Jendela Keluarga: Keluarga Abu Bakar Ash-Shiddiq,
semoga Allah meridhai mereka semua, adalah contoh keluarga dakwah dan jihad.
Seluruh anggota keluarga itu, termasuk pembantu rumah tangga (khadim) terlibar
dalam kegiatan dakwah dan proyek jihad. Itu tampak jelas pada peristiwa besar
hijrahnya Rasulullah saw ke Madinah.
Abu Bakar Ash-Shiddiq bertugas menyertai Rasulullah saw dalam perjalanan. Abdullah putera Abu Bakar bertugas sebagai mediator informasi yang berkembang di kalangan orang-orang Quraisy untuk disampaikan kepada Rasulullah saw dan ayahnya yang bersembunyi di Goa Tsur sebelum melanjutkan perjalanan ke Madinah.
Tugas itu dibantu oleh Asma Binti
Abu Bakar, yang saat itu tengah hamil tua. Perempuan mulia ini juga mempunyai
tugas lain yakni menyuplai makanan. Untuk menghapus jejak-jejak kaki itu maka
Amir bin Fuhairah, khadim Abu Bakar yang ditugasi menanganinya. Ia setiap hari
mengembalakan kambing-kambing ke arah goa tempat keduanya bersembunyi.
Meskipun sosok isteri Abu Bakar
tidak tampil dalam kisah ini, namun dapat dipastikan keluarga dengan kualitas
seperti itu merupakan produk kerjasama yang baik antara suami dan isteri.
Ini potret dari sebuah keluarga
Muslim. Tidak seorang pun dari anggotanya yang berpangku tangan dari dakwah dan
harokah (pergerakan). Semuanya memberikan kontribusi untuk dakwah dengan
kemampuan yang dimilikinya. Insya Allah keluarga seperti itu akan mendapatkan
barokah. Barokah adalah kebaikan yang tiada putus-putusnya. Namun, barokah
ukurannya bukanlah materi. Barokah jauh lebih tinggi dari kenikmatan materi.
Barokah membuat orang dapat mencapai kebahagiaan hakiki.
Betapa tidak, dakwah adalah sumber
segala kebaikan. Karena dakwah mempunyai kekuatan untuk:
1. Menambah Jumlah Orang yang
Beriman dan Bertaqwa
Iman dan taqwa adalah kunci bagi
turunnya barokah dari Allah swt. Namun bukan iman dan taqwa yang dinikmati
secara individual yang dapat menjamin turunnya barokah dari Allah. Melainkan
iman dan taqwa yang menjadi perilaku manusia secara massal. Perhatikan firman
Allah swt:
Seandainya para penduduk
negeri-negeri ini beriman dan taqwa niscaya Kami bukakan bagi mereka
barokah-barokah dari langit dan bumi. (Al A’raf:96)
2. Mendatangkan Rahmat Allah
Esensi dakwah adalah menyeru manusi
kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Dan perbuatan itu akan
mendatangkan rahmat dari Allah. Firmannya:
Orang-orang yang beriman laki-laki
dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain.
Mereka menyuruh mengerjakan yang makruf dan mencegah dari yang munkar,
mendirikan salat, mengeluarkan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (At-Taubah:71)
Dengan rahmat Allah itulah manusia
berkasih sayang. Dan dengan kasih sayang itulah hubungan antar personal akan
menjadi sangat indah dan membahagiakan.
2. Mendatangkan Pahala yang Besar
Dakwah diperintahkan oleh Allah swt
langsung firman-Nya: Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijak dan nasihat yang
baik. (An Nahl:125)
Jika dakwah adalah perintah Allah,
maka berarti hukumnya wajib. Dan melaksanakan kewajiban tentu saja mendatangkan
pahala. Dan sebaliknya, meninggalkannya adalah dosa besar. Tentang agungnya
pahala berdakwah, Rasulullah saw bersabda, Sungguh, jika Allah memberi petunjuk
kepada seseorang melalui (usaha dakwah) kamu, maka (pahalanya) bagimu lebih
baik dari dunia dengan segala isinya.
4. Menjauhkan Pelakunya dari
Malapetaka di Dunia
Allah swt berfiman: Dan tidaklah
Tuhan kamu akan membinasakan satu negeri padahal para penduduknya melakukan
perbaikan. (Hud: 117)
Ayat itu mengisyaratkan secara tegas
bahwa sekedar kesalihan segelintir orang yang ada pada suatu negeri tidaklah
cukup untuk mencegah bencana dari Allah. Baru negeri itu akan terhindar dari
kehancuran apabila penduduknya itu muslikhun (melakukan perbaikan dan
pensalihan). Dan dakwah adalah upaya utama untuk itu. Itulah di antara
bentuk-bentuk barokah yang dijanjikan Allah bagi orang yang melakukan dakwah.
