Sikap Menghadapi Ujian
ustad Hilmi Aminuddin, Lc.
Situasi
yang kita hadapi sekarang adalah mata rantai dari ujian-ujian dakwah
sebelumnya. Adalah sunatullah bahwa akan ada terus rekayasa untuk mengkerdilkan
dakwah. Namun yang penting adalah bagaimana kemampuan kita untuk membuktikan
dengan kerja nyata.
Kita
sebagai dai dan daiyah diperintahkan oleh Allah SWT jika menghadapi sesuatu
yang sulit, yang menghimpit, cepat kembali kepada Allah (fafirruu ilallah..).
Kemudian
selesaikan dengan mentadabburi konsep Allah. “Afala yatadabbarunal Qur’an am
‘ala quluubin aqfaluha.”
Dari
tadabur ayat-ayat Allah ini, maka dalam menghadapi berbagai masalah, ancaman
dan makar, maka kita harus memiliki bekalan-bekalan yakni:
(1) Atsbatu
mauqifan (menjadi orang yang paling teguh pendirian/paling kokoh sikapnya)
• At-Tsabat (keteguhan) adalah tsamratus shabr (buah
dari kesabaran).
• Famaa wahanuu lima ashobahum fii sabiilillahi waaa
dhoufu wamastakanuu…
• “…mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang
menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah. Allah
menyukai orang-orang yang sabar…” (3:146)
• Keteguhan itu membuat kita tenang, rasional, obyektif
dan mendatangkan kepercayaan Allah untuk memberikan kemenangan kepada kita.
• Keteguhan sikap kadang-kadang menimbulkan kekerasan,
oleh karenanya perlu diimbangi dengan yang kedua.
(2) Arhabu
shadran (paling berlapang dada)
• Bukan paling banyak mengelus dada.
• Silakan bicara tetapi silakan buktikan.
• Jika tidak ada lapang dada akan timbul kekakuan.
(3) A’maqu
fikran (pemikiran yang mendalam)
• Mendalami apa yang terjadi.
• Jangan terlarut pada fenomena, tetapi lihatlah ada apa
di balik fenomena tsb.
• Ketika kita merespon pun akan objektif.
• Respon-respon kita objektif, terukur, mutawazin (seimbang).
•
Pemikiran yang
mendalam kadang-kadang membuat kita terjebak pada hal yang sektoral, maka harus
segera diimbangi pula dengan yang bekal keempat:
(4) Ausa’u
nazharan (pandangan yang luas)
• Temuan sektoral perlu dicari.
(5) Ansyathu
amalan (paling giat dalam bekerja)
• Sambil merespon sesuai dengan kebutuhan tetap kita
harus giat bekerja.
• Orang-orang tertentu saja yang menangani, selebihnya
harus terus bergerak dalam kerangka amal jamai. Energi kita harus prioritas
untuk membangun negeri.
• Bekerja untuk Indonesia di segala sektor, struktur
sampai tingkat desa, dan kader-kader yang mendapat amanah di pemerintahan.
Fokuskan semua bekerja.
(6)
Ashlabu tanzhiman (paling kokoh strukturnya)
• Kita jamaah manusia, ada kekurangan, ada kesalahan.
Kita harus rajin membersihkannya. Seorang muslim ibarat orang yang tinggal di
pinggir sungai dan mandi lima kali sehari. Jika sudah begitu, pertanyaannya: “Masih
adakah daki-daki kita?”
• Allah berfirman “wa qul jaal haq wa zahaqal bathil”.
Secara fitrah jika al Haq muncul, maka kebatilan akan lenyap, oleh karena itu
teruslah hadirkan al Haq dan mobilisir potensi kebaikan. Jika kita lengah
mendzohirkan al-haq maka kebatilan yang tadinya marjinal akan tampil dan al-haq
terbengkalai.
• Hidup berjamaah adalah untuk memobilisir
potensi-potensi kebaikan.
(7) Aktsaru
naf’an (paling banyak manfaatnya)
• Khoirunnas anfa’uhum linnas.
• Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi
manusia lain.
• Buktikan bahwa jamaah ini banyak manfaatnya sehingga
berhak mendatangkan pertolongan Allah dan pertolongan kaum Mukminin.
Jika
tujuh hal itu dilakukan untuk menghadapi tantangan dan rekayasa, insya Allah
dakwah ini akan semakin kokoh dan semakin diterima untuk menghadirkan
kebajikan-kebajikan yang diharapkan oleh seluruh bangsa.
0 comments:
Post a Comment