Jendela Keluarga: Dalam kehidupan rumah tangga, memang selalu ada konflik dengan segala tingkatannya. Tidak ada keluarga tanpa konflik, yang membedakan adalah cara mereka menikmati, mengelola dan keluar dari konflik tersebut. Dengan demikian, tidak perlu berlebihan dalam memandang terjadinya konflik. Justru yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengubah konflik menjadi cinta yang menyala dalam keluarga.
Konflik
tidaklah terjadi secara tiba-tiba, namun ada proses dan tingkatannya.
Secara teoritis, konflik terjadi dalam tiga tingkatan.
Tingkatan pertama adalah the unvisible conflict. Konflik yang terjadi
pada tingkatan ini masih ada di batin atau perasaan. Ada beberapa
ketidakcocokan antara suami dengan isteri, tetapi ketidakcocokan itu
tidak tampak atau tidak muncul dalam ucapan, sikap, dan tindakan. Ini
adalah sebentuk ketidaknyamanan hubungan yang tidak diekspresikan, namun
lebih banyak dipendam dalam hati dan pikiran. Suami dan isteri
sama-sama merasakan ada sesuatu yang mengganjal, namun tidak
diungkapkan.
Tingkatan kedua adalah the perceived / experienced conflict. Konflik
yang terjadi pada tingkatan ini sudah sama-sama diketahui, dialami atau
sudah tampak di permukaan. Suami dan isteri sudah sama-sama mengalami
perbedaan yang muncul dalam bentuk percekcokan, pertengkaran atau
perlawanan. Pemicu konflik bisa jadi karena perbedaan pendapat antara
suami dan isteri, perbedaan harapan, keinginan, atau karena adanya
tindakan yang tidak menyenangkan. Konflik bisa terjadi dalam bentuk
kalimat yang diucapkan atau sikap yang ditampakkan.
Tingkatan ketiga adalah the fighting. Pada tingkatan ini, konflik sudah
berubah menjadi tindakan fisik, seperti pukulan, tendangan, tamparan,
atau tindakan lain yang bersifat fisik. Menurut kamus, fighting adalah
melawan orang lain dengan pukulan atau senjata (blow or weapon). Dalam
kehidupan rumah tangga, banyak terjadi pertengkaran suami dan isteri
yang melibatkan aktivitas fisik dan “senjata”, seperti menggunakan alat
pemukul, memecah piring, melempar gelas, merusak perabotan rumah tangga,
dan lain sebagainya.
Memahami tingkatan konflik ini akan sangat membantu bagi suami dan
isteri untuk bisa menentukan sikap yang tepat pada saat menghadapinya.
Hendaknya suami dan isteri tidak membiarkan konflik berkembang dari
tingkatan pertama menuju tingkatan kedua dan ketiga. Deteksi dini adanya
konflik di tingkatan pertama sangat diperlukan agar bisa segera mencari
jalan keluar dan tidak membiarkannya berlarut-larut atau berlama-lama.
Oleh: Ustd. Cahyadi Takariawan
Sumber: Islamedia.web.id
0 comments:
Post a Comment