mari ubah sudut pandang, dan kita tekankan bahwa segala kekurangan yang ada pada barisan da’wah adalah justru menjadi kewajiban kita untuk membenahinya. “Jangan banyak menuntut, jadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain.”
4. Penuhi hak sesama muslim
Bila kita melihat ukhuwah dalam barisan da’wah ternyata belum seindah seperti shirah yang kita baca, atau ternyata hijab di lembaga da’wah amat cair, maka adalah sangat wajar bila kita kecewa. Tetapi kekecewaan itu janganlah dipelihara, jangan justru membuat kita bersungut-sungut, menuntut lebih, berkeluh kesah, apatah lagi sampai memisahkan diri dari barisan. Mari ubah sudut pandang, dan kita tekankan bahwa segala kekurangan yang ada pada barisan da’wah adalah justru menjadi kewajiban kita untuk membenahinya. “Jangan banyak menuntut, jadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain.”
4. Penuhi hak sesama muslim
- Saling menasehati. (QS. Al Ashr: 1-3)
Kekurangan dalam diri qiyadah, jundi, lembaga, manajemen, hendaknya disampaikan dalam bentuk nasehat. Untuk yang sifatnya pribadi - sebagai adab nasehat- adalah disampaikan tidak dalam forum, tetapi disampaikan pribadi, berdua saja, dalam rangka saling berpesan untuk nasehat menasehati dalam menetapi kesabaran. Karena bila kita memberi nasehat dihadapan orang banyak, maka itu sama saja dengan membuka aibnya dan menjatuhkannya, apalagi bila sampai melakukan sidang layaknya menghakimi terdakwa. Sangatlah tipis perbedaan antara orang yang ingin menasehati karena landasan kasih sayang, dengan orang yang menasehati karena sekaligus ingin membuka aib saudaranya, sehingga membuat diri yang dinasehati seakan lebih rendah, dari yang menasehati.
- Lemah lembut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang salah satu ciri jundullah (tentara Allah), yaitu “...yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min” (QS. Al Maidah: 54)
- Jangan dengki. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Takutlah
kamu semua akan sifat dengki sebab sesungguhnya dengki itu memakan segala
kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (Riwayat Abu Daud dari Abi
Hurairah)
- Jangan suudzon. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” (QS. Al Hujuurat: 12)
- Jangan suudzon. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” (QS. Al Hujuurat: 12)
- Berendah Hatilah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. An Naml: 215)
- Jangan Berbantahan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “..dan Janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menjadikan kamu gentar, dan hilang kekuatanmu”...(QS. Al Anfaal:46). Berbantah-bantahan sesama kita, padahal musuh di luar, sudah siap menerkam.
5. Musuh terbesar kita adalah syetan
Musuh kita bukanlah seorang muslim, apatah lagi sesama aktivis. Musuh
terbesar kita adalah iblis dan bala tentaranya. Mereka senantiasa akan merusak
ukhuwah kita dari kiri, kanan, depan, dan belakang (QS. Al A’raf: 17).
Hendaknya kita senantiasa ingat akan janji iblis untuk menyesatkan
hamba-hamba-Nya (QS. Al Israa:62). Ini akan menjadi landasan kita untuk selalu
menatap saudara kita dengan penuh kasih sayang karena boleh jadi saat saudara
kita menyakiti kita, adalah lantaran banyaknya syetan di sekelilingnya yang
terus menerus membisikinya untuk membenci kita, demikian pula sebaliknya, bisa
jadi syetan menghembuskan prasangka-prasangka di dalam benak kita. Maka, mari
kita jadikan syetan sebagai musuh bersama.
6. Sukses da’wah bukanlah karena kehebatan kita
6. Sukses da’wah bukanlah karena kehebatan kita
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Maka, bukan kamu yang membunuh
mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka. Dan bukan kamu yang melempar
ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar” (Al Anfal: 1)
Ayat ini menyatakan bahwa kemenangan dalam medan peperangan, pun dalam
suksesnya da’wah, bukanlah karena kepintaran kita dalam membuat strategi
da’wah, tetapi tak lebih karena pertolongan dari Allah. Jika tidak, maka apa
bedanya kita dengan Qarun yang berkata, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta
itu, karena ilmu yang ada padaku...” (QS. Al Qashash:78). Dan kita lihat
bagaimana ending kehidupan dari Qarun yang ditenggelamkan Allah Subhnahu wa
Ta’ala ke perut bumi.
7. Mujahid itu teman kita sendiri
Mujahid dan mujahidah itu sesungguhnya ada di sekeliling kita, di dekat
kita. Ya, bisa jadi mereka adalah teman-teman kita sendiri. Maka sangat aneh
bila kita kerap kali menitikkan air mata saat ingat mujahid-mujahid di
Palestina, Iraq, Chechnya, Afghanistan, dan lain-lain, tetapi dengan
saudara-saudara mujahid di sesama lembaga saja, kita tidak bisa berlapang dada.
8. Ingat Kematian
8. Ingat Kematian
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, “Perbanyaklah kalian
mengingat mati, sebab seorang hamba yang banyak mengingat mati, maka Allah akan
menghidupkan hatinya, dan Allah akan meringankan baginya rasa sakit saat
kematian.”
9. Doakan di shalat malam kita
Doa adalah senjata orang-orang beriman dan bila kita mendoakan saudara
muslim kita tanpa sepengetahuannya, maka para malaikat akan berkata, “untuk
kamu juga”. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, "Tidak
seorang Muslim pun mendoakan kebaikkan bagi saudaranya sesama Muslim yang
berjauhan melainkan malaikat mendoakannya pula. Mudah-mudahan engkau beroleh
kebaikkan pula." (HR. Muslim)
Penutup
Menyatakan diri sebagai orang beriman, sebagai seorang du’at (pengemban da’wah), sebagai seorang aktivis da’wah, sesungguhnya mengandung konsekuensi yang tidak ringan. Yaitu kita senantiasa akan mendapat ujian keimanan dari sang pemilik 99 Al Asmaul Husna. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara Kamu.” (QS. 9:16). Dan di surat lainnya, “Apakah kamu mengira kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta macam-macam cobaan." (QS. Al-Baqarah:214)
Tersenyumlah dalam duka dan tenanglah dalam suka. Insya Allah dengan mengingat sembilan energi positif, akan membuat kita bersabar, dan enggan berpisah dari jalan da’wah ini. “Dan janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 139).
Sumber: dakwatuna.com
0 comments:
Post a Comment