Tapi, tersisa sebuah pertanyaan yang
bernada mengkonfrontir antara idealita di atas dengan realitas. Realitasnya
begini: nyatanya tidak sedikit keluarga yang aktif dakwah dan harokah tidak
mencerminkan keluarga barokah. Fenomenanya misalnya, keharmonisan keluarga
tidak tampak, rahmatan lil ‘alamin-nya Islam tidak tercermin dalam kehidupannya:
anak-anak pada keluarga tersebut justru menjadi gambaran kehidupan yang tidak
berdisplin dan tidak mengenal tatakrama; rumahnya berantakan sepeti kapal
pecah, dan seterusnya. Bagaimana itu bisa terjadi?
Fenomena yang dikeluhkan, seperti
yang disebutkan di atas itu adalah merupakan elses dan pensikapan yang tidak
benar terhadap dakwah. Lalu bagaimana pensikapan yang benar agar dakwah itu
benar-benar menjadi barokah?
Pertama, ikhlas. Setiap anggota
keluarga harus ikhlas menjalani kehidupan di belantara dakwah. Suami
menjalankan dakwah semata-mata dengan tujuan mencari ridha Allah dan dengan
cita-cita menegakkan kalimatullah, isteri dan anak-anak yang ditinggalkan di
rumah pun melepas kepergian suami atau ayah dengan penuh keikhlasan. Mereka
mendukung sepenuhnya kiprah sang ayah dengan tujuan memberikan kontribusi bagi
eksesnya Islam dalam kehidupan manusia.
Kedua, sabar. Terjun ke kancah
dakwah mengandung resiko dan konsekuensi. Di antara resiko itu adalah
berkurangnya hal-hal yang disenangi; peluang memperoleh materi, materi, waktu
pertemuan dengan keluarga, waktu untuk rekreasi. Bahkan lebih berat daripada
itu ada resiko berhadapan dengan tiran dan penguasa zalim.
Ketiga, saling memahami (tafahum).
Untuk menumbuhkan keikhlasan dan mewujudkan
kesabaran perlu dibangun tafahum.
Setiap kesabaran perlu dibangun tafahum. Setiap anggota keluarga saling
memahami mengapa harus berdakwah, apa tujuan dakwah, dan bagaimana keutamaan
dakwah, ada resiko dan konsekuensi dakwah. Logis bila muncul masalah seperti
disharmoni antara suami dan isteri atau orang tua dengan anak-anak manakala
seorang da’i
asyik dan menikmati sendiri dunia dakwah. Tanpa adanya tafahum keasyikan itu
akan ditafsirkan sebagai sikap abai dan tidak peduli dengan nasib keluarga.
Tanpa pemahaman yang sama, alih-alih mendukung, anggota keluarga bahkan bisa
menjadi musuh dai dan musuh dakwah itu sendiri.
Keempat, menjaga keseimbangan
(tawazun). Tentu saja tafahum bukanlah satu-satunya andalan untuk mensukseskan
cita-cita keluarga harokah agar menjadi keluarga barokah. Tafahum harus
ditindaklanjuti dengan keseimbangan dalam merespon kebutuhan-kebutuhan riil
lapangan. Yang butuh dakwah bukan hanya masyarakat melainkan juga keluarga,
anak, istri, orang tua, istri, ayah, ibu, adik, kakak, dan seterusnya. Sulit
dimengerti dengan logika dakwah bila sepasang suami istro yang sibuk di luar
rumah dengan dalih dakwah (sama tidak
logisnya bila alasannya sekedar
mencari ma’isyah
atau meniti karir) sementara anak-anak
sendiri sepenuhnya diserahkan kepada orang lain yang bernama khadimah (dengan
tidak mengurangi penghargaan kepada khadimah dan profesinya serti tidak menafikan
adanya khadimah yang andal dalam hal ini).
Selain kebutuhan dakwah itu,
keluarga pun mempunyai kebutuhan fisik dan material. Zuhud tidaklah identik
dengan kepapaan. Keluarga dakwah yang ideal adalah keluarga yang tidak membuat
orang yang melihatnya iba dan merasa perlu mengasihani. Dan masalah ini juga
perlu mendapat sentuhan memadai dari sang da’i terlepas dari kenyataan bahwa
sebagian aktifitas dakwah juga bisa menjadi peluang bagi datangnya rizki Allah
swt.
Kelima, saling bantu (ta’awun). Tangung jawab keluarga dakwah
dan harokah memang jauh lebih kompleks dari keluarga biasa. Sukses membangun
keluarga adalah taruhan bagi sukses membangun masyarakat. Maka tentu saja
tanggung jawab bukan hanya terletak pada sang kepala keluarga melainkan
terdistribusi kepada seluruh anggota keluarga itu dengan peran yang
berbeda-beda. Dengan cara ini maka tidak akan terjadi suami terhadap istrinya,
istri terhadap suaminya, atau orang tua terhadap anak-anaknya merasa paling
berjasa dari yang lainnya, sebab setiap anggota keluarga telah menjalankan
perannya masing-masing.
Wallahu a’lambishshowab.
Sumber: Majalah Saksi No.23/Th.III,
21 Agustus 2001
Keluarga Dakwah, Harokah dan Barokah.
yuk kita berusaha mewujudkannya
0 comments:
Post a Comment